pac ipnu kedungkandang

pac ipnu kedungkandang
makesta 2013

Selasa, 19 Agustus 2014

Pengkaderan dalam IPNU

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kongres XIV IPNU di Surabaya yang berhasil mengembalikan IPNU sebagai organisasi pelajar membawa berbagai konsekuensi dan implikasi. Salah satu konsekuensi besarnya adalah dalam bidang pengkaderan yang menuntut penguatan sistem pengkaderan. Karenanya, Bidang Pengkaderan Pimpinan Pusat IPNU membentuk tim evaluasi dan penyusun materi pengkaderan. Tim itu bertugas mengevaluasi sistem pengkaderan yang selama ini diterapkan oleh IPNU, mengkaji berbagai realitas kader IPNU dan selanjutnya merekonstruksi sistem pengkaderan dan dan menyusun rancangan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) pelatihan.
Rancangan yang dihasilkan dari diskusi panjang dalam tim tersebut selanjutnya dibahas dalam Workshop Nasional Pengkaderan yang diikuti oleh Bidang Pengkaderan dan/atau Tim Pelatih utusan dari semua Pimpinan Wilayah IPNU se-Indonesia. Workshop yang diselenggarakan pada 18 – 21 Mei 2004 di Pondok Pesantren Al Masthuriyah Sukabumi Jawa Barat itu diselenggarakan sebagai upaya untuk merumuskan sistem pengkaderan yang efektif, relevan, visioner, dan paradigmatik bagi para kader. Pengkaderan yang dilakukan diorientasikan pada penguatan kepelajaran dengan menitikberatkan paradigma transformatif berbasis nilai-nilai luhur.
Heterogenitas basis massa IPNU dengan latar belakang yang multikultural adalah persoalan tersendiri yang harus menjadi pertimbangan dasar dalam penyusunan program pengkaderan. Karena itulah pemberian ruang bagi muatan local menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Sistem pengkaderan ini adalah pedoman umum nasional dan setiap daerah diberi otonomi untuk melakukan penyesuaian menurut kebutuhan dan kompetensi local. Penyesuaian yang dimaksud adalah penambahan materi yang sesuai dengan konteks lokal, dan/atau mengkontekstualisasikan materi inti sesuai dengan situasi dan kondisi lokal.
Adanya prioritas bidang garap IPNU sebagaimana diatur dalam Peraturan Rumah Tangga (PRT) IPNU tentang usia keanggotaan IPNU yang mencakup usia siswa, santri, mahasiswa, dan remaja, menuntut tim pengkaderan PP. IPNU mereview kelaikan pengkaderan sebagai piranti vital organisasi. Untuk itulah selain pedoman pengkaderan yang yang berjenjang tim juga menyusun MOP (Masa Orientasi Pelajar) sebagai rujukan dasar bagi pimpinan IPNU di daerah-daerah untuk masuk pada basis pelajar di sekolah-sekolah. Hal tersebut bukan semata-mata karena keputusan Kongres XIV mempertegas IPNU sebagai organisasi pelajar, melainkan lebih pada upaya pencerahan pengkaderan untuk merefleksi dan mengoreksi efektivitas pengkaderan yang selama ini dilakukan.
Pada akhirnya rancangan materi pedoman pengkaderan yang telah lama digodok oleh tim dan dibahas dalam forum workshop dengan berbagai penambahan dan pengurangan, maka pedoman tersebut disahkan dalam forum Rapat Kerja Nasional (Rakernas I) 15 – 18 Juni di Pekanbaru Riau menjadi Buku Pedoman Pengkaderan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) sebagai buku pedoman dan petunjuk pelaksanaan resmi dalam melaksanakan proses pengkaderan IPNU mulai dari Makesta sampai pada Latihan Pelatih.



B. REALITAS KADER PELAJAR NU

Pelajar adalah komponen penting dalam Nahdlatul Ulama. Namun kita harus menyadari bahwa realitas kader NU masih sangat jauh dari ideal. Dari berbagai diskusi yang dilakukan oleh Tim Penyusun muncul berbagai pendapat tentang kader IPNU, baik yang masih aktif maupun yang sudah purna. Pembacaan atas fakta itu memunculkan kesimpulan bahwa realitas kader pelajar NU :

1.      Kurang profesional
2.      Kurang loyal
3.      Kurang tahu apa yang harus diperjuangkan
4.      Kapasitas leadership yang lemah
5.      Kurang memiliki kesadaran dokumentatif
6.      Kapasitas manajerial yang lemah.

Meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak hal itu dapat dibaca sebagai potret pengkaderan IPNU. Di sinilah reformulasi sistem pengkaderan menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Berpijak pada tantanganeksternal dan realitas internal yang ada, maka pengkaderan yang dilakukan oleh IPNU berpijak suatu paradigma tertentu.





C. PARADIGMA PENGKADERAN IPNU

Paradigma pengkaderan terkait erat dengan pilihan paradigma perjuangan yang dipilih, yang pada gilirannya menentukan metode pendekatan pengkaderan yang dilakukan. Paling tidak ada tiga paradigma perubahan sosial dalam dunia pendidikan (Pengkaderan), yaitu paradigma konservatif, paradigma liberal, dan paradigma transformatif.
Di antara tiga paradigma itu, IPNU memilih perspektif transformatif sebagai landasan pengkaderan. Dengan perspektif ini, maka paradigma pengkaderan yang dipilihpun pararel dengan gerakan transformatif IPNU. Hal itu menunjukkan bahwa paradigma pengkaderan IPNU memandang akar persoalan sosial terletak pada struktur sosial yang ada, di satu sisi, dan di sisi lain lemahnya kapasitas kepemimpinan (perubahan) masyarakat.
Dengan perspektif tersebut, maka paradigma pengkaderan IPNU diarahkan untuk membentuk sikap kritis terhadap realitas sosial eksternal di satu sisi, dan membentuk kader yang kritis, kreatif, profesional, danberakhlaqul karimah. Dalam konteks IPNU, maka kesadaran struktural yang dibangun sesuai dengan fokus dan konsentrasi perjuangannya, minimal pada wilayah kebijakan pengkaderan.
Paradigma pengkaderan seperti itulah yang diyakini dapat menbentuk kader IPNU yang mampu menjawab tantangan sosial eksternal sesuai dengan fokus gerakan perjuangan IPNU, sekaligus menjawab kebutuhan internal organisatoris IPNU.


D. KUALIFIKASI KADER IDEAL

Paradigma seperti di atas diarahkan untuk membentuk pelajar yang memiliki jatididri dan karakter yang kuat. Jatidiri yang diharapkan dimiliki kader IPNU adalah antara lain :
a.       Memiliki ideologi ke NU an yang kuat
b.      Memiliki skill organisasi yang memadai
c.       Memiliki skill profesi yang handal
d.      Memiliki wawasan keilmuan yang luas
e.       Profesional, militan, disiplin, dan memiliki kolektivitas tinggi
f.       Berakhlaqul karimah.


E. SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM PENGKADERAN IPNU

Seperti disampaikan di awal, bahwa buku pedoman pengkaderan yang diputuskan dalam Rakernas I IPNU di Pekanbaru bukan sama sekali baru, namun merupakan hasil rekonstruksi dari buku pedoman pengkaderan yang telah diputuskan dalam Konbes 1988 dengan melalui proses diskusi panjang.
Perkembangan pola pengkaderan IPNU berjalan seiring dengan berkembangnya kedewasaan IPNU itu sendiri di tengah konstelasi (percaturan) situasi berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, untuk memahami motivasi dan paradigma secara komprehensif yang terkandung dari perkembangan pola pengkaderan dari masa ke masa akan lebih baik jika kita memahami kronologi perkembangan pola pengkaderan di IPNU.
Awal konsep dari buku Pedoman Pelatihan Kader IPNU atau Pedoman Pengkaderan IPNU tersebut, adalah konsep tentang “Petunjuk Pelaksanaan PengkaderanIPNU-IPPNU Cabang Jember” yang ditulis oleh rekan Drs. H. Afton Ilman Huda, pada saat ia menjabat sebagai Ketua IPNU Cabang Jember bersama rekan aktivis IPNU Cabang Jember yang lain, di antaranya : Ma’shum Zubeir dan Drs. Diambang Fajar Ahwa pada tahun 1987. konsep ini ditulis di Jember dan dikonsumsi oleh IPNU-IPPNU Cabang Jember pada kurun waktu tahun 1987-1989. buku tersebut berisi tentang juklak (Petunjuk Pelaksanaan) tentang pembinaan kader IPNU-IPPNU untuk jenjang, yaitu : Mental Training (Mentra), Latihan Kepemimpinan, Choacing Instruktur, Pelatihan Profesi, serta Masa Kesetiaan Anggota (Makesta).

