BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kongres XIV IPNU
di Surabaya yang berhasil mengembalikan IPNU sebagai organisasi pelajar membawa
berbagai konsekuensi dan implikasi. Salah satu konsekuensi besarnya adalah
dalam bidang pengkaderan yang menuntut penguatan sistem pengkaderan. Karenanya,
Bidang Pengkaderan Pimpinan Pusat IPNU membentuk tim evaluasi dan penyusun
materi pengkaderan. Tim itu bertugas mengevaluasi sistem pengkaderan yang
selama ini diterapkan oleh IPNU, mengkaji berbagai realitas kader IPNU dan
selanjutnya merekonstruksi sistem pengkaderan dan dan menyusun rancangan
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) pelatihan.
Rancangan yang
dihasilkan dari diskusi panjang dalam tim tersebut selanjutnya dibahas dalam
Workshop Nasional Pengkaderan yang diikuti oleh Bidang Pengkaderan dan/atau Tim
Pelatih utusan dari semua Pimpinan Wilayah IPNU se-Indonesia. Workshop yang
diselenggarakan pada 18 – 21 Mei 2004 di Pondok Pesantren Al Masthuriyah
Sukabumi Jawa Barat itu diselenggarakan sebagai upaya untuk merumuskan sistem
pengkaderan yang efektif, relevan, visioner, dan paradigmatik bagi para kader.
Pengkaderan yang dilakukan diorientasikan pada penguatan kepelajaran dengan
menitikberatkan paradigma transformatif berbasis nilai-nilai luhur.
Heterogenitas
basis massa IPNU dengan latar belakang yang multikultural adalah
persoalan tersendiri yang harus menjadi pertimbangan dasar dalam penyusunan
program pengkaderan. Karena itulah pemberian ruang bagi muatan local menjadi
sesuatu yang harus dilakukan. Sistem pengkaderan ini adalah pedoman umum
nasional dan setiap daerah diberi otonomi untuk melakukan penyesuaian menurut
kebutuhan dan kompetensi local. Penyesuaian yang dimaksud adalah penambahan
materi yang sesuai dengan konteks lokal, dan/atau mengkontekstualisasikan
materi inti sesuai dengan situasi dan kondisi lokal.
Adanya prioritas bidang garap IPNU sebagaimana diatur
dalam Peraturan Rumah Tangga (PRT) IPNU tentang usia keanggotaan IPNU yang
mencakup usia siswa, santri, mahasiswa, dan remaja, menuntut tim pengkaderan
PP. IPNU mereview kelaikan pengkaderan sebagai piranti vital
organisasi. Untuk itulah selain pedoman pengkaderan yang yang berjenjang tim juga
menyusun MOP (Masa Orientasi Pelajar) sebagai rujukan dasar bagi pimpinan IPNU
di daerah-daerah untuk masuk pada basis pelajar di sekolah-sekolah. Hal
tersebut bukan semata-mata karena keputusan Kongres XIV mempertegas IPNU
sebagai organisasi pelajar, melainkan lebih pada upaya pencerahan pengkaderan
untuk merefleksi dan mengoreksi efektivitas pengkaderan yang selama ini
dilakukan.
Pada akhirnya rancangan materi pedoman pengkaderan yang
telah lama digodok oleh tim dan dibahas dalam forum workshop dengan berbagai
penambahan dan pengurangan, maka pedoman tersebut disahkan dalam forum Rapat
Kerja Nasional (Rakernas I) 15 – 18 Juni di Pekanbaru Riau menjadi Buku Pedoman
Pengkaderan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) sebagai buku pedoman dan
petunjuk pelaksanaan resmi dalam melaksanakan proses pengkaderan IPNU mulai
dari Makesta sampai pada Latihan Pelatih.
B. REALITAS KADER PELAJAR NU
Pelajar adalah komponen penting dalam Nahdlatul Ulama.
Namun kita harus menyadari bahwa realitas kader NU masih sangat jauh dari
ideal. Dari berbagai diskusi yang dilakukan oleh Tim Penyusun muncul berbagai
pendapat tentang kader IPNU, baik yang masih aktif maupun yang sudah purna.
Pembacaan atas fakta itu memunculkan kesimpulan bahwa realitas kader pelajar NU
:
1.
Kurang profesional
2.
Kurang loyal
3.
Kurang tahu apa
yang harus diperjuangkan
4.
Kapasitas
leadership yang lemah
5.
Kurang memiliki
kesadaran dokumentatif
6.
Kapasitas
manajerial yang lemah.
Meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak hal itu dapat
dibaca sebagai potret pengkaderan IPNU. Di sinilah reformulasi sistem
pengkaderan menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Berpijak pada
tantanganeksternal dan realitas internal yang ada, maka pengkaderan yang
dilakukan oleh IPNU berpijak suatu paradigma tertentu.
C. PARADIGMA PENGKADERAN IPNU
Paradigma pengkaderan terkait erat dengan pilihan paradigma perjuangan yang
dipilih, yang pada gilirannya menentukan metode pendekatan pengkaderan yang
dilakukan. Paling tidak ada tiga paradigma perubahan sosial dalam dunia
pendidikan (Pengkaderan), yaitu paradigma konservatif, paradigma
liberal, dan paradigma transformatif.
Di antara tiga paradigma itu, IPNU memilih perspektif transformatif sebagai
landasan pengkaderan. Dengan perspektif ini, maka paradigma pengkaderan yang
dipilihpun pararel dengan gerakan transformatif IPNU. Hal itu menunjukkan bahwa
paradigma pengkaderan IPNU memandang akar persoalan sosial terletak pada
struktur sosial yang ada, di satu sisi, dan di sisi lain lemahnya kapasitas
kepemimpinan (perubahan) masyarakat.
Dengan perspektif tersebut, maka paradigma pengkaderan IPNU diarahkan untuk
membentuk sikap kritis terhadap realitas sosial eksternal di satu sisi, dan
membentuk kader yang kritis, kreatif, profesional, danberakhlaqul
karimah. Dalam konteks IPNU, maka kesadaran struktural yang dibangun sesuai
dengan fokus dan konsentrasi perjuangannya, minimal pada wilayah kebijakan
pengkaderan.
Paradigma pengkaderan seperti itulah yang diyakini dapat menbentuk kader
IPNU yang mampu menjawab tantangan sosial eksternal sesuai dengan fokus gerakan
perjuangan IPNU, sekaligus menjawab kebutuhan internal organisatoris IPNU.
D. KUALIFIKASI KADER IDEAL
Paradigma seperti di atas diarahkan untuk membentuk
pelajar yang memiliki jatididri dan karakter yang kuat. Jatidiri yang
diharapkan dimiliki kader IPNU adalah antara lain :
a.
Memiliki ideologi
ke NU an yang kuat
b.
Memiliki skill
organisasi yang memadai
c.
Memiliki skill
profesi yang handal
d.
Memiliki wawasan
keilmuan yang luas
e.
Profesional,
militan, disiplin, dan memiliki kolektivitas tinggi
f.
Berakhlaqul
karimah.
E. SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM
PENGKADERAN IPNU
Seperti disampaikan di awal, bahwa buku pedoman pengkaderan yang diputuskan
dalam Rakernas I IPNU di Pekanbaru bukan sama sekali baru, namun merupakan
hasil rekonstruksi dari buku pedoman pengkaderan yang telah diputuskan dalam
Konbes 1988 dengan melalui proses diskusi panjang.
Perkembangan pola pengkaderan IPNU berjalan seiring dengan berkembangnya
kedewasaan IPNU itu sendiri di tengah konstelasi (percaturan) situasi berbangsa
dan bernegara. Oleh karena itu, untuk memahami motivasi dan paradigma secara
komprehensif yang terkandung dari perkembangan pola pengkaderan dari masa ke
masa akan lebih baik jika kita memahami kronologi perkembangan pola pengkaderan
di IPNU.
Awal konsep dari buku Pedoman Pelatihan Kader IPNU atau Pedoman Pengkaderan
IPNU tersebut, adalah konsep tentang “Petunjuk Pelaksanaan
PengkaderanIPNU-IPPNU Cabang Jember” yang ditulis oleh rekan Drs. H. Afton
Ilman Huda, pada saat ia menjabat sebagai Ketua IPNU Cabang Jember bersama
rekan aktivis IPNU Cabang Jember yang lain, di antaranya : Ma’shum Zubeir dan
Drs. Diambang Fajar Ahwa pada tahun 1987. konsep ini ditulis di Jember dan
dikonsumsi oleh IPNU-IPPNU Cabang Jember pada kurun waktu tahun 1987-1989. buku
tersebut berisi tentang juklak (Petunjuk Pelaksanaan) tentang pembinaan kader
IPNU-IPPNU untuk jenjang, yaitu : Mental Training (Mentra), Latihan
Kepemimpinan, Choacing Instruktur, Pelatihan Profesi, serta Masa Kesetiaan
Anggota (Makesta).
1. Konsep Mentra (Mental Training)
Adalah pembinaan kader melalui pelatihan di tingkat basic atau
dasar yang tujuannya adalah :
a. Pembentukan karakter/watak (character building) kader
IPNU-IPPNU
b. Penyaringan potensi kader (memilah kader yang berkualifikasi
sebagai calon pengurus/pemimpin, kader yang berkualifikasi sebagai kader
pelatih/instruktur serta kader yang berkualifikasi sebagai kader profesi)
2. Konsep Latihan Kepemimpinan
Yaitu pelatihan untuk kader alumni Mental
Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai calon
pengurus/pemimpin, sehingga langkah pembinaan kadernya khusus untuk
pengurus/pemimpin saja.
3. Konsep Choacing Instruktur
Yaitu pelatihan lanjutan untuk alumni Mental
Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai pelatih/instruktur
pengkaderan/pelatihan, sehingga langkah pembinaan kadernya khusus untuk
pelatih/instruktur.
4. Konsep Pelatihan Profesi
Yaitu pelatihan lanjutan untuk alumni Mental
Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai kader profesi,
misalnya jurnalistik, menjahit, dan lain-lain, sehingga pelatihannya khusus
kebutuhan kader tersebut yaitu pelatihan jurnalistik, pelatihan menjahit, dan
lain-lain.
Motivasi konsep buku Petunjuk Pelaksanaan Pelatihan
tersebut menggunakan paradigma “Pengembangan Sumber Daya Manusia” dimana
asumsi dasarnya adalah :
IPNU harus konsentrasi terhadap langkah kebijakan/policy pembinaan
organisasi terhadap potensi kader dan potensi anggotanya yang beragam dan tidak
hanya potensi aktivitas pengurus saja.
Pelaksanaan kebijakan pembinaan anggota yang mengacu pada
konsep pengembangan sumber daya manusia tidak hanya diterapkan khusus pada
pimpinan/pengurus saja, tapi harus konsentrasi jagu membina anggotanya yang
notabene tidak menjadi pengurus dalam bentuk pelatihan-pelatihan profesi seperti
jurnalistik, menjahit, dan lain-lain.
Konsep tersebut merupakan antitesa terhadap pedoman
pembinaan kader yang diputuskan melalui Konperensi Besar (Konbes) IPNU-IPPNU di
Banjarmasin pada tahun 1979. konsep pengkaderan yang diputuskan oleh Konbes
Banjarmasin hanya beberapa halaman dan tampak sederhana sekali, yaitu memuat
tentang persyaratan mengikuti training dan silabi materi yang terjadwal
beberapa jam menurut jenjang trainingnya. Substansi konsep tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pelatihan Formal
Yaitu pengkaderan terhadap kader pengurus/pimpinan yang
berjenjang hingga 4 (empat) jenjang yaitu :
a. Mental Training (Mentra)
Yaitu Training/pembinaan kader yang dipola untuk mencetak
calon pengurus di tingkat anak cabang atau level kecamatan. Silabi materinya
dirancang selama 4 (empat) hari yang terdiri dari materi wajib semisal Aswaja,
materi pokok semisal ke IPNU-IPPNU an dan materi penunjang semisal
keorganisasian.
b. Basic Training (Batra)
Yaitu training/pembinaan kader yang dipola untuk mencetak
calon pengurus di tingkat cabang atau level kabupaten. Silabi materinya
dirancang selama seminggu yang terdiri dari materi wajib, materi pokok, dan
materi penunjang, yang jenis materinya sama dengan Mentra tetapi bobot
materinya lebih berat daripada Mentra.
c. Intermediate Training (Intra)
Yaitu training yang dipola untuk mencetak kader pengurus
di tingkat wilayah atau level propinsi. Silabi materi dirancang selama 10 hari
yang jenis materinya sama dengan Batra tetapi bobotnya lebih berat.
d. Advance Training (Adtra)
Yaitu training yang dipola untuk mencetak kader pengurus di tingkat pusat
atau level negara. Silabi materinya selama 2 (dua) minggu dan jenis materinya
sama dengan Intra, namun bobot materinya lebih berat.
Realitas pelaksanaan dari 4 (empat) jenjang tersebut kurang terlaksana
dengan baik dikarenakan kurang konsistensinya dalam pelaksanaan pengkaderan
baik dari segi pemberian materi maupun syarat peserta dan peserta pelatihan itu
sendiri.
Paradigma konsep Banjarmasin ini menggabungkan antara kebijakan tentang
kaderisasi pengurus dengan konsep pembinaan kadernya sehingga jenjang
kaderisasi menyesuaikan struktur kepengurusan organisasi. Misalnya pengurus
cabang harus alumni Batra, pengurus wilayah harus alumni Intra, dan pengurus
pusat harus alumni Adtra. Asumsi konsep pembinaan kader ala Banjarmasin ini
adalah kader terbaik di organisasiadalah ketua, dimana proses munculnya ketua
adalah dari proses kompetisi antar kader pengurus melalui konferensi. Dengan
demikian, yang disebut dengan pembinaan kader adalah membina pengurusnya saja.
2. Pelatihan Non Formal
Pelatihan ini adalah Choacing Instruktur, yaitu pelatihan
khusus pelatih yang pesertanya adalah kader instruktur (pelatih) dan
pengurus, walhasil bahwa pimpinan/pengurus adalah kader yang serba bisa. Jadi
kader pimpinan sekaligus menjadi kader instruktur pelatihan.
Lokakarya kaderisasi dan manajemen tahun 1989 yang diadakan oleh Pucuk
Pimpinan IPNU-IPPNU di Jakarta memunculkan dua konsep pembinaan kader yang
motivasi kedua konsep tersebut adalah sama-sama untuk memperbaharui/memperbaiki konsep
pembinaan kader sebelumnya (ala konbes Banjarmasin). Kedua konsep
tersebut adalah :
Konsep materi lokakarya kader dan manajemen yang telah disiapkan oleh Pucuk
Pimpinan IPNU-IPPNU.
Konsep yang dibawa Tim IPNU-IPPNU Jawa Timur yaitu konsep tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengkaderan IPNU-IPPNU ala Cabang Jember.
Konsep materi lokakarya yang telah disiapkan oleh PP. IPNU-IPPNU pada
intinya sama dengan Buku Pembinaan Kader PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia) dan hanya berbeda nama jenjang pelatihannya saja, yaitu :
Pelatihan Formal
a.
Makesta (Masa
Kesetiaan Anggota) yang secara substantif sama dengan konsep Mapaba (Masa
Penerimaan Anggota Baru) ala PMII, yaitu forum untuk orientasi/pengenalan dasar
tentang IPNU-IPPNU.
b.
Lakmud (Latihan
Kader Muda) yang secara substantif sama dengan LKD (Latihan Kader dasar) ala
PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan dasar di organisasi IPNU-IPPNU. Asumsi
Lakmud ini adalah untuk memproduksi kader yang dipersiapkan sebagai calon
Pengurus Anak Cabang.
c.
Lakmad (Latihan
Kader Madya) yang secara substantif sama dengan LKL (Latihan Kader Lanjut) ala
PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan di tingkat menengah dengan asumsi bahwa
calon Pengurus Cabang haruslah alumni Latihan Kader Madya ini.
d.
Lakut (Latihan
Kader Utama) yang secara substantif sama dengan LKT (Latihan Kader Utama) ala
PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan tertinggi dengan asumsi bahwa calon Pengurus
Wilayah dan Calon Pengurus Pusat haruslah alumni Latihan Kader Utama..
Pelatihan Pelatih
Yaitu pelatihan khusus calon instruktur (Pelatih)
Yang dirancang untuk mencetak tenaga kader pelatih yang akan menangani
pelatihan-pelatihan.
Pelatihan Minat dan Bakat
Yaitu sama dengan pelatihan-pelatihan non formal ala PMII
yang memuat antara lain konsep tentang pelatihan jurnalistik atau pelatihan
lain yang dibutuhkan oleh anggota IPNU-IPPNU sasuai potensi, minat dan
bakatnya.
Perbandingan
terhadap kedua konsep tersebut akhirnya berhasil dikompromikan menjadi satu dan
ditugaskan penyempurnaan konsep kompromi tersebut kepada tim yang dipimpin oleh
rekan Drs. H. Afton Ilman Huda sebagai wakil dari PW. IPNU Jawa Timur dengan
anggota sebagai berikut : Tubagus Syaifullah (IPNU Cabang Lamongan), M.
Syaikhan SH (IPNU Cabang Surabaya), Drs. Muhit Efendi (Pucuk Pimpinan
IPNU), Dra. Soraya (Pimpinan Wilayah IPPNU Yogyakarta).
Tim ini
bekerja selama seminggu di kantor NU Wilayah Jawa Timur dan kemudian
melanjutkan penyempurnaan konsep kompromi tersebut hingga tuntas selama 19 hari
di Rungkut Surabaya. Penggarapan di Rungkut dilakukan pada tahun 1984 (tanggal
dan bulannya lupa) oleh rekan Drs. H. Afton Ilman Huda, Tubagus Syaifullah, dan
M. Syaikhan SH. Hasilnya adalah buku Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU sebagai
konsep sistem pembinaan kader. (Naskah asli dipegang rekan Afton Ilman Huda)
Konsep buku
Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU ini mengkompromikan antara substansi materi
menggunakan konsep Juklak pengkaderan IPNU-IPPNU ala Jember dan nama jenjang
pelatihannya menggunakan konsep PP. IPNU-IPPNU yang terjabarkan sebagai berikut
:
Makesta, yaitu forum orientasi dasar tentang IPNU-IPPNU
Pelatihan dasar kader yang disebut Lakmud (Latihan Kader
Muda) yang target out putnya yaitu :
a. Pembentukan watak (character
building)
b. Penyaringan potensi kader
setelah Lakmud inilah maka pembinaan kader selanjutnya
memilih salah satu di antara 3 (tiga) model pelatihan, yaitu :
Lakmad
(Latihan Kader Madya), yaitu pelatihan khusus kader kepemimpinan/pengurus
sehingga ada pengembangan skill dalam berorganisasinya.
Pelatihan
Pelatih, yaitu pelatihan khusus kader pelatih yang nantinya untuk mengelola
pelatihan di IPNU-IPPNU, sehingga semua pelatihan ditangani oleh kader yang
spesifik pelatih.
Pelatihan
Minat dan Bakat, yaitu pelatihan-pelatihan khusus yang memenuhi minat dan bakat
kader/anggota, contoh pelatihan jurnalistik, dan lain-lain. Pelatihanini yang
seharusnya banyak digarap karena hal tersebut menunjukkan komitmen kepedulian
IPNU-IPPNU terhadap langkah pembinaan anggotanya secara riil dan merupakan
esensi pengembangan SDM.
Khusus
alumni Pelatihan Pelatih dapat melanjutkan skillnya melalui Lakut (Latihan
Kader Utama) yang esensinya adalah lokakarya (Workshop), dimana di forum
ini dapat mencetak kader yang dapat memanage (mengelola) setiap pelatihan dan
mengaktualisasikan setiap pelatihan.