1.      Konsep Mentra (Mental Training)
Adalah pembinaan kader melalui pelatihan di tingkat basic atau dasar yang tujuannya adalah :
a. Pembentukan karakter/watak (character building) kader IPNU-IPPNU
b. Penyaringan potensi kader (memilah kader yang berkualifikasi sebagai calon pengurus/pemimpin, kader yang berkualifikasi sebagai kader pelatih/instruktur serta kader yang berkualifikasi sebagai kader profesi)

2.      Konsep Latihan Kepemimpinan
Yaitu pelatihan untuk kader alumni Mental Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai calon pengurus/pemimpin, sehingga langkah pembinaan kadernya khusus untuk pengurus/pemimpin saja.
3.      Konsep Choacing Instruktur
Yaitu pelatihan lanjutan untuk alumni Mental Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai pelatih/instruktur pengkaderan/pelatihan, sehingga langkah pembinaan kadernya khusus untuk pelatih/instruktur.

4.      Konsep Pelatihan Profesi
Yaitu pelatihan lanjutan untuk alumni Mental Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai kader profesi, misalnya jurnalistik, menjahit, dan lain-lain, sehingga pelatihannya khusus kebutuhan kader tersebut yaitu pelatihan jurnalistik, pelatihan menjahit, dan lain-lain.
Motivasi konsep buku Petunjuk Pelaksanaan Pelatihan tersebut menggunakan paradigma “Pengembangan Sumber Daya Manusia” dimana asumsi dasarnya adalah :

IPNU harus konsentrasi terhadap langkah kebijakan/policy pembinaan organisasi terhadap potensi kader dan potensi anggotanya yang beragam dan tidak hanya potensi aktivitas pengurus saja.
Pelaksanaan kebijakan pembinaan anggota yang mengacu pada konsep pengembangan sumber daya manusia tidak hanya diterapkan khusus pada pimpinan/pengurus saja, tapi harus konsentrasi jagu membina anggotanya yang notabene tidak menjadi pengurus dalam bentuk pelatihan-pelatihan profesi seperti jurnalistik, menjahit, dan lain-lain.

Konsep tersebut merupakan antitesa terhadap pedoman pembinaan kader yang diputuskan melalui Konperensi Besar (Konbes) IPNU-IPPNU di Banjarmasin pada tahun 1979. konsep pengkaderan yang diputuskan oleh Konbes Banjarmasin hanya beberapa halaman dan tampak sederhana sekali, yaitu memuat tentang persyaratan mengikuti training dan silabi materi yang terjadwal beberapa jam menurut jenjang trainingnya. Substansi konsep tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pelatihan Formal
Yaitu pengkaderan terhadap kader pengurus/pimpinan yang berjenjang hingga 4 (empat) jenjang yaitu :

a.      Mental Training (Mentra)
Yaitu Training/pembinaan kader yang dipola untuk mencetak calon pengurus di tingkat anak cabang atau level kecamatan. Silabi materinya dirancang selama 4 (empat) hari yang terdiri dari materi wajib semisal Aswaja, materi pokok semisal ke IPNU-IPPNU an dan materi penunjang semisal keorganisasian.

b.      Basic Training (Batra)
Yaitu training/pembinaan kader yang dipola untuk mencetak calon pengurus di tingkat cabang atau level kabupaten. Silabi materinya dirancang selama seminggu yang terdiri dari materi wajib, materi pokok, dan materi penunjang, yang jenis materinya sama dengan Mentra tetapi bobot materinya lebih berat daripada Mentra.

c.       Intermediate Training (Intra)
Yaitu training yang dipola untuk mencetak kader pengurus di tingkat wilayah atau level propinsi. Silabi materi dirancang selama 10 hari yang jenis materinya sama dengan Batra tetapi bobotnya lebih berat.

d.      Advance Training (Adtra)
Yaitu training yang dipola untuk mencetak kader pengurus di tingkat pusat atau level negara. Silabi materinya selama 2 (dua) minggu dan jenis materinya sama dengan Intra, namun bobot materinya lebih berat.
Realitas pelaksanaan dari 4 (empat) jenjang tersebut kurang terlaksana dengan baik dikarenakan kurang konsistensinya dalam pelaksanaan pengkaderan baik dari segi pemberian materi maupun syarat peserta dan peserta pelatihan itu sendiri.
Paradigma konsep Banjarmasin ini menggabungkan antara kebijakan tentang kaderisasi pengurus dengan konsep pembinaan kadernya sehingga jenjang kaderisasi menyesuaikan struktur kepengurusan organisasi. Misalnya pengurus cabang harus alumni Batra, pengurus wilayah harus alumni Intra, dan pengurus pusat harus alumni Adtra. Asumsi konsep pembinaan kader ala Banjarmasin ini adalah kader terbaik di organisasiadalah ketua, dimana proses munculnya ketua adalah dari proses kompetisi antar kader pengurus melalui konferensi. Dengan demikian, yang disebut dengan pembinaan kader adalah membina pengurusnya saja.


2. Pelatihan Non Formal
Pelatihan ini adalah Choacing Instruktur, yaitu pelatihan khusus pelatih yang pesertanya adalah kader instruktur (pelatih) dan pengurus, walhasil bahwa pimpinan/pengurus adalah kader yang serba bisa. Jadi kader pimpinan sekaligus menjadi kader instruktur pelatihan.
Lokakarya kaderisasi dan manajemen tahun 1989 yang diadakan oleh Pucuk Pimpinan IPNU-IPPNU di Jakarta memunculkan dua konsep pembinaan kader yang motivasi kedua konsep tersebut adalah sama-sama untuk memperbaharui/memperbaiki konsep pembinaan kader sebelumnya (ala konbes Banjarmasin). Kedua konsep tersebut adalah :

Konsep materi lokakarya kader dan manajemen yang telah disiapkan oleh Pucuk Pimpinan IPNU-IPPNU.
Konsep yang dibawa Tim IPNU-IPPNU Jawa Timur yaitu konsep tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengkaderan IPNU-IPPNU ala Cabang Jember.

Konsep materi lokakarya yang telah disiapkan oleh PP. IPNU-IPPNU pada intinya sama dengan Buku Pembinaan Kader PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) dan hanya berbeda nama jenjang pelatihannya saja, yaitu :

Pelatihan Formal
a.       Makesta (Masa Kesetiaan Anggota) yang secara substantif sama dengan konsep Mapaba (Masa Penerimaan Anggota Baru) ala PMII, yaitu forum untuk orientasi/pengenalan dasar tentang IPNU-IPPNU.
b.      Lakmud (Latihan Kader Muda) yang secara substantif sama dengan LKD (Latihan Kader dasar) ala PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan dasar di organisasi IPNU-IPPNU. Asumsi Lakmud ini adalah untuk memproduksi kader yang dipersiapkan sebagai calon Pengurus Anak Cabang.
c.       Lakmad (Latihan Kader Madya) yang secara substantif sama dengan LKL (Latihan Kader Lanjut) ala PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan di tingkat menengah dengan asumsi bahwa calon Pengurus Cabang haruslah alumni Latihan Kader Madya ini.
d.      Lakut (Latihan Kader Utama) yang secara substantif sama dengan LKT (Latihan Kader Utama) ala PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan tertinggi dengan asumsi bahwa calon Pengurus Wilayah dan Calon Pengurus Pusat haruslah alumni Latihan Kader Utama..

Pelatihan Pelatih
Yaitu pelatihan khusus calon instruktur (Pelatih) Yang dirancang untuk mencetak tenaga kader pelatih yang akan menangani pelatihan-pelatihan.