Konsep
sistem pembinaan kader ini berasumsi bahwa langkah pembinaan kader diawali dari
proses pelatihan dan dilanjutkan pada kegiatan-kegiatan pasca pelatihan,
sehingga dapat dimengerti bahwa nama bukunya adalah “Buku Pedoman Pelatihan”
dan bukan pengkaderan. Target-target yang direncanakan dalam setiap pengkaderan
akan terealisir apapbila kegiatan pasca pelatihan yaitu pembinaan kader dapat
dilakukan. Tidak mungkin kader dapat dicetak dengan baik melalui proses
pelatihan yang waktunya sedikit tersebut, sehingga target pencetakan kader
dapat terwujud apabila ada proses pembinaan kader yang waktunya panjang dan
dilkukan pasca pelatihan.
Sebenarnya
konsep tersebut menjawab harapan tentang pelatihan kepemimpinan/pengurus yang
lebih singkat/praktis dan tidak banyak jenjang, di samping karena
konsekuensinya terhadap paradigma pengmbangan SDM yang telah disepakati oleh
peserta lokakarya Jakarta tersebut. Dengan demikian pelatihan kepemimpinan yang
menjadi syarat bagi pengurus sebagaimana diatur PRT (Peraturan Rumah Tangga)
IPNU tinggal 2 (dua), yaitu Lakmud dan Lakmad saja dan bahkan hakikatnya cukup
Lakmad saja.
Problem yang
selalu ada dan selalu disampaikan pada forum-forum diskusi tentang pengkaderan,
misalnya :
a.
Mungkinkah konsep
ini tersosialisasikan di luar Jawa
b.
Mengapa pada Lakmud
alokasi waktunya ketat sehingga melelahkan fisik dan psikis peserta dan pelatih
c.
Mengapa syarat
menjadi ketua cabang harus alumni Lakmad
Problem-problem semacam di atas sebenarnya adalah “Problem kebijakan
organisasi”dalam konteks realisasi konsep tersebut dan bukan masalah
konsepnya itu sendiri, sehingga perlu kecermatan dalam mengklarifikasi masalah.
Dan ternyata hingga sekarang problem-problem yang disampaikan dalam berbagai
diskusi pengkaderan adalah masih seputar faktor kebijakan organisasi, yang
tidak mampu mensosialisasikan konsep secara lebih efektif.
Konsep buku Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU hasil kerja tim di atas
disampaikan pada PP. IPNU dan kemudian dijadikan materi komisi A yang membahas
tentang kaderisasi di forum Konferensi Besar (Konbes) Lampung pada tahun
1989. dan Konbes Lampung menetapkan bahwa konsep “Pedoman Pelatihan”
sebagai konsep buku pembinaan kader IPNU-IPPNU.
Buku pedoman pelatihan yang telah ditetapkan dalam Konbes Lampung tersebut
dikaji ulang melalui Lokakarya Pengkaderan tahun 1998 di Surabaya dan
dilanjutkan pembahasan secara intensif di Jakarta selama seminggu oleh rekan
Afton Ilman Huda bersama Pengurus Pusat IPNU-IPPNU. Ada revisi redaksional terhadap
konsep tersebut dan ada dua hal pokok yang mewarnai lokakarya tersebut, yaitu :
Masih dominannya wacana tentang paradigma pembinaan kader yang masih
mengedepankan “jenjang pelatihan seiring dengan jenjang kepengurusan”
sehingga paradigma berfikirnya adalah strukturalis approach. Wacana
ini sama dengan paradigma ala Banjarmasin. Contoh, Pengurus Wilayah harus
alumni Lakut, Pengurus Cabang harus alumni Lakmad, sebagaimana pembinaan kader
adalah visi pengembangan SDM.
Problem-problem yang disampaikan kebanyakan peserta adalah terfokus pada
problem kebijakan organisasi dan bukan pada problem konsep itu sendiri, tetapi
uniknya peserta lokakarya menganggap bahwa problem utamanya adalah pada problem
konsep sehingga perlu merevisi konsep. Sebenarnya revisi konsep tersebut perlu
dilakukan sebagai suatu proses aktualisasi, asal yang melakukannya adalah
kader-kader yang kompeten dalam bidang pengkaderan.
Dari beberapa revisi redaksional tersebut lalu disajikan oleh PP.
IPNU-IPPNU sebagai materi Konbes Jakarta tanggal 19-21 September 1998, dan
konsep tersebut ditetapkan menjadi Pedoman Pengkaderan dan Rekomendasi
IPNU-IPPNU (hasil Konbes IPNU-IPPNU di Jakarta tahun 1989).
Kongres XIV Sukolilo Surabaya yang memutuskan kembalinya akronim “Putra”
menjadi “Pelajar” dari akronim IPNU, merupakan salah satu determinan
faktor untuk mereview signifikansi kelaikan buku pedoman pengkaderan IPNU dari
hasil Konbes Jakarta dengan target group seperti yang diamanatkan dalam kongres
Surabaya tersebut. Oleh karena itu bidang pengkaderan PP. IPNU bekerjasama
dengan bidang pengkaderan PP. IPPNU membentuk tim review dan perumus untuk
merekonstruksi buku Pedoman Pengkaderan. Tim tersebut terdiri dari Saman Hudi,
Arifin Nur Budiono, Muhammad Mustafid Amna (IPNU), Maghfiroh, Erna (IPPNU) yang
mengawali diskusi pembedahan materi pada tanggal 25-28 oktober 2003 di Wisma
Haji Jl. Jaksa Jakarta, pertemuan kedua di rumah rekanita Devi (Jakarta) pada
tanggal 31 Januari-03 Februari 2004, dan pertemuan ketiga yang membahas
finalisasi materi pra workshop, dilaksanakan pada tanggal 15-17 Mei 2004 di
Jakarta. Hasil pembedahan materi yang ketiga tersebut merupakan pembahasan
final di tingkat tim.
Selanjutnya untuk menyempurnakan sekaligus sosialisasi awal materi pedoman
pengkaderan tersebut diselenggarakan Workshop Pengkaderan IPNU di Pondok
Pesantren Al Masthuriyah Sukabumi Jawa Barat pada tanggal 19-21 Mei 2004 dengan
mengundang seluruh ketua bidang pengkaderan atau ketua tim pelatih PW. IPNU se
Indonesia dimana acara tersebut sebenarnya merupakan bagian acara pra Rakernas
I Pekanbaru. Hasil pembahasan materi pengkaderan pada forum workshop tersebut
kemudian dibawa pada forum Rakernas I IPNU tanggal 15-18 Juni 2004 di Pekanbaru
Riau dan kemudian diputuskan melalui sidang pleno sebagai “Buku Pedoman Pengkaderan
IPNU”.
Sebagai upaya untuk mengawal terlaksananya pengkaderan yang konsisten dan
percepatan sosialisasi dari buku pedoman pengkaderan tersebut, maka dibutuhkan
dua agenda besar yakni pembentukan tim pelatih nasional dan pembuatan hand
out/materi standard. Mudah-mudahan upaya tersebut dapat terwujud dalam waktu
dekat dalam masa khidmat ini, tentunya dukungan rekan di seluruh Indonesia dan
kekompakan tim sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
F. TUJUAN
Tujuan diterbitkannya buku ini adalah untuk memberi petunjuk dan arahan
bagi penyelenggaraan pelatihan mulai dari jenjang Makesta sampai pada tingkat
Latpel, baik dari segi teknis penyelenggaraan maupun dari segi sistem latihan.
Dengan adanya buku ini mudah-mudahan pengurus (penyelenggara),
pelatih dapat dengan mudah memahami dan menyelenggarakan pelatihan yang
diinginkan. Suatu hal yang perlu diperhatikan, buku pedoman pengkaderan ini
disusun sebagai standard nasional yang memungkinkan untuk diselenggarakan di
seluruh daerah di Indonesia. Namun demikian, kita masih memberi ruang bagi tim
pelatih di daerah untuk berkreasi sesuai dengan kebutuhan lokal (konteks
lokal), sehingga pelatihan yang diselenggarakan dapat memenuhi kebutuhan
organisasi dan kader.
Untuk menjaga mutu pelatihan maka dibutuhkan konsistensi dan konsekuensi
baik dari penyelenggaraan maupun dalam penerapan sistem pelatihan yang telah
ditentukan (misalnya syarat peserta latihan dan follow up –kegiatan
lanjutan- pasca latihan sebagai bentuk perawatan kader).
G. MENGAPA KADERISASI PENTING?
Sistem
pengkaderan dan kaderisasi merupakan kunci utama untuk merespons semua
tantangan kedepan baik internal maupun eksternal IPNU. Respons reaksioner atau
parsial terhadap perubahan bukan hanya beresiko gagal, namun akan menambah
kompleksitas persoalan organisasi. Sering kita mendengar keluhan, curhat,
maupun hujatan tentang kelemahan organisasi seperti lemahnya manajemen,
profesionalisme, dan lainnya dan ini terjadi berulang kali.
Pertanyaannya,
mengapa tetap berulang dan menjadi lingkaran setan? Hal tersebut salah satu
akibat yang paling mendasar dari kurangnya sinergitas penguatan kelembagaan
IPNU dengan proses kaderisasi. Seharusnya perbaikan apapun atau rekonstruksi
apapun di IPNU harus dimulai dari hal yang paling mendasar, yaitu kaderisasi.
Sebab kaderisasi adalah perangkat sistemik yang menjamin lahirnya generasi
penerus dan merupakan ujung tombak yang akan meneruskan estafet organisasi.
Tanpa kaderisasi, sebuah organisasi hanya akan menunggu saat kematiannya,
menunggu kehancurannya. Suatu generasi bukanlah tetap, namun terus berganti.
Sehebat apapun hasil kerja generasi sebelumnya, tanpa menyiapkan lapis penerus,
kemerosotanlah yang akan ditemui.
Sebaliknya,
seminimal apapun organisasi, namun menyiapkan generasi penerus yang tangguh,
maka kemungkinan besar akan mengalami era kebangkitan. Dimulai dengan akan
terjadinya akumulasi gerakan sampai dengan terkonsolidirnya suatu organisasi.
Arah dan gerak organisasi mulai terarah, terukur, dan terkendali. Kaderisasi
akan mampu membangun mekanisme kerja baru di organisasi yang mampu keluar dari
beban sejarah, lingkaran setan persoalan klasik, dan dengan tegar menyongsong
zaman baru. Apa yang dipersiapkan dalam kedarisasi yang baik akan terus
berdialektika, berkembang secara dinamis. Di sinilah pentingnya kaderisasi.
Kaderisasi menciptakan, pelaku, kader, dan pelopor gerakan. Mereka yang akan
mengembangkan dan memajukan perjuangan organisasi. Seperti apa kekuatan sebuah
organisasi ke depan dapat dilihat saat ini, dengan melihat kekuatan kaderisasinya.
Demikian pula saat suatu organisasi memberikan respons terhadap tantangan ke
depan, hanya efektif dan kuat jika diterjemahkan dalam proses-proses
kaderisasi.
H. BAGAIMANA MEMAHAMI BUKU INI
Buku ini disusun dan dirumuskan dalam sejarah yang hidup (living history)
saat ini, dalam realitas yang sedang berjalan (working reality) dengan
harapan dapat menjadi pedoman dalam memahami zaman dan menjawabnya. Buku ini
merupakan paduan antara normatifitas dan historisitas, paduan antara idealisme
dan tantangan realitas sosial yang melingkupinya, antara kekuatan relasional
dan kekuatan sejarah yang lain (social forces).
Buku ini dirancang untuk membekali kader IPNU sebagai ujung tombak
perjuangan, penggerak organisasi, dengan seperangkat basis nilai perjuangan
atau pijakan ideologis, kemampuan melakukan analisa sosial yang tajam,
kekuatan leadership dan manajerial yang memadai, militan,
disiplin, dan kolektivitas yang tinggi.
Berbagai bekal kader tersebut harus dipahami dalam konteks globalitas,
nasionalitas dan relijiusitas dengan pengalaman sejarah masa lampau IPNU serta
tantangan dan visi misi IPNU ke depan di sisi lain. Kaderisasi adalah program
untuk menghasilkan seorang kader, yang dapat diandalkan sebagai penggerak
organisasi. Organisasi merupakan alat perjuangan untuk mewujudkan citra diri
kader IPNU dan mendorong perubahan sosial menuju tatanan berkeadilan,
demokratik, dan sejahtera.
Buku ini dirancang dalam konteks tantangan kepungan globalisasi, problema
nasional kebangsaan, dan realitas internal IPNU itu sendiri. Satu hal penting
yang harus dipahami adalah memahami posisi IPNU sebagai salah satu sayap dari
gerakan sosial NU. IPNU harus dipahami sebagai bagian dari gerakan besar dan
garda depan NU yang sinergis, bukan gerakan tersendiri dan terpisah dari
lainnya. Karenanya kader yang hendak dibentuk merupakan kader yang memang
dibutuhkan dalam konteks format gerakan IPNU, sebagai bagian dari keluarga
besar NU.
Untuk memahami buku ini, dibutuhkan pemahaman akan 4 (empat) hal
sekaligus. Pertama, memahami NU sebagai gerakan sosial yang di
dalamnya IPNU merupakan salah satu dari sub-sistemnya. Kedua,
realitas globalisasi, terutama tantangan-tantangan globalisasi. Ini sangat
penting, sebab di era ini hampir tidak ada fenomena yang tidak terkait dengan
kekuatan global. Pemahaman ini setidaknya untuk membangun sikap kritis di
kalangan pelajar, terhadap globalisasi. Ketiga, melacak sejenak
sejarah perjuangan IPNU untuk merebut maknanya. Dengan memahami sejarah, kita
tidak akan mengalami krisis identitas, tidak mengalami keterputusan sejarah,
dan dapat belajar dari berbagai kegagalan dalam sejarah. Sebab sejarah
merupakan patahan-patahan peristiwa masa lampau yang menyimpan makna dan hikmah
mendalam. Pentingnya memahami sejarah dalam perspektif kita dilatarbelakangi
oleh penulisan sejarah nasional yang secara sistematik meminggirkan peran
penting NU dalam perjalanan bangsa. Maka, IPNU dituntut memahami sejarah
menurut cara pandangnya sendiri.
Keempat, memahami repositioning IPNU dalam
konteks gerakan sosial. NU, dengan melaihat konfigurasi gerakannya, dapat
dikelompokkan menjadi salah satu bentuk gerakan sosial baru dengan fokus dan
konsentrasi yang beragam, kompleks, baik sektoral maupun non-sektoral.
Kesadaran relasional akan posisi IPNU sebagai organisasi yang berbasis pelajar
menjadi agar kerja-kerja IPNU menjadi fokus, konsentrasi, akumulatif, dan
tidak overlapping dengan organ NU lainnya.
I. SISTEMATIKA
Dalam penyusunan buku Pedoman Pengkaderan Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama memuat beberapa bagian yang terdiri dari :
Bab I : Pendahuluan
Pada bagian ini memuat latar belakang, realitas kader
pelajar NU, Paradigma Pengkaderan IPNU, Kualifikasi Kader Ideal, Sejarah
Perkembangan Sistem Pengkaderan IPNU, Tujuan, Mengapa Kaderisasi Penting,
Bagaimana memahami buku ini, dan Sistematika Buku Pedoman Pengkaderan IPNU.
Bab II : Ketentuan Umum
Dalam bab ini dijelaskan Pengertian, Fungsi Latihan dan
Unsur-Unsurnya yang berkaitan erat dengan proses latihan secara sistematis dan
metodenya.
Bab III : Teknis Penyelenggaraan
Latihan dan Manajemen Perawatan Kader
Dalam bab ini disampaikan penjelasan operasional material
dari proses penyelenggaraan latihan pada tiap-tiap jenjang serta manajemen
perawatan kader pasca latihan.
Bab IV : Penutup
Merupakan kata akhir dari penyusunan buku Pedoman
Pengkaderan IPNU.
BAB II
KETENTUAN UMUM
A. PENGERTIAN
1. Pelatihan
Adalah upaya sadar dan sistematis dalam mengembangkan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan tertentu sebagai potensi manusia untuk
melaksanakan tugas tertentu. Upaya ini bersifat proses berjenjang yang diawali
oleh suatu aktivitas tertentu, dalam waktu tertentu dan pada tempat tertentu
pula.
2. Anggota
Anggota adalah potensi IPNU yang secara resmi diproses
melalui makesta (Masa Kesetiaan Anggota). Fungsi anggota adalah komponen
pendukung mobilitas organisasi yang utama dan merupakan lahan sumberdaya
manusia yang perlu dikembangkan. Anggota berhak mengikuti latihan pilihan yakni
latihan profesi yang diselenggarakan oleh IPNU dalam rangka membekali skill profesi
bagi anggotanya.
3. Kader
Kader adalah anggota yang telah mengikuti Latihan Kader
Muda (Lakmud) dan berhak untuk masuk dalam ruang kompetisi kader di berbagai
tingkat kepengurusan di IPNU.
4. Pelatih
Pelatih adalah orang yang memberikan bantuan dalam proses
pelatihan, berupa panduan secara intensif dan sistematis kepada peserta latihan
untuk mencapai tujuan suatu latihan. Fungsi pelatih sebagai :
a. Komunikator,
yaitu fungsi informatif bagi peserta
b. Fasilitator, yaitu
fungsi penyedia sarana fisik dan psikis
c. Inovator,
yaitu fungsi stimulator terhadap peserta dalam mencapai target latihan sebagai
bagian kebutuhan organisasi dan kebutuhan kader
d. Emansipator, yaitu
fungsi mengangkat potensi peserta pada perkembangan yang lebih baik dalam
kesederajatan
e. Motivator,
yaitu fungsi pemberi dorongan terhadap perkembangan peserta
f. Organisator,
yaitu fungsi mengatur prosesi pelatihan dan unsur-unsur terkait yang menjadi
bagian dari pelatihan
g. Evaluator, yaitu
fungsi mengawasi dan memberikan umpan balik bagi kebutuhan peserta.
Oleh karena itu, pelatih dituntut mempunyai sikap EMPATY (melebur
diri), RESPEK (memberi perhatian), WAJAR, TIDAK MENGGURUI,
TIDAK SOK AHLI, TIDAK SUKA MENDEBAT, dan lain-lain.
5. Narasumber
Narasumber yaitu orang memppunyai pengetahuan atau
spesifikasi di bidang ilmu pengetahuan tertentu, dan berfungsi memberikan
pengetahuan bagi peserta.
6. Pembina Kader
Adalah orang yang secara sadar dan sistematis berusaha
terus menerus menjaga dan memberi perhatian pada anggota dan kader sehingga
kemauan, semangat, dan pengetahuannya tetap berkembang. Fungsi pembina kader
adalah menjaga kelestarian hasil suatu latihan untuk mencapai suatu tujuan.
Pembina kader meliputi Pelatih, Pimpinan Organisasi (Bidang dan Departemen
pengkaderan di masing-masing tingkat struktur kepengurusan IPNU.
B. TUJUAN
Tujuan dari buku ini merupakan penjabaran dari tujuan
mulia yang tercantum dalam Peraturan Dasar IPNU, yakni “terbentuknya pelajar-pelajar
bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT., berilmu pengetahuan, berakhlaq mulia
dan berwawasan kebangsaan serta bertanggung jawab atas tegak dan terlaksananya
syari’at Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945”.
Tujuan ini kemudian dijadikan pijakan ikhtiar operasional
organisasi dalam menghimpun dan membina pelajar Nahdlatul Ulama demi
terbentuknya kader-kader kritis, kratif, profesional, dan berakhlaqul
karimahsebagai generasi penerus perjuangan bangsa dan agama.
C. JENJANG PELATIHAN
Untuk memenuhi kebutuhan kader dan kebutuhan organisasi
maka pelatihan-pelatihan yang diadakan di IPNU adalah pelatihan yang sifatnya
berjenjang dan pilihan. Berjenjang artinya dalam proses pelaksanaannya, peserta
yang ingin mengikuti pelatihan tersebut dengan syarat-syarat tertentu yang
mengikat dan bersifat kontinyu. Pelatihan tersebut terdiri dari :
1. Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA)
Pelatihan ini dimaksudkan sebagai gerbang awal pengenalan
organisasi IPNU kepada calon anggota serta mengarah pada perubahan jiwa, sikap,
mental serta menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya suatu organisasi dalam
kehidupan bermasyarakat serta secara resmi merupakan proses untuk menjadi
anggota IPNU
2. Latihan Kader Muda (LAKMUD)
Pelatihan ini merupakan pelatihan yang menekankan pada
pembentukan watak, motivasi pengembangan diri, rasa memiliki organisasi dan
keterampilan berorganisasi serta upaya pembentukan standard kader
3. Latihan Kader Utama (LAKUT)
Pelatihan ini merupakan pelatihan yng membentuk idealisme
kader sehingga mampu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan skill organisasi
secara optimal.
Sedangkan latihan pilihan adalah bentuk pelatihan yang
memberikan alternatif bagi anggota dan kader dalam memilih pengembangan potensi
dirinya. Latihan pilihan ini dibagi dua, yakni Latihan Pelatih dan Latihan
Profesi.
1. Latihan Pelatih (LATPEL)
Pelatihan yang menitikberatkan pengmbangan skill dan
wawasan tentang tata cara dan proses melatih dalam rangka mempersiapkan tenaga
pelatih di lingkungan organisasi IPNU berdasarkan kebutuhan kader dan kebutuhan
organisasi. Untuk Latihan Pelatih I (Latpel I) syaratnya adalah harus pernah
mengikuti Lakmud. Out put Latpel I mempunyai kewenangan melatih di tingkat
Makesta dan Lakmud. Sedangkan Latihan Pelatih II (latpel II) syaratnya adalah
harus pernah mengikuti Lakut. Out put Latpel II mempunyai kewenangan melatih di
semua tingkat jenjang pelatihan. Dari Latpel I dan Latpel II tidak ada garis
jenjang yang berstruktur, artinya Latpel II tidak mensyaratkan harus mengikuti
Latpel I. Dikatakan latihan pilihan karena tidak semua kader harus mengikuti
latihan tersebut, tapi hanya diperuntukkan bagi kader yang berkeinginan
mengembangkan potensinya dalam bidang kepelatihan.
2. Latihan Profesi
Merupakan latihan yang disediakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan anggota dan keder untuk mengembangkan profesinya sesuai dengan
kebutuhan kader dan organisasi. Esensi dari latihan ini adalah memberikan bekal
dasar skill dan pengetahuan yang cukup kepada anggota dan kader, sebelum
anggota dan kader tersebut terjun dalam ruang publik sesuai dengan pilihannya.
Pelatihan tersebut misalnya, Pelatihan Jurnalistik, Pelatihan Kepartaian,
Pelatihan Da’i Muda, Pendidikan dan Pelatihan Peneliti Muda, dan lain-lain.
Pelaksana Pelatihan Profesi adalah bidan dan departemen yang bersangkutan dan
diatur di tingkat struktur kepengurusan masing-masing.
Rekruitmen merupakan suatu proses yang menjadi pola dan strategi dalam
meraih simpati dan empati awal dari calon anggota terhadap IPNU. Sebagai suatu
pola dan strategi, maka pendekatan yang digunakan merupakan hak dan kreatifitas
di masing-masing daerah sesuai dengan karakteristik calon anggota yang ada,
bisa dengan pendekatan personal maupun pendekatan kelembagaan (dalam arti
kegiatan-kegiatan formal).
Dalam buku pedoman ini disampaikan contoh pola rekruitmen bagi calon
anggota dengan pendekatan kelembagaan yakni MOP (Masa Orientasi Pelajar).
Menjadi suatu kelaziman bagi sekolah-sekolah SMP dan SMA di setiap awal tahun
ajaran barunya menyelenggarakan kegiatan yang dikemas dengan bentuk orientasi
atau lazim diberi label MOS (Masa Orientasi Siswa). Dalam kegiatan rutin dan
konvensional ini, IPNU secara kelembagaan dapat menawarkan diri sebagai
pengelola kegiatan tersebut dengan menurunkan Tim Pelatihnya pada masing-masing
sekolah yang membutuhkan.
Dari hasil pendekatan tersebut dapat kita lihat, ketika sekolah yang
bersangkutan menerima dengan tingkat resistensi yang tinggi, maka dalam
kegiatan ini kita hanya menawarkan jasa sebagai pengelola pelatihan sambilalu
melakukan pendekatan personal kepada siswa-siswi peserta MOS untuk
memperkenalkan IPNU, namun bila dalam penawaran terlihat resistensi yang rendah
dan menerima penuh maka alangkah baiknya kegiatan MOS tersebut diformat menjadi
kegiatan MOP tentunya dengan berbagai pertimbangan kebutuhan antara kedua belah
pihak.
Bagi cabang IPNU yang telah lama menjalin kerjasama dengan lembaga
pendidikan, maka hal tersebut akan menjadi hal yng tidak perlu dirisaukan, namun
akan berbeda pendekatannya bagi cabang IPNU yang selama ini belum atu kurang
menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Oleh karena
itu, rekruitmen sebagai suatu pola dan strategi akan menuntut kepiawaian
pengurus dan lembaga dalam menjajakan (mengenalkan) kepada “pasar” masyarakat
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya. Walhasil pola-pola terebut
menjadi kebijakan organisasi di tingkatannya masing-masing yang tidak ada
keharusan untuk mengeneralisir pola dan strategi tersebut.
D. ATURAN PELAKSANAAN
PENGKADERAN
Untuk menjaga kontinuitas pengkaderan dan produktifitas
kader secara komprehensif, maka perlu adanya komitmen bersama dari jajaran
kepengurusan IPNU sebagai penyelenggara pengkaderan dalam menjalankan proses
pengkaderan. Oleh karena itulah setiap periode (masa khidmat) kepengurusan di
setiap tingkatan wajib melaksanakan pelatihan minimal satu kali, dengan
ketentuan sebagai berikut :
1.
Masa Kesetiaan
Anggota (MAKESTA) diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting (PR) atau Pimpinan
Komisariat (PK) dan atau diselenggarakan secara bersama oleh beberapa PR atau
PK. Jika PR atau PK belum terbentuk atau tidak mampu, maka Makesta boleh
diselenggarakan oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC).
2.
Latihan Kader Muda
(LAKMUD) diselenggarakan oleh PAC atau diselenggarakan secara bersama oleh
beberapa PAC. Jika PAC tidak mampu, maka Lakmud boleh diselenggarakan oleh
Pimpinan Cabang (PC)
3.
Latihan Kader Utama
(LAKUT) diselenggrakan oleh PC atau diselenggarkan secara bersama oleh beberapa
PC, berkoordinasi dengan Pimpinan Wilayah (PW). Lakut juga boleh
diselenggarakan oleh PW.
4.
Latihan Pelatih
(LATPEL) I diselenggarakan oleh PC. Pelatih yang dihasilkan dalam Latpel I
hanya memiliki kewenangan untuk menjadi Pelatih/Fasilitator pada jenjang
Makesta dan Lakmud.
5.
Latihan Pelatih
(LATPEL) II diselenggarakan oleh PW. Pelatih yang dihasilkan dalam Latpel II
memiliki kewenangan untuk menjadi Pelatih/Fasilitator pada jenjang Makesta,
Lakmud, dan Lakut.
Sesuai dengan harapan kita, baha pengkaderan merupakan ruh dari organisasi
yang melaksanakan produksi kader secara simultan dan sistemik, harapan
mewujudkan kader yang kritis, kreatif, profesional, danberakhlaqul
karimah, merupakan tanggungjawabsemua penyelenggara baik panitia, pelatih,
maupun pimpinan IPNU struktural.
Oleh karena itu, materi-materi yang bersifat pemantapan ruhani dan sentuhan
spiritual seperti shalat berjama’ah, shalat tahajjud, shalat dluha,
yasinan tahlil, dan lain-lain, bukan merupakan bagian dari materi yang
harus dicantumkan, namun suatu kegiatan yang harus dilaksanakan dalam seluruh
prosesi pelatihan dari semua jenjang tingkatan pengkaderan. Ruang partisipasi
dan kreatifitas tim pelatih di daerah dibuka lebar untuk memformat
materi-materi yang bersifat pemantapan ruhani tersebut, artinya bentuk dan
prosesi kegiatan diserahkan sepenuhnya kepada tim pelatih yangdisesuaikan dengn
kultur dan kebutuhan di masing-masing daerah penyelenggara.
E. PENDEKATAN PELATIHAN
1. Pendekatan Latihan partisipatif
Adalah salah satu pendekatan proses belajar mengajar yang
melibatkan peserta secara aktif dan dinamis. Dalam hal ini pelatihan diarahkan
pada proses membantu peserta agar terlatih dalam rangka mengembangkan potensi
yang dimilikinya. Latihan merupakan laboratorium informasi, sehingga informasi
dan peristiwa yang ditangkap kemudian direfleksikan oleh peserta untuk diproses
menjadi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkannya.
Pendekatan ini menerapkan prinsip, konsep pendidikan yang
berimbang pada ANDRAGOGI (pendidikan ala orang dewasa), PAEDAGOGI (pendidikan
ala anak-anak), SOSIOLOGI (pendidikan kemasyarakatan), dan PSIKOLOGI
(pendekatan kejiwaan).
Pendekatan ini mendasarkan pada prinsip :
Prinsip “pengalaman adalah guru yang terbaik”
·
Saya dengar
maka saya lupa
·
Saya lihat
maka saya ingat
·
Saya lakukan maka
saya paham
Dasar pengalaman berstruktur
·
Peserta
melakukan/mengalami
·
Peserta
mengungkapkan penglamannya
·
Peserta menganalisa
·
Peserta
menyimpulkan
·
Peserta menerapkan
kembali
·
Pendekatan
doktriner (kondisional/disesuaikan kebutuhan)
2. Pendekatan Humanistik
Adalah sintesa dari pendekatan Paedagogi, dengan
pengertian :
A.
Sumber belajar
adalah pengalaman peserta itu sendiri. Pelatih membantu menyimpulkan dan
mensistematisir pengalaman itu. Karena itu orientasinya ditekankan pada proses
belajar dan isi makna proses itu.
B.
Perencanaan materi
latihan dipusatkan oleh peserta. Pelatih membantu menyusun dalam sekuen (urutan
penyajian dan menempatkannya dalam konfigurasi latihan sesuai dengan
identifikasi kebutuhan dan tujuan latihan).
C.
Belajar dipandang
sebagai pemahaman masalah (problem solving) dan membulatkan pengetahuan
serta pengalaman dengan informasi dari narasumber atau pelatih. Dengan
demikian, proses latihan merupakan proses penemuan dan pemecahan masalah serta
sekaligus proses transformasi pengetahuan dan pengalaman.
F. METODE PELATIHAN
·
Metode Ceramah :
adalah penyampaian informasi yang sifatnya searah. Penceramah memberikan
keterangan dan peserta mendengarkan.
·
Metode Diskusi :
adalah suatu cara penyampaian materi, dimana pelatih memberi kesempatan kepada
peserta untuk mengadakan perbincangan tentang pokok bahasan, dikaitkan dengan
pengalamannya, pendapatnya, juga saling mengoreksi pemahamannya agar dapat
diterima lebih baik.
·
Diskusi Kelompok :
adalah salah satu jenis diskusi dimana peserta diskusi terbagi dalam beberapa
kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari beberapa orang antara 3 – 6 orang
peserta.
·
Curah
Pendapat/Bursa Gagasan (brainstorming) : adalah suatu bentuk diskusi,
dimana prosesnya adalah satu orang pelatih memberikan/melontarkan permasalahan
dan orang lain (peserta) memberikan ide-ide baru tanpa diberi komentar, dan
dilakukan secara bebas dan spontan. Diskusi ini melatih keberanian berpendapat,
pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.
·
Metode Bermain
Peran (Role Playing) : adalah suatu kejadian tertentu yang dirancang
dengan pelaku yang diambil dari peserta latihan. Berbagai watak dimunculkan
oleh tokoh-tokoh yang telah ditetapkan untuk kemudian dibahas dan disarikan
sebagai pelajaran. Hendaknya permainan peran dipersiapkan lebih matang dan
tidak memaksakan peran pada peserta.
·
Metode Meta Plan :
adalah suatu diskusi dengan memakai papan plano dan tidak banyak menggunakan
lisan, melainkan ungkapan peserta melalui tulisan untuk kemudian
diklasifikasikan dengan aspek-aspek yang bersesuaian.
·
Metode Studi Kasus
(Case Study) : adalah penyajian bahan latihan dengan menggunakan kasus
atau kejadian-kejadian di masyarakat baik bersifat positif maupun yang negatif.
Kasus tersebut disajikan kepada peserta latihan untuk dibahas bersama.
Kesimpulan dari hasil dan proses pembahasan merupakan pelajaran.
·
Metode simulasi (Game/Permainan)
: adalah menciptakan suasana tertentu dari kenyataan hidup yang sesungguhnya
dalam bentuk permainan melalui instrumen tertentu.
·
Diskusi Reflektif :
adalah diskusi secara spontan/ bebas untuk mengutarakan pengalaman dan
pendapatnya.
·
Metode Demonstrasi
: adalah mempraktekkan sesuatu yang sudah direncanakan.
·
Metode Angket/Kuis
: adalah pengamatan dalam bentuk pertanyaan tertulis.
·
Metode lokakarya :
adalah diskusi sampai menghasilkan suatu karya nyata.
·
Metode Praktek
Kerja : adalah mempraktekkan sesuatu dalam wujud kerja lapangan.
·
Metode Observasi :
adalah mengamati sesuatu secara langsung ke lapangan.
G. MATERI LATIHAN
Bertitik tolak dari output kader yang hendak diharapkan,
maka materi pengkaderan IPNU diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Materi Ideologi
A.
Ke NU an
B.
Aswaja
C.
Ke IPNU an
2. Materi Wawasan Keilmuan
a.
Analisis Sosial
b.
Studi Problematika
Pendidikan di Indonesia
c.
Pemahaman Ideologi
Dunia
d.
Studi Gender
3. Materi Keterampilan Teknik
a.
Keorganisasian
b.
Manajemen
Organisasi
c.
Kepemimpinan
(leadership)
d.
Manajemen Keuangan
e.
Strategic Planning
(Rencana Strategis/Renstra)
f.
Manajemen Program
g.
Teknik Pembuatan
Proposal
h.
Metode
Pengorganisasian Pelajar
i.
Networking dan
Lobbying
j.
Scientific Problem
solving (SPS)
k.
Manajemen Konflik
l.
Komunikasi
m.
Kerjasama
n.
Teknik Diskusi dan
Persidangan
4. Muatan Lokal
Muatan lokal meliputi materi-materi yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan kompetensi daerah masing-masing.
5. Pelatihan Profesi
Materi pelatihan profesi disesuaikan dengan kebutuhan
kader dan organisasi di setiap tingkatan organisasi IPNU. Sebagai contoh :
Pelatihan Jurnalistik, Pelatihan Advokasi, Pelatihan Kewirausahaan, Pelatihan
Kesekretariatan/Administrasi, Pelatihan Kepartaian, Pelatihan Human Relation
and Development (HRD), Pelatihan Event Organizer, dan lain-lain.
H. MEDIA LATIHAN
Untuk menjadikan pelatihan menarik dan diminati, maka
pada proses latihan perlu dilengkapi dengan media latihan yang cukup memadai,
antara lain :
1.
papan Tulis (white
board/black board)
2.
Kapur Tulis
3.
Spidol Kecil atau
Spidol Besar
4.
Kertas Plano
5.
proyektor
6.
In Focus
7.
Kaset/CD Rekaman Peristiwa,
Cuplikan Peristiwa,
8.
Alat Penunjang
Latihan lainnya
I. EVALUASI LATIHAN
1. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Sebelum melakukan evaluasi latihan perlu dipahami
beberapa prinsip dasar evaluasi, antara lain :
a.
Evaluasi dalam
latihan partisipatif merupakan bagian integrasi proses belajar dari semua pihak
yang terlibat, terutama bagi peserta, pelatih dan penyelenggara latihan.
b.
Evaluasi merupakan
bagian integral proses belajar, arahan evaluasi adalah demi perbaikan (yang
bersifat formatif) dan demi pertanggungjawaban (yang bersifat sumatif).
Jadi bukan untuk menghakimi atau menentukan siapa yang benar, siapa yang salah
atau siapa yang pandai dan siapa yang bodoh.
c.
Arahan evaluasi
demi perbaikan dan pertanggungjawaban, maka pelaksanaannya dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
·
Dengan saling
mengevaluasi
·
Melakukan evaluasi
diri atau mengadakan refleksi
d.
Evaluasi
dilaksanakan secara berkala, maksudnya kalau ada penyimpangan yang merugikan
segera dapat dikoreksi dan diperbaiki.
e.
Pada dasarnya,
evaluasi dilaksanakan baik pada tahap pra latihan, tahap pelaksanaan latihan
dan tahap pasca latihan. Karena tugas yang harus ditunaikan di setiap tahap
berbeda satu sama lain, maka pertanyaan evaluasi serta tujuannya juga berbeda
di antara tahap yang satu dengan yang lain.
2. Manfaat Evaluasi
Tidak dapat disangkal lagi bahwa evaluasi latihan banyak
membawamanfaat, antara lain :
a.
Sebagai masukan
bagi proses latihan yang sedang berlangsung
b.
Untuk masukan bagi
penyempurnaan pelaksanaan latihan di masa yang akan datang
c.
Untuk menyajikan
fakta tentang tingkat keberhasilan latihan kepada berbagai pihak dalam rangka
memberikan pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan latihan.
3. Tujuan Evaluasi
Selama kurun waktu latihan, evaluasi dilaksanakan
berulang kali untuk berbagai tujuan. Dengan demikian setiap kali melaksanakan
evaluasi pada dasarnya mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Tetapi secara umum
dapatlah dikatakan bahwa tujuan evaluasi latihan adalah :
a. Untuk
mengetahui tingkat perubahan kognitif (pengetahuan), sikap, dan tingkah laku
peserta latihan
b. Untuk mengetahui
efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan latihan
4. Sasaran Evaluasi
a.
Prestasi belajar
peserta dengan titik berat pada perkembangan sikap/tingkah laku, pengetahuan
dan keterampilan
b.
Efisiensi dan
efektifitas penyelenggaraan latihan
BAB III
TEKNIS PENYELENGGARAAN LATIHAN
dan MANAJEMEN PERAWATAN KADER
A. TAHAPAN PERSIAPAN PROSESI
PENYELENGGARAAN LATIHAN
Teknis penyelenggaraan latihan adalah serangkaian
kegiatan suatu latihan sejak perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan
pelaporannya. Teknis penyelenggaraan suatu latihan ini dikelompokkan pada 3
(tiga) tahap, yaitu :
Tahap pra latihan
Tahap pelaksanaan latihan
Tahap pasca latihan (tindak lanjut)
Dan pelaksanaan suatu latihan dikatakan berhasil apabila
tahapan-tahapan tersebut dapat terlaksana dengan baik.