Pelatihan Minat dan Bakat
Yaitu sama dengan pelatihan-pelatihan non formal ala PMII yang memuat antara lain konsep tentang pelatihan jurnalistik atau pelatihan lain yang dibutuhkan oleh anggota IPNU-IPPNU sasuai potensi, minat dan bakatnya.

Perbandingan terhadap kedua konsep tersebut akhirnya berhasil dikompromikan menjadi satu dan ditugaskan penyempurnaan konsep kompromi tersebut kepada tim yang dipimpin oleh rekan Drs. H. Afton Ilman Huda sebagai wakil dari PW. IPNU Jawa Timur dengan anggota sebagai berikut : Tubagus Syaifullah (IPNU Cabang Lamongan), M. Syaikhan SH (IPNU Cabang Surabaya), Drs. Muhit Efendi (Pucuk Pimpinan IPNU), Dra. Soraya (Pimpinan Wilayah IPPNU Yogyakarta).
Tim ini bekerja selama seminggu di kantor NU Wilayah Jawa Timur dan kemudian melanjutkan penyempurnaan konsep kompromi tersebut hingga tuntas selama 19 hari di Rungkut Surabaya. Penggarapan di Rungkut dilakukan pada tahun 1984 (tanggal dan bulannya lupa) oleh rekan Drs. H. Afton Ilman Huda, Tubagus Syaifullah, dan M. Syaikhan SH. Hasilnya adalah buku Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU sebagai konsep sistem pembinaan kader. (Naskah asli dipegang rekan Afton Ilman Huda)
Konsep buku Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU ini mengkompromikan antara substansi materi menggunakan konsep Juklak pengkaderan IPNU-IPPNU ala Jember dan nama jenjang pelatihannya menggunakan konsep PP. IPNU-IPPNU yang terjabarkan sebagai berikut :

Makesta, yaitu forum orientasi dasar tentang IPNU-IPPNU
Pelatihan dasar kader yang disebut Lakmud (Latihan Kader Muda) yang target out putnya yaitu :
a.       Pembentukan watak (character building)
b.      Penyaringan potensi kader
setelah Lakmud inilah maka pembinaan kader selanjutnya memilih salah satu di antara 3 (tiga) model pelatihan, yaitu :

Lakmad (Latihan Kader Madya), yaitu pelatihan khusus kader kepemimpinan/pengurus sehingga ada pengembangan skill dalam berorganisasinya.
Pelatihan Pelatih, yaitu pelatihan khusus kader pelatih yang nantinya untuk mengelola pelatihan di IPNU-IPPNU, sehingga semua pelatihan ditangani oleh kader yang spesifik pelatih.
Pelatihan Minat dan Bakat, yaitu pelatihan-pelatihan khusus yang memenuhi minat dan bakat kader/anggota, contoh pelatihan jurnalistik, dan lain-lain. Pelatihanini yang seharusnya banyak digarap karena hal tersebut menunjukkan komitmen kepedulian IPNU-IPPNU terhadap langkah pembinaan anggotanya secara riil dan merupakan esensi pengembangan SDM.

Khusus alumni Pelatihan Pelatih dapat melanjutkan skillnya melalui Lakut (Latihan Kader Utama) yang esensinya adalah lokakarya (Workshop), dimana di forum ini dapat mencetak kader yang dapat memanage (mengelola) setiap pelatihan dan mengaktualisasikan setiap pelatihan.

Konsep sistem pembinaan kader ini berasumsi bahwa langkah pembinaan kader diawali dari proses pelatihan dan dilanjutkan pada kegiatan-kegiatan pasca pelatihan, sehingga dapat dimengerti bahwa nama bukunya adalah “Buku Pedoman Pelatihan” dan bukan pengkaderan. Target-target yang direncanakan dalam setiap pengkaderan akan terealisir apapbila kegiatan pasca pelatihan yaitu pembinaan kader dapat dilakukan. Tidak mungkin kader dapat dicetak dengan baik melalui proses pelatihan yang waktunya sedikit tersebut, sehingga target pencetakan kader dapat terwujud apabila ada proses pembinaan kader yang waktunya panjang dan dilkukan pasca pelatihan.
Sebenarnya konsep tersebut menjawab harapan tentang pelatihan kepemimpinan/pengurus yang lebih singkat/praktis dan tidak banyak jenjang, di samping karena konsekuensinya terhadap paradigma pengmbangan SDM yang telah disepakati oleh peserta lokakarya Jakarta tersebut. Dengan demikian pelatihan kepemimpinan yang menjadi syarat bagi pengurus sebagaimana diatur PRT (Peraturan Rumah Tangga) IPNU tinggal 2 (dua), yaitu Lakmud dan Lakmad saja dan bahkan hakikatnya cukup Lakmad saja.
Problem yang selalu ada dan selalu disampaikan pada forum-forum diskusi tentang pengkaderan, misalnya :