1. Tahapan Pra Latihan
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a. Analisa
Kebutuhan Latihan
Suatu latihan diselenggarakan bukanlah hanya untuk
sekedar memenuhi suatu program yang telah dijadwalkan, tetapi sifat latihan
tersebut haruslah merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan. Kebutuhan ini bisa
berbentuk tuntutan atau kebutuhan organisasi atau kebutuhan kader, misalnya :
kebutuhan organisasi akan adanya tim pelatih, kebutuhan kader yang akan
didistribusikan di ruang publik, dan lain-lain.
b. Konsultasi Dengan
Pengurus/Pimpinan Organisasi
Hal ini dimaksudkan agar suatu latihan yang akan
diselenggarakan dapat direncanakan secara baik, apabila dilakukan koordinasi
dengan pimpinan organisasi.
c. Pembentukan
Panitia
Panitia dibentuk oleh pimpinan organisasi yang dikuatkan
dengan surat keputusan. Panitia tersebut terdiri dari Sterring Committe (SC)
dan Organizing Committe (OC). Panitia SC bertugas menyusun, menyiapkan dan
mengoperasikan hal-hal yang terkait dengan materi dan forum, sedangkan panitia
OC bertugas menyiapkan dan melaksanakan hal-hal yang terkait dengan sarana dan
prasarana latihan..
d. Pertemuan Tim
Pelatih
Hal ini dimaksudkan dalam rangka :
ü Menyiapkan latihan, baik dari aspek proses
pelaksanaan, penyamaan persepsi, dan langkah-langkahnya
ü Proses pembinaan pelatih-pelatih muda pada
pra dan pasca latihan
ü Pembagian tugas pelatih, termasuk penentuan
materinya
ü Pembuatan kerangka acuan latihan
e. Pendaftaran
Peserta
Informasi tentang rencana penyelenggaraan latihan (seharusnya)
minimal 2 (dua) bulan sebelumnya sudah disebar pada anggota disertai lengkap
dengan syarat-syaratnya. Hal ini dimaksudkan agar peserta dapat dimonitor sejak
dini oleh tim pelatih/pembina kader dan menjadi input untuk pelaksanaan dan
pasca latihan.
2. Tahapan Proses Latihan
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a. Persiapan
Persiapan sebelum acara latihan dimulai, biasanya perlu
dilakukan beberapa saat sebelumnya, hal ini untuk menghindari agar tidak
terlalu dekat dengan acara pembukaan. Selain itu untuk memberikan kesempatan
kepada peserta yang belum menyelesaikan administrasi, disamping memberi
kesempatan kepada panitia dan tim pelatih untuk mempersiapkan segala
sesuatunya.
b. Acara pembukaan
Pada acara pembukaan sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan. Jangan sampai acara pembukaan tersebut mengalahkan
substansi dari pelatihan yang akan dilaksanakan.
c. Pengaturan
ruangan
Pengaturan ruangan pelatihan tampaknya merupakan hal yang
sederhana dan sepele, namun akan berakibat fatal bila tidak diperhatikan dengan
seksama, karena hal tersebut akan mempengaruhi psikis peserta latihan. Dalam
pengaturan tempat duduk, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
·
Peserta dapat
melihat narasumber/pelatih dengan jelas
·
Peserta dapat
memandang peserta lain dengan jelas
·
Peserta dapat
melihat media latihan yang dipergunakan dengan jelas
·
Untuk model forum
disesuaikan dengan kebutuhan materi yang akan disampaikan (sebaiknya tempat
duduk mudah dipindahkan, hal ini untuk mempermudah perubahan model forum)
d. Masalah-masalah
yang biasa dan mungkin timbul menjelang/selama latihan berlangsung
Bila dalam latihan muncul suatu hal yang tidak
diharapkan, maka jalan keluarnya adalah segera mencari tindakan penyelesaian,
misalnya :
1.
Hal-hal yang
berkaitan dengan administratif dan sarana latihan, maka panitia pelaksana
sebagai panitia operasional bertanggung jawab penuh untuk memutuskan dan
mencari penyelesaiannya.
2.
bila hal tersebut
terkait dengan forum latihan baik peserta, narasumber, pelatih, materi latihan,
dan lain-lain, maka panitia SC yang bertanggung jawab penuh untuk mengambil
kebijakan.
3.
bila hal tersebut
terkait dengan keputusan hukum organisasi, maka pimpinan struktural yang
bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Hal ini perlu diidentifikasi agar tidak terjadi overlapping (tumpang
tindih) tugas penyelesaian (penjabaran job discription) sehingga tidak
terjadi saling melempar tanggung jawab.
e. Penutupan
Acara penutupan juga hendaknya dilaksanakan secara
sederhana (sesuaai dengan kemampuan dan kebutuhan), yang terpenting pesan
ikatan moral untuk berkegiatan lebih aktif dan partisipatif dari alumni latihan
bisa terbentuk dengan optimal. Dalam penutupan ini juga hendaknya bisa mengurai
segala permasalahan yang mengganjal selama latihan dari semua unsur latihan
yang terkait.
f. Persiapan
meninggalkan arena latihan
Setelah selesai acara pelatihan, sebelum meninggalkan
arena latihan hendaknya dikembalikan seperti semula. Hal ini bukan semata-mata
hanya untuk menjaga image, tapi merupakan bukti awal bahwa IPNU merupakan
organisasi yang terpelajar dan terdidik.
3. Tahapan Pasca Latihan
Dengan selesainya latihan buka berarti purna pula
tugasnya, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
a.
Panitia pelaksana
memberikan laporan selengkapnya kepada pimpinan organisasi sebagai pemberi
wewenang. Tugas panitia pelaksana selesai setelah memberikan laporan
pertanggungjawaban pada pimpinan organisasi.
b.
Laporan tim pelatih
Laporan tim pelatih pada pimpinan organisasi adalah meliputi proses dan
hasil latihan. Guna penyampaian laporan ini adalah :
·
Sebagai input pada
pembina kader di tingkatan struktural masing-masing organisasi dalam memonitor
dan membina perkembangan anggota dan kader di masa berikutnya.
·
Sebagai input pada
pimpinan organisasi dalam menentukan kebijakan tentang pembina kader.
c. Tindak
lanjut
Kegiatan pasca latihan sebagai tindak lanjut latihan merupakan hal yang
harus dilakukan dalam rangka memenuhi kabutuhan kader dan kebutuhan organisasi,
kegiatan ini juga merupakan kepedulian pimpinan dalam rangka merawat kader
pasca laatihan. Karenanya dibutuhkan manajemen perawatan kader yang optimal.
Dalam buku ini disampaikan manajemen perawatan kader dan contoh-contoh
sederhana serta teknis pelaksanaannya. Adapun kesesuaian dari model manajemen
tersebut merupakan bagian dari kreatifitas tim pelatih/pembina kader di
masing-masing daerah.
B. MANAJEMEN PERAWATAN KADER
Manajemen
perawatan kader merupakan suatu upaya untuk menjaga optimalisasi kaderisasi,
sehingga setiap peserta pasca pengkaderan harus tetap mendapatkan treatment (intervensi).
Strategi ini dilakukan untuk menghindari pembusukan kader pasca pengkaderan dan
untuk menjembatani serta menghantarkan peserta memasuki jenjang pengkaderan
berikutnya. Letak perawatan kader dalam skema pengkaderan adalah di antara
masing-masing jenjang pengkaderan, misalnya antara makesta dan Lakmud, antara
Lakmud an Lakut atau lebih mudahnya dikatakan bahwa alumni pengkaderan dalam setiap
jenjang pengkaderan harus mendapatkantreatment atau keagiatan
lanjuta, misalnya berupa kajian dalam bentuk bozz group, bimbingan belajar,
atau pelibatan dalam kegiatan-kegiatan kepanitiaan dan kegiatan lain yang
mendukung perkembangan anggota dan kader. Pada dasarnya, pemberian treatment di
antara jenjang pengkaderan tersebut merupakan kegiatan lanjutan yang bersifat
pengembangan, pemantapan dan pendalaman baik dari ideologi, wawasan keilmuan,
keorganisasian, dan keterampilan teknik. Sehingga dalam memasuki tahap
pengkaderan berikutnya peserta (anggota/kader) akan mendapat kemudahan
dan memiliki loyalitas serta dedikasi yang tinggi terhadap organisasi.
C. PROGRAM LANJUTAN PASCA
PENGKADERAN
Dalam rangka menjaga kontinyuitas kaserisasi, maka
program perawatan kader menjadi penting untuk dilaksanakan, dengan tujuan :
·
Memantapkan materi
pasca pengkaderan (ideologi, wawasan keilmuan, dan teknik skill)
·
Menjaring kader
ideologis yang memiliki komitmen tinggi terhadaap organisasi
·
Menjaring
kader-kader potensial baik secara ideologis, akademis, maupun sosiologis
·
Membentuk
kelompok-kelompok angkatan dalam rangka dinamisasi
1. Pasca Makesta
Makesta sebagai gerbang awal pengenalan organisasi IPNU kepada calon
anggota serta mengarah pada perubahan jiwa, sikap, mental serta menumbuhkan
kesadaran tentang pentingnya suatu organisasi dalam kehidupan bermasyarakat,
dan secara resmi merupakan satu-satunya pintu masuk untuk menjadi anggota resmi
IPNU.
Pasca mengikuti Makesta dan sah menjadi anggota IPNU, pada kenyataannya
mereka menunggu apa yang harus dilakukan. Di sinilah program perawatan kader
menjadi penting. Ada jeda waktu yang lama antara Makesta menuju Lakmud. Untuk
itu harus ada pertemuan-pertemuan guna mengisi kekosongan tersebut dengan
tujuan :
a. Membangun
kesadaran kritis akan pentingnya berorganisasi
b. Meyakini bahwa IPNU
merupakan pilihan organisasi yang tepat sebagai sarana perjuangan
c. Memahami
PD/PRT
d. Memiliki wawasan
kemampuan dasar organisatoris
Target :
ü Terbentuknya anggota IPNU yang kritis, kreatif dan
profesional
ü Terbentuknya anggota yang paham tentang hubungan IPNU, NU
dan badan Otonom serta Lembaga NU
ü Terbentuknya anggota yang mempunyai kesadaran tinggi akan
pentingnya organisasi
ü Terbentuknya anggota yang paham nilai keislaman yang
dikembangkan oleh NU (Islam ala Ahlussunnah wal Jama’ah)
ü Terbentuknya kader yang memahami cara berorganisasi yang
baik
Teknik Pertemuan :
Seminggu
pasca Makesta, Pimpinan Komisariat atau Pimpinan Ranting dan atau Pimpinan Anak
Cabang sebagai pelaksana, mengundang peserta yang sudah lulus Makesta.
Acara dibuka
oleh PK, PR, dan atau PAC dan selanjutnya dipandu oleh tim pelatih atau
fasilitator (pembina kader).
Dalam pertemuan dapat diagendakan beberapa tahap,
misalnya :
a.
Tim pelatih atau
fasilitator memulai dengan pretest dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang
sederhana, untuk menggugah apa yang didapatkan pada waktu Makesta, sebagai
contoh : “Setelah seminggu mengikuti Makesta, apa yang rekan-rekan peroleh
atau rasakan?”. Dari pertanyaan itu muncul curah pendapat dengan alokasi
waktu 45 menit
b.
Setelah curah
pendapat dianggap cukup, maka dilanjutkan dengan diskusi kecil dan selanjutnya
fasilitator membagi peserta dalam tiga kelompok untuk diberi tugas membuat
makalah yang meliputi materi ideologis, wawasan keilmuan, dan teknik skill (tema
sesuai dengan isu-isu yang muncul dan berkembang pada waktu itu)
c.
Dua minggu kemudian
diadakan pertemuan dengan agenda mendiskusikan hasil tugas kelompok
d.
Dua minggu
berikutnya diadakan diskusi dengan mendatangkan narasumber yang berkompeten di
bidang yang dibutuhkan oleh peserta
e.
Sebelum masuk
pengkaderan jenjang di atasnya diadakan pertemuan rutin dan atau pelibatan pada
kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh organisasi
f.
Tahap terakhir
adalah persiapan pengkaderan jenjang berikutnya (Lakmud).
2. Pasca Lakmud
Lakmud adalah pelatihan yang menekankan pada pembentukan watak, motivasi
pengembangan diri dan rasa memiliki organisasi serta keterampilan
berorganisasi. Di samping itu, Lakmud merupakan ukuran formal pembentukan
standardisasi kader IPNU. Oleh karena itu, maka outputnya diharapkan mempunyai
pemahaman dan kemampuan dasar tentang ideologi (sebagaimana tercantum dalam
materi Lakmud), wawasan keilmuan, dan keterampilan teknik berorganisasi.
Untuk itulah setelah Lakmud, maka tanggunng jawab PAC atau PC sebagai
pelaksana adalah melakukan perawatan kader dengan pertemuan-pertemuan rutin
yang bertujuan :
a.
Memantapkan dan
menumbuhkembangkan hasil materi Lakmud
b.
Memahami
prinsip-prinsip dan menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap terlaksananya
ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah secara utuh menurut NU
yang diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa
c.
Mengerti
prinsip-prinsip organisasi dan kepemimpinan
d.
Mempunyai kemampuan
untuk memahami dan memecahkan masalah serta menguasai teknik pengambilan
keputusan yang tepat
e.
Mempunyai
pengetahuan dasar dan sikap loyalitas yang tinggi terhadap cita-cita organisasi
f.
Memiliki perangkat
metode analisis sosial dasar
g.
Memahami
persoalan-persoalan kritis problematika pendidikan di Indonesia
h.
Memiliki
sensitivitas gender
i.
Menghasilkan
kader-kader yang memiliki integritas kepribadian yang berwawasan luas dan
kritis serta mampu mengembangkan organisasi.
Teknik Pertemuan :
Dua minggu pasca Lakmud, PAC atau PC IPNU sebagai pelaksana
mengundang peserta yang sudah lulus Lakmud
Acara dibuka oleh PAC atau PC dan seterusnya dipandu oleh
tim pelatih atau fasilitator (pembina kader)
Dalam pertemuan dapat diagendakan beberapa tahap,
misalnya :
a.
Tim pelatih atau
fasilitator memulai dan memberikan pengantar yang mampu meyakinkan peserta
bahwa acara tersebut menjadi kebutuhan bagi mereka. Selanjutnya fasilitator
melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana untuk menggugah apa yang
didapatkan pada waktu Lakmud, sebagai contoh : ““Setelah dua minggu
mengikuti Lakmud, apa yang rekan-rekan peroleh atau rasakan?”. Dari
pertanyaan itu muncul curah pendapat dengan alokasi waktu 60 menit
b.
Setelah curah
pendapat dianggap cukup, maka fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok
untuk diberi tugas membuat makalah yang meliputi materi ideologis, wawasan
keilmuan dan teknik skill dengan tema sesuai dengan isu-isu yang muncul dan
berkembang pada waktu curah pendapat atau tema disesuaikan dengan isu-isu
aktual dan kontemporer
c.
Dua minggu kemudian
diadakan pertemuan dengan agenda mendiskusikan hasil tugas kelompok
d.
Dua minggu
selanjutnya fasilitator menawarkan model-model dan alternatif pertemuan, suatu
contoh dengan studi wisata atau tadabbur alam
e.
Dua minggu kemudian
diskusi dengan mendatangkan narasumber yang berkompeten di bidang yang
dibutuhkan oleh peserta
f.
Sebelum masuk
pengkaderan jenjang di atasnya diadakan pertemuan rutin dan atau pelibatan
dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi
g.
Dilakukan persiapan
pengkaderan jenjang berikutnya (Lakut), dengan mendisjusikan tema besar yang
akan diangkat.
3. Pasca Lakut
Lakut adalah
pelatihan dan pengkaderan yang membentuk idealisme kader sehingga mampu
mengembangkan pengetahuan, sikap, skill organisatoris secara optimal.
Alumni Lakut diharapkan menjadi kader yang paripurna dalam mengembangkan
IPNU, karena materi yang diberikan adalah materi yang membentuk kemampuan
manajerial yang mendalam pada peserta.
Oleh karena
itu, pertemuan-pertemuan pasca Lakut diharapkan menjadi kebutuhan bagi
alumninya dan diprakarsai sendiri oleh mereka. PC maupun PW IPNU sebagai
pelaksana Lakut hanya memfasilitasi jika diperlukan. Namun demikian harus tetap
ada komunikasi yang intens antara alumni Lakut dengan PC maupun PW. Hal ini
dilakukan dalam rangka mengetahui sejauh mana aktifitas mereka dan memonitoring
keberhasilan pengkaderan tersebut yang selanjutnya dilaporkan pada PP. IPNU.
Pertemuan-pertemuan
tersebut bertujuan :
Aktualisasi
dan penguasaan diri terhadap materi bagi alumni peserta Lakut
Menguasai
Aswaja NU sebagai ideologi organisasi dan mengaktualisasikan dalam kehidupan
bermasyarakat
Mempunyai
wawasan kebangsaan yang luas dan kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan
organisasi dan masyarakat
Memiliki
sikap kritis, kreatif, kepeloporan, berakhlaqul karimah serta komitmen yang
tinggi terhadap perjuangan organisasi
Memiliki
kemampuan dan keterampilan manajerial organisasi yang memadai.
Target :
Terbentuknya kader yang mampu merancang bangun dan
mengelola organisasi secara optimal
Teknik Pertemuan :
Dua minggu pasca Lakut, PC atau PW IPNU sebagai pelaksana
mengundang peserta yang sudah lulus Lakut
Acara dibuka oleh PC atau PW dan seterusnya diserahkan
kepada peserta untuk melakukan kontrak belajar sendiri
Tim pelatih atau fasilitator (pembina kader) mendampingi
mereka dan memberikan masukan seperlunya jika diminta
Jika forum pasif maka fasilitator berkewajiban memberikan
stimulus pada peserta agar mereka aktif dan dinamis, sesuai dengan tema
yang dibicarakan
Setelah sharing di antara mereka dianggap cukup,
fasilitator bisa memberikan masukan tentang skala prioritas materi dan
pertemuan-pertemuan berikutnya yang meliputi materi ideologis, wawasan
keilmuan, dan teknik skill, serta bagaimana mengelola isu-isu yang aktual
Jadwal acara hendaknya dibicarakan secara tuntas agar
tidk berbenturan dengan agenda PC atau PW IPNU
PC maupun PW melibatkan mereka dalam acara-acara bahkan
memberi mereka tugas untuk menggagas dan merancang bangun IPNU ke depan.
Kemudian materi tersebut bisa dibawa oleh PC maupun PW pada acara-acara
nasional mulai Rakernas hingga Kongres.
BAB IV
PENUTUP
A. EVALUASI BUKU PEDOMAN
PENGKADERAN
Evaluasi
yang dimaksud adalah proses koreksi dan pencocokan atas kelaikan buku pedoman
pengkaderan dengan target group dan output yang menjadi amanat dan harapan
organisasi dari setiap masa. Karena buku pedoman tersebut merupakan buku
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melaksanakan pengkaderan di
semua jenjang. Oleh karena itu, evaluasi berkala yang dilakukan di setiap daerah
dan masukan dari tim pelatih dari setiap daerah menjadi entry point untuk
melihat kembali kesesuaian buku pedoman tersebut adalah sebuah keniscayaan yang
bisa dilakukan oleh tim pelatih di setiap masa khidmat. Hal ini merupakan wujuPengkaderan
dalam IPNU
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kongres XIV IPNU
di Surabaya yang berhasil mengembalikan IPNU sebagai organisasi pelajar membawa
berbagai konsekuensi dan implikasi. Salah satu konsekuensi besarnya adalah
dalam bidang pengkaderan yang menuntut penguatan sistem pengkaderan. Karenanya,
Bidang Pengkaderan Pimpinan Pusat IPNU membentuk tim evaluasi dan penyusun
materi pengkaderan. Tim itu bertugas mengevaluasi sistem pengkaderan yang
selama ini diterapkan oleh IPNU, mengkaji berbagai realitas kader IPNU dan
selanjutnya merekonstruksi sistem pengkaderan dan dan menyusun rancangan
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) pelatihan.
Rancangan yang
dihasilkan dari diskusi panjang dalam tim tersebut selanjutnya dibahas dalam
Workshop Nasional Pengkaderan yang diikuti oleh Bidang Pengkaderan dan/atau Tim
Pelatih utusan dari semua Pimpinan Wilayah IPNU se-Indonesia. Workshop yang
diselenggarakan pada 18 – 21 Mei 2004 di Pondok Pesantren Al Masthuriyah
Sukabumi Jawa Barat itu diselenggarakan sebagai upaya untuk merumuskan sistem
pengkaderan yang efektif, relevan, visioner, dan paradigmatik bagi para kader.
Pengkaderan yang dilakukan diorientasikan pada penguatan kepelajaran dengan
menitikberatkan paradigma transformatif berbasis nilai-nilai luhur.
Heterogenitas
basis massa IPNU dengan latar belakang yang multikultural adalah
persoalan tersendiri yang harus menjadi pertimbangan dasar dalam penyusunan
program pengkaderan. Karena itulah pemberian ruang bagi muatan local menjadi
sesuatu yang harus dilakukan. Sistem pengkaderan ini adalah pedoman umum
nasional dan setiap daerah diberi otonomi untuk melakukan penyesuaian menurut
kebutuhan dan kompetensi local. Penyesuaian yang dimaksud adalah penambahan
materi yang sesuai dengan konteks lokal, dan/atau mengkontekstualisasikan
materi inti sesuai dengan situasi dan kondisi lokal.
Adanya prioritas bidang garap IPNU sebagaimana diatur
dalam Peraturan Rumah Tangga (PRT) IPNU tentang usia keanggotaan IPNU yang
mencakup usia siswa, santri, mahasiswa, dan remaja, menuntut tim pengkaderan
PP. IPNU mereview kelaikan pengkaderan sebagai piranti vital
organisasi. Untuk itulah selain pedoman pengkaderan yang yang berjenjang tim juga
menyusun MOP (Masa Orientasi Pelajar) sebagai rujukan dasar bagi pimpinan IPNU
di daerah-daerah untuk masuk pada basis pelajar di sekolah-sekolah. Hal
tersebut bukan semata-mata karena keputusan Kongres XIV mempertegas IPNU
sebagai organisasi pelajar, melainkan lebih pada upaya pencerahan pengkaderan
untuk merefleksi dan mengoreksi efektivitas pengkaderan yang selama ini
dilakukan.
Pada akhirnya rancangan materi pedoman pengkaderan yang
telah lama digodok oleh tim dan dibahas dalam forum workshop dengan berbagai
penambahan dan pengurangan, maka pedoman tersebut disahkan dalam forum Rapat
Kerja Nasional (Rakernas I) 15 – 18 Juni di Pekanbaru Riau menjadi Buku Pedoman
Pengkaderan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) sebagai buku pedoman dan
petunjuk pelaksanaan resmi dalam melaksanakan proses pengkaderan IPNU mulai
dari Makesta sampai pada Latihan Pelatih.
B. REALITAS KADER PELAJAR NU
Pelajar adalah komponen penting dalam Nahdlatul Ulama.
Namun kita harus menyadari bahwa realitas kader NU masih sangat jauh dari
ideal. Dari berbagai diskusi yang dilakukan oleh Tim Penyusun muncul berbagai
pendapat tentang kader IPNU, baik yang masih aktif maupun yang sudah purna.
Pembacaan atas fakta itu memunculkan kesimpulan bahwa realitas kader pelajar NU
:
1.
Kurang profesional
2.
Kurang loyal
3.
Kurang tahu apa
yang harus diperjuangkan
4.
Kapasitas
leadership yang lemah
5.
Kurang memiliki
kesadaran dokumentatif
6.
Kapasitas
manajerial yang lemah.
Meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak hal itu dapat
dibaca sebagai potret pengkaderan IPNU. Di sinilah reformulasi sistem
pengkaderan menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Berpijak pada
tantanganeksternal dan realitas internal yang ada, maka pengkaderan yang
dilakukan oleh IPNU berpijak suatu paradigma tertentu.
C. PARADIGMA PENGKADERAN IPNU
Paradigma pengkaderan terkait erat dengan pilihan paradigma perjuangan yang
dipilih, yang pada gilirannya menentukan metode pendekatan pengkaderan yang
dilakukan. Paling tidak ada tiga paradigma perubahan sosial dalam dunia
pendidikan (Pengkaderan), yaitu paradigma konservatif, paradigma
liberal, dan paradigma transformatif.
Di antara tiga paradigma itu, IPNU memilih perspektif transformatif sebagai
landasan pengkaderan. Dengan perspektif ini, maka paradigma pengkaderan yang
dipilihpun pararel dengan gerakan transformatif IPNU. Hal itu menunjukkan bahwa
paradigma pengkaderan IPNU memandang akar persoalan sosial terletak pada
struktur sosial yang ada, di satu sisi, dan di sisi lain lemahnya kapasitas
kepemimpinan (perubahan) masyarakat.
Dengan perspektif tersebut, maka paradigma pengkaderan IPNU diarahkan untuk
membentuk sikap kritis terhadap realitas sosial eksternal di satu sisi, dan
membentuk kader yang kritis, kreatif, profesional, danberakhlaqul
karimah. Dalam konteks IPNU, maka kesadaran struktural yang dibangun sesuai
dengan fokus dan konsentrasi perjuangannya, minimal pada wilayah kebijakan
pengkaderan.
Paradigma pengkaderan seperti itulah yang diyakini dapat menbentuk kader
IPNU yang mampu menjawab tantangan sosial eksternal sesuai dengan fokus gerakan
perjuangan IPNU, sekaligus menjawab kebutuhan internal organisatoris IPNU.
D. KUALIFIKASI KADER IDEAL
Paradigma seperti di atas diarahkan untuk membentuk
pelajar yang memiliki jatididri dan karakter yang kuat. Jatidiri yang
diharapkan dimiliki kader IPNU adalah antara lain :
a.
Memiliki ideologi
ke NU an yang kuat
b.
Memiliki skill
organisasi yang memadai
c.
Memiliki skill
profesi yang handal
d.
Memiliki wawasan
keilmuan yang luas
e.
Profesional,
militan, disiplin, dan memiliki kolektivitas tinggi
f.
Berakhlaqul
karimah.
E. SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM
PENGKADERAN IPNU
Seperti disampaikan di awal, bahwa buku pedoman pengkaderan yang diputuskan
dalam Rakernas I IPNU di Pekanbaru bukan sama sekali baru, namun merupakan
hasil rekonstruksi dari buku pedoman pengkaderan yang telah diputuskan dalam
Konbes 1988 dengan melalui proses diskusi panjang.
Perkembangan pola pengkaderan IPNU berjalan seiring dengan berkembangnya
kedewasaan IPNU itu sendiri di tengah konstelasi (percaturan) situasi berbangsa
dan bernegara. Oleh karena itu, untuk memahami motivasi dan paradigma secara
komprehensif yang terkandung dari perkembangan pola pengkaderan dari masa ke
masa akan lebih baik jika kita memahami kronologi perkembangan pola pengkaderan
di IPNU.
Awal konsep dari buku Pedoman Pelatihan Kader IPNU atau Pedoman Pengkaderan
IPNU tersebut, adalah konsep tentang “Petunjuk Pelaksanaan
PengkaderanIPNU-IPPNU Cabang Jember” yang ditulis oleh rekan Drs. H. Afton
Ilman Huda, pada saat ia menjabat sebagai Ketua IPNU Cabang Jember bersama
rekan aktivis IPNU Cabang Jember yang lain, di antaranya : Ma’shum Zubeir dan
Drs. Diambang Fajar Ahwa pada tahun 1987. konsep ini ditulis di Jember dan
dikonsumsi oleh IPNU-IPPNU Cabang Jember pada kurun waktu tahun 1987-1989. buku
tersebut berisi tentang juklak (Petunjuk Pelaksanaan) tentang pembinaan kader
IPNU-IPPNU untuk jenjang, yaitu : Mental Training (Mentra), Latihan
Kepemimpinan, Choacing Instruktur, Pelatihan Profesi, serta Masa Kesetiaan
Anggota (Makesta).
1. Konsep Mentra (Mental Training)
Adalah pembinaan kader melalui pelatihan di tingkat basic atau
dasar yang tujuannya adalah :
a. Pembentukan karakter/watak (character building) kader
IPNU-IPPNU
b. Penyaringan potensi kader (memilah kader yang berkualifikasi
sebagai calon pengurus/pemimpin, kader yang berkualifikasi sebagai kader
pelatih/instruktur serta kader yang berkualifikasi sebagai kader profesi)
2. Konsep Latihan Kepemimpinan
Yaitu pelatihan untuk kader alumni Mental
Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai calon
pengurus/pemimpin, sehingga langkah pembinaan kadernya khusus untuk
pengurus/pemimpin saja.
3. Konsep Choacing Instruktur
Yaitu pelatihan lanjutan untuk alumni Mental
Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai pelatih/instruktur
pengkaderan/pelatihan, sehingga langkah pembinaan kadernya khusus untuk
pelatih/instruktur.
4. Konsep Pelatihan Profesi
Yaitu pelatihan lanjutan untuk alumni Mental
Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai kader profesi,
misalnya jurnalistik, menjahit, dan lain-lain, sehingga pelatihannya khusus
kebutuhan kader tersebut yaitu pelatihan jurnalistik, pelatihan menjahit, dan
lain-lain.
Motivasi konsep buku Petunjuk Pelaksanaan Pelatihan
tersebut menggunakan paradigma “Pengembangan Sumber Daya Manusia” dimana
asumsi dasarnya adalah :
IPNU harus konsentrasi terhadap langkah kebijakan/policy pembinaan
organisasi terhadap potensi kader dan potensi anggotanya yang beragam dan tidak
hanya potensi aktivitas pengurus saja.
Pelaksanaan kebijakan pembinaan anggota yang mengacu pada
konsep pengembangan sumber daya manusia tidak hanya diterapkan khusus pada
pimpinan/pengurus saja, tapi harus konsentrasi jagu membina anggotanya yang
notabene tidak menjadi pengurus dalam bentuk pelatihan-pelatihan profesi seperti
jurnalistik, menjahit, dan lain-lain.
Konsep tersebut merupakan antitesa terhadap pedoman
pembinaan kader yang diputuskan melalui Konperensi Besar (Konbes) IPNU-IPPNU di
Banjarmasin pada tahun 1979. konsep pengkaderan yang diputuskan oleh Konbes
Banjarmasin hanya beberapa halaman dan tampak sederhana sekali, yaitu memuat
tentang persyaratan mengikuti training dan silabi materi yang terjadwal
beberapa jam menurut jenjang trainingnya. Substansi konsep tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pelatihan Formal
Yaitu pengkaderan terhadap kader pengurus/pimpinan yang
berjenjang hingga 4 (empat) jenjang yaitu :
a. Mental Training (Mentra)
Yaitu Training/pembinaan kader yang dipola untuk mencetak
calon pengurus di tingkat anak cabang atau level kecamatan. Silabi materinya
dirancang selama 4 (empat) hari yang terdiri dari materi wajib semisal Aswaja,
materi pokok semisal ke IPNU-IPPNU an dan materi penunjang semisal
keorganisasian.
b. Basic Training (Batra)
Yaitu training/pembinaan kader yang dipola untuk mencetak
calon pengurus di tingkat cabang atau level kabupaten. Silabi materinya
dirancang selama seminggu yang terdiri dari materi wajib, materi pokok, dan
materi penunjang, yang jenis materinya sama dengan Mentra tetapi bobot
materinya lebih berat daripada Mentra.
c. Intermediate Training (Intra)
Yaitu training yang dipola untuk mencetak kader pengurus
di tingkat wilayah atau level propinsi. Silabi materi dirancang selama 10 hari
yang jenis materinya sama dengan Batra tetapi bobotnya lebih berat.
d. Advance Training (Adtra)
Yaitu training yang dipola untuk mencetak kader pengurus di tingkat pusat
atau level negara. Silabi materinya selama 2 (dua) minggu dan jenis materinya
sama dengan Intra, namun bobot materinya lebih berat.
Realitas pelaksanaan dari 4 (empat) jenjang tersebut kurang terlaksana
dengan baik dikarenakan kurang konsistensinya dalam pelaksanaan pengkaderan
baik dari segi pemberian materi maupun syarat peserta dan peserta pelatihan itu
sendiri.
Paradigma konsep Banjarmasin ini menggabungkan antara kebijakan tentang
kaderisasi pengurus dengan konsep pembinaan kadernya sehingga jenjang
kaderisasi menyesuaikan struktur kepengurusan organisasi. Misalnya pengurus
cabang harus alumni Batra, pengurus wilayah harus alumni Intra, dan pengurus
pusat harus alumni Adtra. Asumsi konsep pembinaan kader ala Banjarmasin ini
adalah kader terbaik di organisasiadalah ketua, dimana proses munculnya ketua
adalah dari proses kompetisi antar kader pengurus melalui konferensi. Dengan
demikian, yang disebut dengan pembinaan kader adalah membina pengurusnya saja.
2. Pelatihan Non Formal
Pelatihan ini adalah Choacing Instruktur, yaitu pelatihan
khusus pelatih yang pesertanya adalah kader instruktur (pelatih) dan
pengurus, walhasil bahwa pimpinan/pengurus adalah kader yang serba bisa. Jadi
kader pimpinan sekaligus menjadi kader instruktur pelatihan.
Lokakarya kaderisasi dan manajemen tahun 1989 yang diadakan oleh Pucuk
Pimpinan IPNU-IPPNU di Jakarta memunculkan dua konsep pembinaan kader yang
motivasi kedua konsep tersebut adalah sama-sama untuk memperbaharui/memperbaiki konsep
pembinaan kader sebelumnya (ala konbes Banjarmasin). Kedua konsep
tersebut adalah :
Konsep materi lokakarya kader dan manajemen yang telah disiapkan oleh Pucuk
Pimpinan IPNU-IPPNU.
Konsep yang dibawa Tim IPNU-IPPNU Jawa Timur yaitu konsep tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengkaderan IPNU-IPPNU ala Cabang Jember.
Konsep materi lokakarya yang telah disiapkan oleh PP. IPNU-IPPNU pada
intinya sama dengan Buku Pembinaan Kader PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia) dan hanya berbeda nama jenjang pelatihannya saja, yaitu :
Pelatihan Formal
a.
Makesta (Masa
Kesetiaan Anggota) yang secara substantif sama dengan konsep Mapaba (Masa
Penerimaan Anggota Baru) ala PMII, yaitu forum untuk orientasi/pengenalan dasar
tentang IPNU-IPPNU.
b.
Lakmud (Latihan
Kader Muda) yang secara substantif sama dengan LKD (Latihan Kader dasar) ala
PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan dasar di organisasi IPNU-IPPNU. Asumsi
Lakmud ini adalah untuk memproduksi kader yang dipersiapkan sebagai calon
Pengurus Anak Cabang.
c.
Lakmad (Latihan
Kader Madya) yang secara substantif sama dengan LKL (Latihan Kader Lanjut) ala
PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan di tingkat menengah dengan asumsi bahwa
calon Pengurus Cabang haruslah alumni Latihan Kader Madya ini.
d.
Lakut (Latihan
Kader Utama) yang secara substantif sama dengan LKT (Latihan Kader Utama) ala
PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan tertinggi dengan asumsi bahwa calon Pengurus
Wilayah dan Calon Pengurus Pusat haruslah alumni Latihan Kader Utama..
Pelatihan Pelatih
Yaitu pelatihan khusus calon instruktur (Pelatih)
Yang dirancang untuk mencetak tenaga kader pelatih yang akan menangani
pelatihan-pelatihan.
Pelatihan Minat dan Bakat
Yaitu sama dengan pelatihan-pelatihan non formal ala PMII
yang memuat antara lain konsep tentang pelatihan jurnalistik atau pelatihan
lain yang dibutuhkan oleh anggota IPNU-IPPNU sasuai potensi, minat dan
bakatnya.
Perbandingan
terhadap kedua konsep tersebut akhirnya berhasil dikompromikan menjadi satu dan
ditugaskan penyempurnaan konsep kompromi tersebut kepada tim yang dipimpin oleh
rekan Drs. H. Afton Ilman Huda sebagai wakil dari PW. IPNU Jawa Timur dengan
anggota sebagai berikut : Tubagus Syaifullah (IPNU Cabang Lamongan), M.
Syaikhan SH (IPNU Cabang Surabaya), Drs. Muhit Efendi (Pucuk Pimpinan
IPNU), Dra. Soraya (Pimpinan Wilayah IPPNU Yogyakarta).
Tim ini
bekerja selama seminggu di kantor NU Wilayah Jawa Timur dan kemudian
melanjutkan penyempurnaan konsep kompromi tersebut hingga tuntas selama 19 hari
di Rungkut Surabaya. Penggarapan di Rungkut dilakukan pada tahun 1984 (tanggal
dan bulannya lupa) oleh rekan Drs. H. Afton Ilman Huda, Tubagus Syaifullah, dan
M. Syaikhan SH. Hasilnya adalah buku Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU sebagai
konsep sistem pembinaan kader. (Naskah asli dipegang rekan Afton Ilman Huda)
Konsep buku
Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU ini mengkompromikan antara substansi materi
menggunakan konsep Juklak pengkaderan IPNU-IPPNU ala Jember dan nama jenjang
pelatihannya menggunakan konsep PP. IPNU-IPPNU yang terjabarkan sebagai berikut
:
Makesta, yaitu forum orientasi dasar tentang IPNU-IPPNU
Pelatihan dasar kader yang disebut Lakmud (Latihan Kader
Muda) yang target out putnya yaitu :
a. Pembentukan watak (character
building)
b. Penyaringan potensi kader
setelah Lakmud inilah maka pembinaan kader selanjutnya
memilih salah satu di antara 3 (tiga) model pelatihan, yaitu :
Lakmad
(Latihan Kader Madya), yaitu pelatihan khusus kader kepemimpinan/pengurus
sehingga ada pengembangan skill dalam berorganisasinya.
Pelatihan
Pelatih, yaitu pelatihan khusus kader pelatih yang nantinya untuk mengelola
pelatihan di IPNU-IPPNU, sehingga semua pelatihan ditangani oleh kader yang
spesifik pelatih.
Pelatihan
Minat dan Bakat, yaitu pelatihan-pelatihan khusus yang memenuhi minat dan bakat
kader/anggota, contoh pelatihan jurnalistik, dan lain-lain. Pelatihanini yang
seharusnya banyak digarap karena hal tersebut menunjukkan komitmen kepedulian
IPNU-IPPNU terhadap langkah pembinaan anggotanya secara riil dan merupakan
esensi pengembangan SDM.
Khusus
alumni Pelatihan Pelatih dapat melanjutkan skillnya melalui Lakut (Latihan
Kader Utama) yang esensinya adalah lokakarya (Workshop), dimana di forum
ini dapat mencetak kader yang dapat memanage (mengelola) setiap pelatihan dan
mengaktualisasikan setiap pelatihan.
Konsep
sistem pembinaan kader ini berasumsi bahwa langkah pembinaan kader diawali dari
proses pelatihan dan dilanjutkan pada kegiatan-kegiatan pasca pelatihan,
sehingga dapat dimengerti bahwa nama bukunya adalah “Buku Pedoman Pelatihan”
dan bukan pengkaderan. Target-target yang direncanakan dalam setiap pengkaderan
akan terealisir apapbila kegiatan pasca pelatihan yaitu pembinaan kader dapat
dilakukan. Tidak mungkin kader dapat dicetak dengan baik melalui proses
pelatihan yang waktunya sedikit tersebut, sehingga target pencetakan kader
dapat terwujud apabila ada proses pembinaan kader yang waktunya panjang dan
dilkukan pasca pelatihan.
Sebenarnya
konsep tersebut menjawab harapan tentang pelatihan kepemimpinan/pengurus yang
lebih singkat/praktis dan tidak banyak jenjang, di samping karena
konsekuensinya terhadap paradigma pengmbangan SDM yang telah disepakati oleh
peserta lokakarya Jakarta tersebut. Dengan demikian pelatihan kepemimpinan yang
menjadi syarat bagi pengurus sebagaimana diatur PRT (Peraturan Rumah Tangga)
IPNU tinggal 2 (dua), yaitu Lakmud dan Lakmad saja dan bahkan hakikatnya cukup
Lakmad saja.
Problem yang
selalu ada dan selalu disampaikan pada forum-forum diskusi tentang pengkaderan,
misalnya :
a.
Mungkinkah konsep
ini tersosialisasikan di luar Jawa
b.
Mengapa pada Lakmud
alokasi waktunya ketat sehingga melelahkan fisik dan psikis peserta dan pelatih
c.