a.       Mungkinkah konsep ini tersosialisasikan di luar Jawa
b.      Mengapa pada Lakmud alokasi waktunya ketat sehingga melelahkan fisik dan psikis peserta dan pelatih
c.       Mengapa syarat menjadi ketua cabang harus alumni Lakmad

Problem-problem semacam di atas sebenarnya adalah “Problem kebijakan organisasi”dalam konteks realisasi konsep tersebut dan bukan masalah konsepnya itu sendiri, sehingga perlu kecermatan dalam mengklarifikasi masalah. Dan ternyata hingga sekarang problem-problem yang disampaikan dalam berbagai diskusi pengkaderan adalah masih seputar faktor kebijakan organisasi, yang tidak mampu mensosialisasikan konsep secara lebih efektif.
Konsep buku Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU hasil kerja tim di atas disampaikan pada PP. IPNU dan kemudian dijadikan materi komisi A yang membahas tentang kaderisasi di forum Konferensi Besar (Konbes) Lampung pada tahun 1989. dan Konbes Lampung menetapkan bahwa konsep “Pedoman Pelatihan” sebagai konsep buku pembinaan kader IPNU-IPPNU.
Buku pedoman pelatihan yang telah ditetapkan dalam Konbes Lampung tersebut dikaji ulang melalui Lokakarya Pengkaderan tahun 1998 di Surabaya dan dilanjutkan pembahasan secara intensif di Jakarta selama seminggu oleh rekan Afton Ilman Huda bersama Pengurus Pusat IPNU-IPPNU. Ada revisi redaksional terhadap konsep tersebut dan ada dua hal pokok yang mewarnai lokakarya tersebut, yaitu :

Masih dominannya wacana tentang paradigma pembinaan kader yang masih mengedepankan “jenjang pelatihan seiring dengan jenjang kepengurusan” sehingga paradigma berfikirnya adalah strukturalis approach. Wacana ini sama dengan paradigma ala Banjarmasin. Contoh, Pengurus Wilayah harus alumni Lakut, Pengurus Cabang harus alumni Lakmad, sebagaimana pembinaan kader adalah visi pengembangan SDM.
Problem-problem yang disampaikan kebanyakan peserta adalah terfokus pada problem kebijakan organisasi dan bukan pada problem konsep itu sendiri, tetapi uniknya peserta lokakarya menganggap bahwa problem utamanya adalah pada problem konsep sehingga perlu merevisi konsep. Sebenarnya revisi konsep tersebut perlu dilakukan sebagai suatu proses aktualisasi, asal yang melakukannya adalah kader-kader yang kompeten dalam bidang pengkaderan.

Dari beberapa revisi redaksional tersebut lalu disajikan oleh PP. IPNU-IPPNU sebagai materi Konbes Jakarta tanggal 19-21 September 1998, dan konsep tersebut ditetapkan menjadi Pedoman Pengkaderan dan Rekomendasi IPNU-IPPNU (hasil Konbes IPNU-IPPNU di Jakarta tahun 1989).
Kongres XIV Sukolilo Surabaya yang memutuskan kembalinya akronim “Putra” menjadi “Pelajar” dari akronim IPNU, merupakan salah satu determinan faktor untuk mereview signifikansi kelaikan buku pedoman pengkaderan IPNU dari hasil Konbes Jakarta dengan target group seperti yang diamanatkan dalam kongres Surabaya tersebut. Oleh karena itu bidang pengkaderan PP. IPNU bekerjasama dengan bidang pengkaderan PP. IPPNU membentuk