Mengapa syarat
menjadi ketua cabang harus alumni Lakmad
Problem-problem semacam di atas sebenarnya adalah “Problem kebijakan
organisasi”dalam konteks realisasi konsep tersebut dan bukan masalah
konsepnya itu sendiri, sehingga perlu kecermatan dalam mengklarifikasi masalah.
Dan ternyata hingga sekarang problem-problem yang disampaikan dalam berbagai
diskusi pengkaderan adalah masih seputar faktor kebijakan organisasi, yang
tidak mampu mensosialisasikan konsep secara lebih efektif.
Konsep buku Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU hasil kerja tim di atas
disampaikan pada PP. IPNU dan kemudian dijadikan materi komisi A yang membahas
tentang kaderisasi di forum Konferensi Besar (Konbes) Lampung pada tahun
1989. dan Konbes Lampung menetapkan bahwa konsep “Pedoman Pelatihan”
sebagai konsep buku pembinaan kader IPNU-IPPNU.
Buku pedoman pelatihan yang telah ditetapkan dalam Konbes Lampung tersebut
dikaji ulang melalui Lokakarya Pengkaderan tahun 1998 di Surabaya dan
dilanjutkan pembahasan secara intensif di Jakarta selama seminggu oleh rekan
Afton Ilman Huda bersama Pengurus Pusat IPNU-IPPNU. Ada revisi redaksional terhadap
konsep tersebut dan ada dua hal pokok yang mewarnai lokakarya tersebut, yaitu :
Masih dominannya wacana tentang paradigma pembinaan kader yang masih
mengedepankan “jenjang pelatihan seiring dengan jenjang kepengurusan”
sehingga paradigma berfikirnya adalah strukturalis approach. Wacana
ini sama dengan paradigma ala Banjarmasin. Contoh, Pengurus Wilayah harus
alumni Lakut, Pengurus Cabang harus alumni Lakmad, sebagaimana pembinaan kader
adalah visi pengembangan SDM.
Problem-problem yang disampaikan kebanyakan peserta adalah terfokus pada
problem kebijakan organisasi dan bukan pada problem konsep itu sendiri, tetapi
uniknya peserta lokakarya menganggap bahwa problem utamanya adalah pada problem
konsep sehingga perlu merevisi konsep. Sebenarnya revisi konsep tersebut perlu
dilakukan sebagai suatu proses aktualisasi, asal yang melakukannya adalah
kader-kader yang kompeten dalam bidang pengkaderan.
Dari beberapa revisi redaksional tersebut lalu disajikan oleh PP.
IPNU-IPPNU sebagai materi Konbes Jakarta tanggal 19-21 September 1998, dan
konsep tersebut ditetapkan menjadi Pedoman Pengkaderan dan Rekomendasi
IPNU-IPPNU (hasil Konbes IPNU-IPPNU di Jakarta tahun 1989).
Kongres XIV Sukolilo Surabaya yang memutuskan kembalinya akronim “Putra”
menjadi “Pelajar” dari akronim IPNU, merupakan salah satu determinan
faktor untuk mereview signifikansi kelaikan buku pedoman pengkaderan IPNU dari
hasil Konbes Jakarta dengan target group seperti yang diamanatkan dalam kongres
Surabaya tersebut. Oleh karena itu bidang pengkaderan PP. IPNU bekerjasama
dengan bidang pengkaderan PP. IPPNU membentuk tim review dan perumus untuk
merekonstruksi buku Pedoman Pengkaderan. Tim tersebut terdiri dari Saman Hudi,
Arifin Nur Budiono, Muhammad Mustafid Amna (IPNU), Maghfiroh, Erna (IPPNU) yang
mengawali diskusi pembedahan materi pada tanggal 25-28 oktober 2003 di Wisma
Haji Jl. Jaksa Jakarta, pertemuan kedua di rumah rekanita Devi (Jakarta) pada
tanggal 31 Januari-03 Februari 2004, dan pertemuan ketiga yang membahas
finalisasi materi pra workshop, dilaksanakan pada tanggal 15-17 Mei 2004 di
Jakarta. Hasil pembedahan materi yang ketiga tersebut merupakan pembahasan
final di tingkat tim.
Selanjutnya untuk menyempurnakan sekaligus sosialisasi awal materi pedoman
pengkaderan tersebut diselenggarakan Workshop Pengkaderan IPNU di Pondok
Pesantren Al Masthuriyah Sukabumi Jawa Barat pada tanggal 19-21 Mei 2004 dengan
mengundang seluruh ketua bidang pengkaderan atau ketua tim pelatih PW. IPNU se
Indonesia dimana acara tersebut sebenarnya merupakan bagian acara pra Rakernas
I Pekanbaru. Hasil pembahasan materi pengkaderan pada forum workshop tersebut
kemudian dibawa pada forum Rakernas I IPNU tanggal 15-18 Juni 2004 di Pekanbaru
Riau dan kemudian diputuskan melalui sidang pleno sebagai “Buku Pedoman Pengkaderan
IPNU”.
Sebagai upaya untuk mengawal terlaksananya pengkaderan yang konsisten dan
percepatan sosialisasi dari buku pedoman pengkaderan tersebut, maka dibutuhkan
dua agenda besar yakni pembentukan tim pelatih nasional dan pembuatan hand
out/materi standard. Mudah-mudahan upaya tersebut dapat terwujud dalam waktu
dekat dalam masa khidmat ini, tentunya dukungan rekan di seluruh Indonesia dan
kekompakan tim sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
F. TUJUAN
Tujuan diterbitkannya buku ini adalah untuk memberi petunjuk dan arahan
bagi penyelenggaraan pelatihan mulai dari jenjang Makesta sampai pada tingkat
Latpel, baik dari segi teknis penyelenggaraan maupun dari segi sistem latihan.
Dengan adanya buku ini mudah-mudahan pengurus (penyelenggara),
pelatih dapat dengan mudah memahami dan menyelenggarakan pelatihan yang
diinginkan. Suatu hal yang perlu diperhatikan, buku pedoman pengkaderan ini
disusun sebagai standard nasional yang memungkinkan untuk diselenggarakan di
seluruh daerah di Indonesia. Namun demikian, kita masih memberi ruang bagi tim
pelatih di daerah untuk berkreasi sesuai dengan kebutuhan lokal (konteks
lokal), sehingga pelatihan yang diselenggarakan dapat memenuhi kebutuhan
organisasi dan kader.
Untuk menjaga mutu pelatihan maka dibutuhkan konsistensi dan konsekuensi
baik dari penyelenggaraan maupun dalam penerapan sistem pelatihan yang telah
ditentukan (misalnya syarat peserta latihan dan follow up –kegiatan
lanjutan- pasca latihan sebagai bentuk perawatan kader).
G. MENGAPA KADERISASI PENTING?
Sistem
pengkaderan dan kaderisasi merupakan kunci utama untuk merespons semua
tantangan kedepan baik internal maupun eksternal IPNU. Respons reaksioner atau
parsial terhadap perubahan bukan hanya beresiko gagal, namun akan menambah
kompleksitas persoalan organisasi. Sering kita mendengar keluhan, curhat,
maupun hujatan tentang kelemahan organisasi seperti lemahnya manajemen,
profesionalisme, dan lainnya dan ini terjadi berulang kali.
Pertanyaannya,
mengapa tetap berulang dan menjadi lingkaran setan? Hal tersebut salah satu
akibat yang paling mendasar dari kurangnya sinergitas penguatan kelembagaan
IPNU dengan proses kaderisasi. Seharusnya perbaikan apapun atau rekonstruksi
apapun di IPNU harus dimulai dari hal yang paling mendasar, yaitu kaderisasi.
Sebab kaderisasi adalah perangkat sistemik yang menjamin lahirnya generasi
penerus dan merupakan ujung tombak yang akan meneruskan estafet organisasi.
Tanpa kaderisasi, sebuah organisasi hanya akan menunggu saat kematiannya,
menunggu kehancurannya. Suatu generasi bukanlah tetap, namun terus berganti.
Sehebat apapun hasil kerja generasi sebelumnya, tanpa menyiapkan lapis penerus,
kemerosotanlah yang akan ditemui.
Sebaliknya,
seminimal apapun organisasi, namun menyiapkan generasi penerus yang tangguh,
maka kemungkinan besar akan mengalami era kebangkitan. Dimulai dengan akan
terjadinya akumulasi gerakan sampai dengan terkonsolidirnya suatu organisasi.
Arah dan gerak organisasi mulai terarah, terukur, dan terkendali. Kaderisasi
akan mampu membangun mekanisme kerja baru di organisasi yang mampu keluar dari
beban sejarah, lingkaran setan persoalan klasik, dan dengan tegar menyongsong
zaman baru. Apa yang dipersiapkan dalam kedarisasi yang baik akan terus
berdialektika, berkembang secara dinamis. Di sinilah pentingnya kaderisasi.
Kaderisasi menciptakan, pelaku, kader, dan pelopor gerakan. Mereka yang akan
mengembangkan dan memajukan perjuangan organisasi. Seperti apa kekuatan sebuah
organisasi ke depan dapat dilihat saat ini, dengan melihat kekuatan kaderisasinya.
Demikian pula saat suatu organisasi memberikan respons terhadap tantangan ke
depan, hanya efektif dan kuat jika diterjemahkan dalam proses-proses
kaderisasi.
H. BAGAIMANA MEMAHAMI BUKU INI
Buku ini disusun dan dirumuskan dalam sejarah yang hidup (living history)
saat ini, dalam realitas yang sedang berjalan (working reality) dengan
harapan dapat menjadi pedoman dalam memahami zaman dan menjawabnya. Buku ini
merupakan paduan antara normatifitas dan historisitas, paduan antara idealisme
dan tantangan realitas sosial yang melingkupinya, antara kekuatan relasional
dan kekuatan sejarah yang lain (social forces).
Buku ini dirancang untuk membekali kader IPNU sebagai ujung tombak
perjuangan, penggerak organisasi, dengan seperangkat basis nilai perjuangan
atau pijakan ideologis, kemampuan melakukan analisa sosial yang tajam,
kekuatan leadership dan manajerial yang memadai, militan,
disiplin, dan kolektivitas yang tinggi.
Berbagai bekal kader tersebut harus dipahami dalam konteks globalitas,
nasionalitas dan relijiusitas dengan pengalaman sejarah masa lampau IPNU serta
tantangan dan visi misi IPNU ke depan di sisi lain. Kaderisasi adalah program
untuk menghasilkan seorang kader, yang dapat diandalkan sebagai penggerak
organisasi. Organisasi merupakan alat perjuangan untuk mewujudkan citra diri
kader IPNU dan mendorong perubahan sosial menuju tatanan berkeadilan,
demokratik, dan sejahtera.
Buku ini dirancang dalam konteks tantangan kepungan globalisasi, problema
nasional kebangsaan, dan realitas internal IPNU itu sendiri. Satu hal penting
yang harus dipahami adalah memahami posisi IPNU sebagai salah satu sayap dari
gerakan sosial NU. IPNU harus dipahami sebagai bagian dari gerakan besar dan
garda depan NU yang sinergis, bukan gerakan tersendiri dan terpisah dari
lainnya. Karenanya kader yang hendak dibentuk merupakan kader yang memang
dibutuhkan dalam konteks format gerakan IPNU, sebagai bagian dari keluarga
besar NU.
Untuk memahami buku ini, dibutuhkan pemahaman akan 4 (empat) hal
sekaligus. Pertama, memahami NU sebagai gerakan sosial yang di
dalamnya IPNU merupakan salah satu dari sub-sistemnya. Kedua,
realitas globalisasi, terutama tantangan-tantangan globalisasi. Ini sangat
penting, sebab di era ini hampir tidak ada fenomena yang tidak terkait dengan
kekuatan global. Pemahaman ini setidaknya untuk membangun sikap kritis di
kalangan pelajar, terhadap globalisasi. Ketiga, melacak sejenak
sejarah perjuangan IPNU untuk merebut maknanya. Dengan memahami sejarah, kita
tidak akan mengalami krisis identitas, tidak mengalami keterputusan sejarah,
dan dapat belajar dari berbagai kegagalan dalam sejarah. Sebab sejarah
merupakan patahan-patahan peristiwa masa lampau yang menyimpan makna dan hikmah
mendalam. Pentingnya memahami sejarah dalam perspektif kita dilatarbelakangi
oleh penulisan sejarah nasional yang secara sistematik meminggirkan peran
penting NU dalam perjalanan bangsa. Maka, IPNU dituntut memahami sejarah
menurut cara pandangnya sendiri.
Keempat, memahami repositioning IPNU dalam
konteks gerakan sosial. NU, dengan melaihat konfigurasi gerakannya, dapat
dikelompokkan menjadi salah satu bentuk gerakan sosial baru dengan fokus dan
konsentrasi yang beragam, kompleks, baik sektoral maupun non-sektoral.
Kesadaran relasional akan posisi IPNU sebagai organisasi yang berbasis pelajar
menjadi agar kerja-kerja IPNU menjadi fokus, konsentrasi, akumulatif, dan
tidak overlapping dengan organ NU lainnya.
I. SISTEMATIKA
Dalam penyusunan buku Pedoman Pengkaderan Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama memuat beberapa bagian yang terdiri dari :
Bab I : Pendahuluan
Pada bagian ini memuat latar belakang, realitas kader
pelajar NU, Paradigma Pengkaderan IPNU, Kualifikasi Kader Ideal, Sejarah
Perkembangan Sistem Pengkaderan IPNU, Tujuan, Mengapa Kaderisasi Penting,
Bagaimana memahami buku ini, dan Sistematika Buku Pedoman Pengkaderan IPNU.
Bab II : Ketentuan Umum
Dalam bab ini dijelaskan Pengertian, Fungsi Latihan dan
Unsur-Unsurnya yang berkaitan erat dengan proses latihan secara sistematis dan
metodenya.
Bab III : Teknis Penyelenggaraan
Latihan dan Manajemen Perawatan Kader
Dalam bab ini disampaikan penjelasan operasional material
dari proses penyelenggaraan latihan pada tiap-tiap jenjang serta manajemen
perawatan kader pasca latihan.
Bab IV : Penutup
Merupakan kata akhir dari penyusunan buku Pedoman
Pengkaderan IPNU.
BAB II
KETENTUAN UMUM
A. PENGERTIAN
1. Pelatihan
Adalah upaya sadar dan sistematis dalam mengembangkan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan tertentu sebagai potensi manusia untuk
melaksanakan tugas tertentu. Upaya ini bersifat proses berjenjang yang diawali
oleh suatu aktivitas tertentu, dalam waktu tertentu dan pada tempat tertentu
pula.
2. Anggota
Anggota adalah potensi IPNU yang secara resmi diproses
melalui makesta (Masa Kesetiaan Anggota). Fungsi anggota adalah komponen
pendukung mobilitas organisasi yang utama dan merupakan lahan sumberdaya
manusia yang perlu dikembangkan. Anggota berhak mengikuti latihan pilihan yakni
latihan profesi yang diselenggarakan oleh IPNU dalam rangka membekali skill profesi
bagi anggotanya.
3. Kader
Kader adalah anggota yang telah mengikuti Latihan Kader
Muda (Lakmud) dan berhak untuk masuk dalam ruang kompetisi kader di berbagai
tingkat kepengurusan di IPNU.
4. Pelatih
Pelatih adalah orang yang memberikan bantuan dalam proses
pelatihan, berupa panduan secara intensif dan sistematis kepada peserta latihan
untuk mencapai tujuan suatu latihan. Fungsi pelatih sebagai :
a. Komunikator,
yaitu fungsi informatif bagi peserta
b. Fasilitator, yaitu
fungsi penyedia sarana fisik dan psikis
c. Inovator,
yaitu fungsi stimulator terhadap peserta dalam mencapai target latihan sebagai
bagian kebutuhan organisasi dan kebutuhan kader
d. Emansipator, yaitu
fungsi mengangkat potensi peserta pada perkembangan yang lebih baik dalam
kesederajatan
e. Motivator,
yaitu fungsi pemberi dorongan terhadap perkembangan peserta
f. Organisator,
yaitu fungsi mengatur prosesi pelatihan dan unsur-unsur terkait yang menjadi
bagian dari pelatihan
g. Evaluator, yaitu
fungsi mengawasi dan memberikan umpan balik bagi kebutuhan peserta.
Oleh karena itu, pelatih dituntut mempunyai sikap EMPATY (melebur
diri), RESPEK (memberi perhatian), WAJAR, TIDAK MENGGURUI,
TIDAK SOK AHLI, TIDAK SUKA MENDEBAT, dan lain-lain.
5. Narasumber
Narasumber yaitu orang memppunyai pengetahuan atau
spesifikasi di bidang ilmu pengetahuan tertentu, dan berfungsi memberikan
pengetahuan bagi peserta.
6. Pembina Kader
Adalah orang yang secara sadar dan sistematis berusaha
terus menerus menjaga dan memberi perhatian pada anggota dan kader sehingga
kemauan, semangat, dan pengetahuannya tetap berkembang. Fungsi pembina kader
adalah menjaga kelestarian hasil suatu latihan untuk mencapai suatu tujuan.
Pembina kader meliputi Pelatih, Pimpinan Organisasi (Bidang dan Departemen
pengkaderan di masing-masing tingkat struktur kepengurusan IPNU.
B. TUJUAN
Tujuan dari buku ini merupakan penjabaran dari tujuan
mulia yang tercantum dalam Peraturan Dasar IPNU, yakni “terbentuknya pelajar-pelajar
bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT., berilmu pengetahuan, berakhlaq mulia
dan berwawasan kebangsaan serta bertanggung jawab atas tegak dan terlaksananya
syari’at Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945”.
Tujuan ini kemudian dijadikan pijakan ikhtiar operasional
organisasi dalam menghimpun dan membina pelajar Nahdlatul Ulama demi
terbentuknya kader-kader kritis, kratif, profesional, dan berakhlaqul
karimahsebagai generasi penerus perjuangan bangsa dan agama.
C. JENJANG PELATIHAN
Untuk memenuhi kebutuhan kader dan kebutuhan organisasi
maka pelatihan-pelatihan yang diadakan di IPNU adalah pelatihan yang sifatnya
berjenjang dan pilihan. Berjenjang artinya dalam proses pelaksanaannya, peserta
yang ingin mengikuti pelatihan tersebut dengan syarat-syarat tertentu yang
mengikat dan bersifat kontinyu. Pelatihan tersebut terdiri dari :
1. Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA)
Pelatihan ini dimaksudkan sebagai gerbang awal pengenalan
organisasi IPNU kepada calon anggota serta mengarah pada perubahan jiwa, sikap,
mental serta menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya suatu organisasi dalam
kehidupan bermasyarakat serta secara resmi merupakan proses untuk menjadi
anggota IPNU
2. Latihan Kader Muda (LAKMUD)
Pelatihan ini merupakan pelatihan yang menekankan pada
pembentukan watak, motivasi pengembangan diri, rasa memiliki organisasi dan
keterampilan berorganisasi serta upaya pembentukan standard kader
3. Latihan Kader Utama (LAKUT)
Pelatihan ini merupakan pelatihan yng membentuk idealisme
kader sehingga mampu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan skill organisasi
secara optimal.
Sedangkan latihan pilihan adalah bentuk pelatihan yang
memberikan alternatif bagi anggota dan kader dalam memilih pengembangan potensi
dirinya. Latihan pilihan ini dibagi dua, yakni Latihan Pelatih dan Latihan
Profesi.
1. Latihan Pelatih (LATPEL)
Pelatihan yang menitikberatkan pengmbangan skill dan
wawasan tentang tata cara dan proses melatih dalam rangka mempersiapkan tenaga
pelatih di lingkungan organisasi IPNU berdasarkan kebutuhan kader dan kebutuhan
organisasi. Untuk Latihan Pelatih I (Latpel I) syaratnya adalah harus pernah
mengikuti Lakmud. Out put Latpel I mempunyai kewenangan melatih di tingkat
Makesta dan Lakmud. Sedangkan Latihan Pelatih II (latpel II) syaratnya adalah
harus pernah mengikuti Lakut. Out put Latpel II mempunyai kewenangan melatih di
semua tingkat jenjang pelatihan. Dari Latpel I dan Latpel II tidak ada garis
jenjang yang berstruktur, artinya Latpel II tidak mensyaratkan harus mengikuti
Latpel I. Dikatakan latihan pilihan karena tidak semua kader harus mengikuti
latihan tersebut, tapi hanya diperuntukkan bagi kader yang berkeinginan
mengembangkan potensinya dalam bidang kepelatihan.
2. Latihan Profesi
Merupakan latihan yang disediakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan anggota dan keder untuk mengembangkan profesinya sesuai dengan
kebutuhan kader dan organisasi. Esensi dari latihan ini adalah memberikan bekal
dasar skill dan pengetahuan yang cukup kepada anggota dan kader, sebelum
anggota dan kader tersebut terjun dalam ruang publik sesuai dengan pilihannya.
Pelatihan tersebut misalnya, Pelatihan Jurnalistik, Pelatihan Kepartaian,
Pelatihan Da’i Muda, Pendidikan dan Pelatihan Peneliti Muda, dan lain-lain.
Pelaksana Pelatihan Profesi adalah bidan dan departemen yang bersangkutan dan
diatur di tingkat struktur kepengurusan masing-masing.
Rekruitmen merupakan suatu proses yang menjadi pola dan strategi dalam
meraih simpati dan empati awal dari calon anggota terhadap IPNU. Sebagai suatu
pola dan strategi, maka pendekatan yang digunakan merupakan hak dan kreatifitas
di masing-masing daerah sesuai dengan karakteristik calon anggota yang ada,
bisa dengan pendekatan personal maupun pendekatan kelembagaan (dalam arti
kegiatan-kegiatan formal).
Dalam buku pedoman ini disampaikan contoh pola rekruitmen bagi calon
anggota dengan pendekatan kelembagaan yakni MOP (Masa Orientasi Pelajar).
Menjadi suatu kelaziman bagi sekolah-sekolah SMP dan SMA di setiap awal tahun
ajaran barunya menyelenggarakan kegiatan yang dikemas dengan bentuk orientasi
atau lazim diberi label MOS (Masa Orientasi Siswa). Dalam kegiatan rutin dan
konvensional ini, IPNU secara kelembagaan dapat menawarkan diri sebagai
pengelola kegiatan tersebut dengan menurunkan Tim Pelatihnya pada masing-masing
sekolah yang membutuhkan.
Dari hasil pendekatan tersebut dapat kita lihat, ketika sekolah yang
bersangkutan menerima dengan tingkat resistensi yang tinggi, maka dalam
kegiatan ini kita hanya menawarkan jasa sebagai pengelola pelatihan sambilalu
melakukan pendekatan personal kepada siswa-siswi peserta MOS untuk
memperkenalkan IPNU, namun bila dalam penawaran terlihat resistensi yang rendah
dan menerima penuh maka alangkah baiknya kegiatan MOS tersebut diformat menjadi
kegiatan MOP tentunya dengan berbagai pertimbangan kebutuhan antara kedua belah
pihak.
Bagi cabang IPNU yang telah lama menjalin kerjasama dengan lembaga
pendidikan, maka hal tersebut akan menjadi hal yng tidak perlu dirisaukan, namun
akan berbeda pendekatannya bagi cabang IPNU yang selama ini belum atu kurang
menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Oleh karena
itu, rekruitmen sebagai suatu pola dan strategi akan menuntut kepiawaian
pengurus dan lembaga dalam menjajakan (mengenalkan) kepada “pasar” masyarakat
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya. Walhasil pola-pola terebut
menjadi kebijakan organisasi di tingkatannya masing-masing yang tidak ada
keharusan untuk mengeneralisir pola dan strategi tersebut.
D. ATURAN PELAKSANAAN
PENGKADERAN
Untuk menjaga kontinuitas pengkaderan dan produktifitas
kader secara komprehensif, maka perlu adanya komitmen bersama dari jajaran
kepengurusan IPNU sebagai penyelenggara pengkaderan dalam menjalankan proses
pengkaderan. Oleh karena itulah setiap periode (masa khidmat) kepengurusan di
setiap tingkatan wajib melaksanakan pelatihan minimal satu kali, dengan
ketentuan sebagai berikut :
1.
Masa Kesetiaan
Anggota (MAKESTA) diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting (PR) atau Pimpinan
Komisariat (PK) dan atau diselenggarakan secara bersama oleh beberapa PR atau
PK. Jika PR atau PK belum terbentuk atau tidak mampu, maka Makesta boleh
diselenggarakan oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC).
2.
Latihan Kader Muda
(LAKMUD) diselenggarakan oleh PAC atau diselenggarakan secara bersama oleh
beberapa PAC. Jika PAC tidak mampu, maka Lakmud boleh diselenggarakan oleh
Pimpinan Cabang (PC)
3.
Latihan Kader Utama
(LAKUT) diselenggrakan oleh PC atau diselenggarkan secara bersama oleh beberapa
PC, berkoordinasi dengan Pimpinan Wilayah (PW). Lakut juga boleh
diselenggarakan oleh PW.
4.
Latihan Pelatih
(LATPEL) I diselenggarakan oleh PC. Pelatih yang dihasilkan dalam Latpel I
hanya memiliki kewenangan untuk menjadi Pelatih/Fasilitator pada jenjang
Makesta dan Lakmud.
5.
Latihan Pelatih
(LATPEL) II diselenggarakan oleh PW. Pelatih yang dihasilkan dalam Latpel II
memiliki kewenangan untuk menjadi Pelatih/Fasilitator pada jenjang Makesta,
Lakmud, dan Lakut.
Sesuai dengan harapan kita, baha pengkaderan merupakan ruh dari organisasi
yang melaksanakan produksi kader secara simultan dan sistemik, harapan
mewujudkan kader yang kritis, kreatif, profesional, danberakhlaqul
karimah, merupakan tanggungjawabsemua penyelenggara baik panitia, pelatih,
maupun pimpinan IPNU struktural.
Oleh karena itu, materi-materi yang bersifat pemantapan ruhani dan sentuhan
spiritual seperti shalat berjama’ah, shalat tahajjud, shalat dluha,
yasinan tahlil, dan lain-lain, bukan merupakan bagian dari materi yang
harus dicantumkan, namun suatu kegiatan yang harus dilaksanakan dalam seluruh
prosesi pelatihan dari semua jenjang tingkatan pengkaderan. Ruang partisipasi
dan kreatifitas tim pelatih di daerah dibuka lebar untuk memformat
materi-materi yang bersifat pemantapan ruhani tersebut, artinya bentuk dan
prosesi kegiatan diserahkan sepenuhnya kepada tim pelatih yangdisesuaikan dengn
kultur dan kebutuhan di masing-masing daerah penyelenggara.
E. PENDEKATAN PELATIHAN
1. Pendekatan Latihan partisipatif
Adalah salah satu pendekatan proses belajar mengajar yang
melibatkan peserta secara aktif dan dinamis. Dalam hal ini pelatihan diarahkan
pada proses membantu peserta agar terlatih dalam rangka mengembangkan potensi
yang dimilikinya. Latihan merupakan laboratorium informasi, sehingga informasi
dan peristiwa yang ditangkap kemudian direfleksikan oleh peserta untuk diproses
menjadi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkannya.
Pendekatan ini menerapkan prinsip, konsep pendidikan yang
berimbang pada ANDRAGOGI (pendidikan ala orang dewasa), PAEDAGOGI (pendidikan
ala anak-anak), SOSIOLOGI (pendidikan kemasyarakatan), dan PSIKOLOGI
(pendekatan kejiwaan).
Pendekatan ini mendasarkan pada prinsip :
Prinsip “pengalaman adalah guru yang terbaik”
·
Saya dengar
maka saya lupa
·
Saya lihat
maka saya ingat
·
Saya lakukan maka
saya paham
Dasar pengalaman berstruktur
·
Peserta
melakukan/mengalami
·
Peserta
mengungkapkan penglamannya
·
Peserta menganalisa
·
Peserta
menyimpulkan
·
Peserta menerapkan
kembali
·
Pendekatan
doktriner (kondisional/disesuaikan kebutuhan)
2. Pendekatan Humanistik
Adalah sintesa dari pendekatan Paedagogi, dengan
pengertian :
A.
Sumber belajar
adalah pengalaman peserta itu sendiri. Pelatih membantu menyimpulkan dan
mensistematisir pengalaman itu. Karena itu orientasinya ditekankan pada proses
belajar dan isi makna proses itu.
B.
Perencanaan materi
latihan dipusatkan oleh peserta. Pelatih membantu menyusun dalam sekuen (urutan
penyajian dan menempatkannya dalam konfigurasi latihan sesuai dengan
identifikasi kebutuhan dan tujuan latihan).
C.
Belajar dipandang
sebagai pemahaman masalah (problem solving) dan membulatkan pengetahuan
serta pengalaman dengan informasi dari narasumber atau pelatih. Dengan
demikian, proses latihan merupakan proses penemuan dan pemecahan masalah serta
sekaligus proses transformasi pengetahuan dan pengalaman.
F. METODE PELATIHAN
·
Metode Ceramah :
adalah penyampaian informasi yang sifatnya searah. Penceramah memberikan
keterangan dan peserta mendengarkan.
·
Metode Diskusi :
adalah suatu cara penyampaian materi, dimana pelatih memberi kesempatan kepada
peserta untuk mengadakan perbincangan tentang pokok bahasan, dikaitkan dengan
pengalamannya, pendapatnya, juga saling mengoreksi pemahamannya agar dapat
diterima lebih baik.
·
Diskusi Kelompok :
adalah salah satu jenis diskusi dimana peserta diskusi terbagi dalam beberapa
kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari beberapa orang antara 3 – 6 orang
peserta.
·
Curah
Pendapat/Bursa Gagasan (brainstorming) : adalah suatu bentuk diskusi,
dimana prosesnya adalah satu orang pelatih memberikan/melontarkan permasalahan
dan orang lain (peserta) memberikan ide-ide baru tanpa diberi komentar, dan
dilakukan secara bebas dan spontan. Diskusi ini melatih keberanian berpendapat,
pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.
·
Metode Bermain
Peran (Role Playing) : adalah suatu kejadian tertentu yang dirancang
dengan pelaku yang diambil dari peserta latihan. Berbagai watak dimunculkan
oleh tokoh-tokoh yang telah ditetapkan untuk kemudian dibahas dan disarikan
sebagai pelajaran. Hendaknya permainan peran dipersiapkan lebih matang dan
tidak memaksakan peran pada peserta.
·
Metode Meta Plan :
adalah suatu diskusi dengan memakai papan plano dan tidak banyak menggunakan
lisan, melainkan ungkapan peserta melalui tulisan untuk kemudian
diklasifikasikan dengan aspek-aspek yang bersesuaian.
·
Metode Studi Kasus
(Case Study) : adalah penyajian bahan latihan dengan menggunakan kasus
atau kejadian-kejadian di masyarakat baik bersifat positif maupun yang negatif.
Kasus tersebut disajikan kepada peserta latihan untuk dibahas bersama.
Kesimpulan dari hasil dan proses pembahasan merupakan pelajaran.
·
Metode simulasi (Game/Permainan)
: adalah menciptakan suasana tertentu dari kenyataan hidup yang sesungguhnya
dalam bentuk permainan melalui instrumen tertentu.
·
Diskusi Reflektif :
adalah diskusi secara spontan/ bebas untuk mengutarakan pengalaman dan
pendapatnya.
·
Metode Demonstrasi
: adalah mempraktekkan sesuatu yang sudah direncanakan.
·
Metode Angket/Kuis
: adalah pengamatan dalam bentuk pertanyaan tertulis.
·
Metode lokakarya :
adalah diskusi sampai menghasilkan suatu karya nyata.
·
Metode Praktek
Kerja : adalah mempraktekkan sesuatu dalam wujud kerja lapangan.
·
Metode Observasi :
adalah mengamati sesuatu secara langsung ke lapangan.
G. MATERI LATIHAN
Bertitik tolak dari output kader yang hendak diharapkan,
maka materi pengkaderan IPNU diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Materi Ideologi
A.
Ke NU an
B.
Aswaja
C.
Ke IPNU an
2. Materi Wawasan Keilmuan
a.
Analisis Sosial
b.
Studi Problematika
Pendidikan di Indonesia
c.
Pemahaman Ideologi
Dunia
d.
Studi Gender
3. Materi Keterampilan Teknik
a.
Keorganisasian
b.
Manajemen
Organisasi
c.
Kepemimpinan
(leadership)
d.
Manajemen Keuangan
e.
Strategic Planning
(Rencana Strategis/Renstra)
f.
Manajemen Program
g.
Teknik Pembuatan
Proposal
h.
Metode
Pengorganisasian Pelajar
i.
Networking dan
Lobbying
j.
Scientific Problem
solving (SPS)
k.
Manajemen Konflik
l.
Komunikasi
m.
Kerjasama
n.
Teknik Diskusi dan
Persidangan
4. Muatan Lokal
Muatan lokal meliputi materi-materi yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan kompetensi daerah masing-masing.
5. Pelatihan Profesi
Materi pelatihan profesi disesuaikan dengan kebutuhan
kader dan organisasi di setiap tingkatan organisasi IPNU. Sebagai contoh :
Pelatihan Jurnalistik, Pelatihan Advokasi, Pelatihan Kewirausahaan, Pelatihan
Kesekretariatan/Administrasi, Pelatihan Kepartaian, Pelatihan Human Relation
and Development (HRD), Pelatihan Event Organizer, dan lain-lain.
H. MEDIA LATIHAN
Untuk menjadikan pelatihan menarik dan diminati, maka
pada proses latihan perlu dilengkapi dengan media latihan yang cukup memadai,
antara lain :
1.
papan Tulis (white
board/black board)
2.
Kapur Tulis
3.
Spidol Kecil atau
Spidol Besar
4.
Kertas Plano
5.
proyektor
6.
In Focus
7.
Kaset/CD Rekaman Peristiwa,
Cuplikan Peristiwa,
8.
Alat Penunjang
Latihan lainnya
I. EVALUASI LATIHAN
1. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Sebelum melakukan evaluasi latihan perlu dipahami
beberapa prinsip dasar evaluasi, antara lain :
a.
Evaluasi dalam
latihan partisipatif merupakan bagian integrasi proses belajar dari semua pihak
yang terlibat, terutama bagi peserta, pelatih dan penyelenggara latihan.
b.
Evaluasi merupakan
bagian integral proses belajar, arahan evaluasi adalah demi perbaikan (yang
bersifat formatif) dan demi pertanggungjawaban (yang bersifat sumatif).
Jadi bukan untuk menghakimi atau menentukan siapa yang benar, siapa yang salah
atau siapa yang pandai dan siapa yang bodoh.
c.
Arahan evaluasi
demi perbaikan dan pertanggungjawaban, maka pelaksanaannya dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
·
Dengan saling
mengevaluasi
·
Melakukan evaluasi
diri atau mengadakan refleksi
d.
Evaluasi
dilaksanakan secara berkala, maksudnya kalau ada penyimpangan yang merugikan
segera dapat dikoreksi dan diperbaiki.
e.
Pada dasarnya,
evaluasi dilaksanakan baik pada tahap pra latihan, tahap pelaksanaan latihan
dan tahap pasca latihan. Karena tugas yang harus ditunaikan di setiap tahap
berbeda satu sama lain, maka pertanyaan evaluasi serta tujuannya juga berbeda
di antara tahap yang satu dengan yang lain.
2. Manfaat Evaluasi
Tidak dapat disangkal lagi bahwa evaluasi latihan banyak
membawamanfaat, antara lain :
a.
Sebagai masukan
bagi proses latihan yang sedang berlangsung
b.
Untuk masukan bagi
penyempurnaan pelaksanaan latihan di masa yang akan datang
c.
Untuk menyajikan
fakta tentang tingkat keberhasilan latihan kepada berbagai pihak dalam rangka
memberikan pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan latihan.
3. Tujuan Evaluasi
Selama kurun waktu latihan, evaluasi dilaksanakan
berulang kali untuk berbagai tujuan. Dengan demikian setiap kali melaksanakan
evaluasi pada dasarnya mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Tetapi secara umum
dapatlah dikatakan bahwa tujuan evaluasi latihan adalah :
a. Untuk
mengetahui tingkat perubahan kognitif (pengetahuan), sikap, dan tingkah laku
peserta latihan
b. Untuk mengetahui
efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan latihan
4. Sasaran Evaluasi
a.
Prestasi belajar
peserta dengan titik berat pada perkembangan sikap/tingkah laku, pengetahuan
dan keterampilan
b.
Efisiensi dan
efektifitas penyelenggaraan latihan
BAB III
TEKNIS PENYELENGGARAAN LATIHAN
dan MANAJEMEN PERAWATAN KADER
A. TAHAPAN PERSIAPAN PROSESI
PENYELENGGARAAN LATIHAN
Teknis penyelenggaraan latihan adalah serangkaian
kegiatan suatu latihan sejak perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan
pelaporannya. Teknis penyelenggaraan suatu latihan ini dikelompokkan pada 3
(tiga) tahap, yaitu :
Tahap pra latihan
Tahap pelaksanaan latihan
Tahap pasca latihan (tindak lanjut)
Dan pelaksanaan suatu latihan dikatakan berhasil apabila
tahapan-tahapan tersebut dapat terlaksana dengan baik.
1. Tahapan Pra Latihan
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a. Analisa
Kebutuhan Latihan
Suatu latihan diselenggarakan bukanlah hanya untuk
sekedar memenuhi suatu program yang telah dijadwalkan, tetapi sifat latihan
tersebut haruslah merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan. Kebutuhan ini bisa
berbentuk tuntutan atau kebutuhan organisasi atau kebutuhan kader, misalnya :
kebutuhan organisasi akan adanya tim pelatih, kebutuhan kader yang akan
didistribusikan di ruang publik, dan lain-lain.
b. Konsultasi Dengan
Pengurus/Pimpinan Organisasi
Hal ini dimaksudkan agar suatu latihan yang akan
diselenggarakan dapat direncanakan secara baik, apabila dilakukan koordinasi
dengan pimpinan organisasi.
c. Pembentukan
Panitia
Panitia dibentuk oleh pimpinan organisasi yang dikuatkan
dengan surat keputusan. Panitia tersebut terdiri dari Sterring Committe (SC)
dan Organizing Committe (OC). Panitia SC bertugas menyusun, menyiapkan dan
mengoperasikan hal-hal yang terkait dengan materi dan forum, sedangkan panitia
OC bertugas menyiapkan dan melaksanakan hal-hal yang terkait dengan sarana dan
prasarana latihan..
d. Pertemuan Tim
Pelatih
Hal ini dimaksudkan dalam rangka :
ü Menyiapkan latihan, baik dari aspek proses
pelaksanaan, penyamaan persepsi, dan langkah-langkahnya
ü Proses pembinaan pelatih-pelatih muda pada
pra dan pasca latihan
ü Pembagian tugas pelatih, termasuk penentuan
materinya
ü Pembuatan kerangka acuan latihan
e. Pendaftaran
Peserta
Informasi tentang rencana penyelenggaraan latihan (seharusnya)
minimal 2 (dua) bulan sebelumnya sudah disebar pada anggota disertai lengkap
dengan syarat-syaratnya. Hal ini dimaksudkan agar peserta dapat dimonitor sejak
dini oleh tim pelatih/pembina kader dan menjadi input untuk pelaksanaan dan
pasca latihan.
2. Tahapan Proses Latihan
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a. Persiapan
Persiapan sebelum acara latihan dimulai, biasanya perlu
dilakukan beberapa saat sebelumnya, hal ini untuk menghindari agar tidak
terlalu dekat dengan acara pembukaan. Selain itu untuk memberikan kesempatan
kepada peserta yang belum menyelesaikan administrasi, disamping memberi
kesempatan kepada panitia dan tim pelatih untuk mempersiapkan segala
sesuatunya.
b. Acara pembukaan
Pada acara pembukaan sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan. Jangan sampai acara pembukaan tersebut mengalahkan
substansi dari pelatihan yang akan dilaksanakan.
c. Pengaturan
ruangan
Pengaturan ruangan pelatihan tampaknya merupakan hal yang
sederhana dan sepele, namun akan berakibat fatal bila tidak diperhatikan dengan
seksama, karena hal tersebut akan mempengaruhi psikis peserta latihan. Dalam
pengaturan tempat duduk, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
·
Peserta dapat
melihat narasumber/pelatih dengan jelas
·
Peserta dapat
memandang peserta lain dengan jelas
·
Peserta dapat
melihat media latihan yang dipergunakan dengan jelas
·
Untuk model forum
disesuaikan dengan kebutuhan materi yang akan disampaikan (sebaiknya tempat
duduk mudah dipindahkan, hal ini untuk mempermudah perubahan model forum)
d. Masalah-masalah
yang biasa dan mungkin timbul menjelang/selama latihan berlangsung
Bila dalam latihan muncul suatu hal yang tidak
diharapkan, maka jalan keluarnya adalah segera mencari tindakan penyelesaian,
misalnya :
1.
Hal-hal yang
berkaitan dengan administratif dan sarana latihan, maka panitia pelaksana
sebagai panitia operasional bertanggung jawab penuh untuk memutuskan dan
mencari penyelesaiannya.
2.
bila hal tersebut
terkait dengan forum latihan baik peserta, narasumber, pelatih, materi latihan,
dan lain-lain, maka panitia SC yang bertanggung jawab penuh untuk mengambil
kebijakan.
3.
bila hal tersebut
terkait dengan keputusan hukum organisasi, maka pimpinan struktural yang
bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Hal ini perlu diidentifikasi agar tidak terjadi overlapping (tumpang
tindih) tugas penyelesaian (penjabaran job discription) sehingga tidak
terjadi saling melempar tanggung jawab.
e. Penutupan
Acara penutupan juga hendaknya dilaksanakan secara
sederhana (sesuaai dengan kemampuan dan kebutuhan), yang terpenting pesan
ikatan moral untuk berkegiatan lebih aktif dan partisipatif dari alumni latihan
bisa terbentuk dengan optimal. Dalam penutupan ini juga hendaknya bisa mengurai
segala permasalahan yang mengganjal selama latihan dari semua unsur latihan
yang terkait.
f. Persiapan
meninggalkan arena latihan
Setelah selesai acara pelatihan, sebelum meninggalkan
arena latihan hendaknya dikembalikan seperti semula. Hal ini bukan semata-mata
hanya untuk menjaga image, tapi merupakan bukti awal bahwa IPNU merupakan
organisasi yang terpelajar dan terdidik.
3. Tahapan Pasca Latihan
Dengan selesainya latihan buka berarti purna pula
tugasnya, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
a.
Panitia pelaksana
memberikan laporan selengkapnya kepada pimpinan organisasi sebagai pemberi
wewenang. Tugas panitia pelaksana selesai setelah memberikan laporan
pertanggungjawaban pada pimpinan organisasi.
b.
Laporan tim pelatih
Laporan tim pelatih pada pimpinan organisasi adalah meliputi proses dan
hasil latihan. Guna penyampaian laporan ini adalah :
·
Sebagai input pada
pembina kader di tingkatan struktural masing-masing organisasi dalam memonitor
dan membina perkembangan anggota dan kader di masa berikutnya.
·
Sebagai input pada
pimpinan organisasi dalam menentukan kebijakan tentang pembina kader.
c. Tindak
lanjut
Kegiatan pasca latihan sebagai tindak lanjut latihan merupakan hal yang
harus dilakukan dalam rangka memenuhi kabutuhan kader dan kebutuhan organisasi,
kegiatan ini juga merupakan kepedulian pimpinan dalam rangka merawat kader
pasca laatihan. Karenanya dibutuhkan manajemen perawatan kader yang optimal.
Dalam buku ini disampaikan manajemen perawatan kader dan contoh-contoh
sederhana serta teknis pelaksanaannya. Adapun kesesuaian dari model manajemen
tersebut merupakan bagian dari kreatifitas tim pelatih/pembina kader di
masing-masing daerah.
B. MANAJEMEN PERAWATAN KADER
Manajemen
perawatan kader merupakan suatu upaya untuk menjaga optimalisasi kaderisasi,
sehingga setiap peserta pasca pengkaderan harus tetap mendapatkan treatment (intervensi).
Strategi ini dilakukan untuk menghindari pembusukan kader pasca pengkaderan dan
untuk menjembatani serta menghantarkan peserta memasuki jenjang pengkaderan
berikutnya. Letak perawatan kader dalam skema pengkaderan adalah di antara
masing-masing jenjang pengkaderan, misalnya antara makesta dan Lakmud, antara
Lakmud an Lakut atau lebih mudahnya dikatakan bahwa alumni pengkaderan dalam setiap
jenjang pengkaderan harus mendapatkantreatment atau keagiatan
lanjuta, misalnya berupa kajian dalam bentuk bozz group, bimbingan belajar,
atau pelibatan dalam kegiatan-kegiatan kepanitiaan dan kegiatan lain yang
mendukung perkembangan anggota dan kader. Pada dasarnya, pemberian treatment di
antara jenjang pengkaderan tersebut merupakan kegiatan lanjutan yang bersifat
pengembangan, pemantapan dan pendalaman baik dari ideologi, wawasan keilmuan,
keorganisasian, dan keterampilan teknik. Sehingga dalam memasuki tahap
pengkaderan berikutnya peserta (anggota/kader) akan mendapat kemudahan
dan memiliki loyalitas serta dedikasi yang tinggi terhadap organisasi.
C. PROGRAM LANJUTAN PASCA
PENGKADERAN
Dalam rangka menjaga kontinyuitas kaserisasi, maka
program perawatan kader menjadi penting untuk dilaksanakan, dengan tujuan :
·
Memantapkan materi
pasca pengkaderan (ideologi, wawasan keilmuan, dan teknik skill)
·
Menjaring kader
ideologis yang memiliki komitmen tinggi terhadaap organisasi
·
Menjaring
kader-kader potensial baik secara ideologis, akademis, maupun sosiologis
·
Membentuk
kelompok-kelompok angkatan dalam rangka dinamisasi
1. Pasca Makesta
Makesta sebagai gerbang awal pengenalan organisasi IPNU kepada calon
anggota serta mengarah pada perubahan jiwa, sikap, mental serta menumbuhkan
kesadaran tentang pentingnya suatu organisasi dalam kehidupan bermasyarakat,
dan secara resmi merupakan satu-satunya pintu masuk untuk menjadi anggota resmi
IPNU.
Pasca mengikuti Makesta dan sah menjadi anggota IPNU, pada kenyataannya
mereka menunggu apa yang harus dilakukan. Di sinilah program perawatan kader
menjadi penting. Ada jeda waktu yang lama antara Makesta menuju Lakmud. Untuk
itu harus ada pertemuan-pertemuan guna mengisi kekosongan tersebut dengan
tujuan :
a. Membangun
kesadaran kritis akan pentingnya berorganisasi
b. Meyakini bahwa IPNU
merupakan pilihan organisasi yang tepat sebagai sarana perjuangan
c. Memahami
PD/PRT
d. Memiliki wawasan
kemampuan dasar organisatoris
Target :
ü Terbentuknya anggota IPNU yang kritis, kreatif dan
profesional
ü Terbentuknya anggota yang paham tentang hubungan IPNU, NU
dan badan Otonom serta Lembaga NU
ü Terbentuknya anggota yang mempunyai kesadaran tinggi akan
pentingnya organisasi
ü Terbentuknya anggota yang paham nilai keislaman yang
dikembangkan oleh NU (Islam ala Ahlussunnah wal Jama’ah)
ü Terbentuknya kader yang memahami cara berorganisasi yang
baik
Teknik Pertemuan :
Seminggu
pasca Makesta, Pimpinan Komisariat atau Pimpinan Ranting dan atau Pimpinan Anak
Cabang sebagai pelaksana, mengundang peserta yang sudah lulus Makesta.
Acara dibuka
oleh PK, PR, dan atau PAC dan selanjutnya dipandu oleh tim pelatih atau
fasilitator (pembina kader).
Dalam pertemuan dapat diagendakan beberapa tahap,
misalnya :
a.
Tim pelatih atau
fasilitator memulai dengan pretest dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang
sederhana, untuk menggugah apa yang didapatkan pada waktu Makesta, sebagai
contoh : “Setelah seminggu mengikuti Makesta, apa yang rekan-rekan peroleh
atau rasakan?”. Dari pertanyaan itu muncul curah pendapat dengan alokasi
waktu 45 menit
b.
Setelah curah
pendapat dianggap cukup, maka dilanjutkan dengan diskusi kecil dan selanjutnya
fasilitator membagi peserta dalam tiga kelompok untuk diberi tugas membuat
makalah yang meliputi materi ideologis, wawasan keilmuan, dan teknik skill (tema
sesuai dengan isu-isu yang muncul dan berkembang pada waktu itu)
c.
Dua minggu kemudian
diadakan pertemuan dengan agenda mendiskusikan hasil tugas kelompok
d.
Dua minggu
berikutnya diadakan diskusi dengan mendatangkan narasumber yang berkompeten di
bidang yang dibutuhkan oleh peserta
e.
Sebelum masuk
pengkaderan jenjang di atasnya diadakan pertemuan rutin dan atau pelibatan pada
kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh organisasi
f.
Tahap terakhir
adalah persiapan pengkaderan jenjang berikutnya (Lakmud).
2. Pasca Lakmud
Lakmud adalah pelatihan yang menekankan pada pembentukan watak, motivasi
pengembangan diri dan rasa memiliki organisasi serta keterampilan
berorganisasi. Di samping itu, Lakmud merupakan ukuran formal pembentukan
standardisasi kader IPNU. Oleh karena itu, maka outputnya diharapkan mempunyai
pemahaman dan kemampuan dasar tentang ideologi (sebagaimana tercantum dalam
materi Lakmud), wawasan keilmuan, dan keterampilan teknik berorganisasi.
Untuk itulah setelah Lakmud, maka tanggunng jawab PAC atau PC sebagai
pelaksana adalah melakukan perawatan kader dengan pertemuan-pertemuan rutin
yang bertujuan :
a.
Memantapkan dan
menumbuhkembangkan hasil materi Lakmud
b.
Memahami
prinsip-prinsip dan menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap terlaksananya
ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah secara utuh menurut NU
yang diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa
c.
Mengerti
prinsip-prinsip organisasi dan kepemimpinan
d.
Mempunyai kemampuan
untuk memahami dan memecahkan masalah serta menguasai teknik pengambilan
keputusan yang tepat
e.
Mempunyai
pengetahuan dasar dan sikap loyalitas yang tinggi terhadap cita-cita organisasi
f.
Memiliki perangkat
metode analisis sosial dasar
g.
Memahami
persoalan-persoalan kritis problematika pendidikan di Indonesia
h.
Memiliki
sensitivitas gender
i.
Menghasilkan
kader-kader yang memiliki integritas kepribadian yang berwawasan luas dan
kritis serta mampu mengembangkan organisasi.
Teknik Pertemuan :
Dua minggu pasca Lakmud, PAC atau PC IPNU sebagai pelaksana
mengundang peserta yang sudah lulus Lakmud
Acara dibuka oleh PAC atau PC dan seterusnya dipandu oleh
tim pelatih atau fasilitator (pembina kader)
Dalam pertemuan dapat diagendakan beberapa tahap,
misalnya :
a.
Tim pelatih atau
fasilitator memulai dan memberikan pengantar yang mampu meyakinkan peserta
bahwa acara tersebut menjadi kebutuhan bagi mereka. Selanjutnya fasilitator
melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana untuk menggugah apa yang
didapatkan pada waktu Lakmud, sebagai contoh : ““Setelah dua minggu
mengikuti Lakmud, apa yang rekan-rekan peroleh atau rasakan?”. Dari
pertanyaan itu muncul curah pendapat dengan alokasi waktu 60 menit
b.
Setelah curah
pendapat dianggap cukup, maka fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok
untuk diberi tugas membuat makalah yang meliputi materi ideologis, wawasan
keilmuan dan teknik skill dengan tema sesuai dengan isu-isu yang muncul dan
berkembang pada waktu curah pendapat atau tema disesuaikan dengan isu-isu
aktual dan kontemporer
c.
Dua minggu kemudian
diadakan pertemuan dengan agenda mendiskusikan hasil tugas kelompok
d.
Dua minggu
selanjutnya fasilitator menawarkan model-model dan alternatif pertemuan, suatu
contoh dengan studi wisata atau tadabbur alam
e.
Dua minggu kemudian
diskusi dengan mendatangkan narasumber yang berkompeten di bidang yang
dibutuhkan oleh peserta
f.
Sebelum masuk
pengkaderan jenjang di atasnya diadakan pertemuan rutin dan atau pelibatan
dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi
g.
Dilakukan persiapan
pengkaderan jenjang berikutnya (Lakut), dengan mendisjusikan tema besar yang
akan diangkat.
3. Pasca Lakut
Lakut adalah
pelatihan dan pengkaderan yang membentuk idealisme kader sehingga mampu
mengembangkan pengetahuan, sikap, skill organisatoris secara optimal.
Alumni Lakut diharapkan menjadi kader yang paripurna dalam mengembangkan
IPNU, karena materi yang diberikan adalah materi yang membentuk kemampuan
manajerial yang mendalam pada peserta.
Oleh karena
itu, pertemuan-pertemuan pasca Lakut diharapkan menjadi kebutuhan bagi
alumninya dan diprakarsai sendiri oleh mereka. PC maupun PW IPNU sebagai
pelaksana Lakut hanya memfasilitasi jika diperlukan. Namun demikian harus tetap
ada komunikasi yang intens antara alumni Lakut dengan PC maupun PW. Hal ini
dilakukan dalam rangka mengetahui sejauh mana aktifitas mereka dan memonitoring
keberhasilan pengkaderan tersebut yang selanjutnya dilaporkan pada PP. IPNU.
Pertemuan-pertemuan
tersebut bertujuan :
Aktualisasi
dan penguasaan diri terhadap materi bagi alumni peserta Lakut
Menguasai
Aswaja NU sebagai ideologi organisasi dan mengaktualisasikan dalam kehidupan
bermasyarakat
Mempunyai
wawasan kebangsaan yang luas dan kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan
organisasi dan masyarakat
Memiliki
sikap kritis, kreatif, kepeloporan, berakhlaqul karimah serta komitmen yang
tinggi terhadap perjuangan organisasi
Memiliki
kemampuan dan keterampilan manajerial organisasi yang memadai.
Target :
Terbentuknya kader yang mampu merancang bangun dan
mengelola organisasi secara optimal
Teknik Pertemuan :
Dua minggu pasca Lakut, PC atau PW IPNU sebagai pelaksana
mengundang peserta yang sudah lulus Lakut
Acara dibuka oleh PC atau PW dan seterusnya diserahkan
kepada peserta untuk melakukan kontrak belajar sendiri
Tim pelatih atau fasilitator (pembina kader) mendampingi
mereka dan memberikan masukan seperlunya jika diminta
Jika forum pasif maka fasilitator berkewajiban memberikan
stimulus pada peserta agar mereka aktif dan dinamis, sesuai dengan tema
yang dibicarakan
Setelah sharing di antara mereka dianggap cukup,
fasilitator bisa memberikan masukan tentang skala prioritas materi dan
pertemuan-pertemuan berikutnya yang meliputi materi ideologis, wawasan
keilmuan, dan teknik skill, serta bagaimana mengelola isu-isu yang aktual
Jadwal acara hendaknya dibicarakan secara tuntas agar
tidk berbenturan dengan agenda PC atau PW IPNU
PC maupun PW melibatkan mereka dalam acara-acara bahkan
memberi mereka tugas untuk menggagas dan merancang bangun IPNU ke depan.
Kemudian materi tersebut bisa dibawa oleh PC maupun PW pada acara-acara
nasional mulai Rakernas hingga Kongres.
BAB IV
PENUTUP
A. EVALUASI BUKU PEDOMAN
PENGKADERAN
Evaluasi
yang dimaksud adalah proses koreksi dan pencocokan atas kelaikan buku pedoman
pengkaderan dengan target group dan output yang menjadi amanat dan harapan
organisasi dari setiap masa. Karena buku pedoman tersebut merupakan buku
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melaksanakan pengkaderan di
semua jenjang. Oleh karena itu, evaluasi berkala yang dilakukan di setiap daerah
dan masukan dari tim pelatih dari setiap daerah menjadi entry point untuk
melihat kembali kesesuaian buku pedoman tersebut adalah sebuah keniscayaan yang
bisa dilakukan oleh tim pelatih di setiap masa khidmat. Hal ini merupakan wujud
penerimaan diri atas kelemahan kita sebagai manusia dalam mengejar ketinggalan
serta sebagai upaya untuk menyelaraskan dengan kebutuhan perkembangan zaman.
Adapun bentuk evaluasi yang harus dikembangkan terhadap
buku pedoman adalah :
1. Formatif
Yaitu evaluasi yang dikembangkan pada setiap tahap atau
jenjang latihan terhadap aspek-aspek latihan dengan tujuan untuk mengetahui
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, sehingga dapat diperbaiki sesuai dengan
tujuan setiap tahap atau jenjang latihan tersebut.
2. Sumatif
Yaitu evaluasi yang boleh dilakukan setiap periode
kepengurusan dengan mempertimbangkan tingkat relevansi dari buku pedoman
pengkaderan yang ada dengan kebutuhan organisasi dan kader. Adapun unsur-unsur
yang harus dipertimbangkan adalah konsistensi proses pelaksanaan pelatihan di
masing-masing jenjang baik dari sisi materi dan persyaratan peserta serta
kualifikasi narasumber dan pelatih.
B. TINDAK LANJUT
Untuk mengawal konsistensi pelaksanaan pengkaderan dan
mewujudkan output kader yang kritis, kreatif, profesional, dan berakhlaqul
karimah perlu diterbitkan buku standard materi/hand out untuk menjaga semangat
dan motivasi yang terkandung dalam buku pedoman tersebut. Tidak kalah
pentingnyaa membentuk tim pelatih nasional dalam rangka mempercepat sosialisasi
dan memonitoring serta menjembatani terwujudnya pengkaderan yang konsisten dan
terencana.
d
penerimaan diri atas kelemahan kita sebagai manusia dalam mengejar ketinggalan
serta sebagai upaya untuk menyelaraskan dengan kebutuhan perkembangan zaman.
Adapun bentuk evaluasi yang harus dikembangkan terhadap
buku pedoman adalah :
1. Formatif
Yaitu evaluasi yang dikembangkan pada setiap tahap atau
jenjang latihan terhadap aspek-aspek latihan dengan tujuan untuk mengetahui
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, sehingga dapat diperbaiki sesuai dengan
tujuan setiap tahap atau jenjang latihan tersebut.
2. Sumatif
Yaitu evaluasi yang boleh dilakukan setiap periode
kepengurusan dengan mempertimbangkan tingkat relevansi dari buku pedoman
pengkaderan yang ada dengan kebutuhan organisasi dan kader. Adapun unsur-unsur
yang harus dipertimbangkan adalah konsistensi proses pelaksanaan pelatihan di
masing-masing jenjang baik dari sisi materi dan persyaratan peserta serta
kualifikasi narasumber dan pelatih.
B. TINDAK LANJUT
Untuk mengawal konsistensi pelaksanaan pengkaderan dan
mewujudkan output kader yang kritis, kreatif, profesional, dan berakhlaqul
karimah perlu diterbitkan buku standard materi/hand out untuk menjaga semangat
dan motivasi yang terkandung dalam buku pedoman tersebut. Tidak kalah
pentingnyaa membentuk tim pelatih nasional dalam rangka mempercepat sosialisasi
dan memonitoring serta menjembatani terwujudnya pengkaderan yang konsisten dan
terencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar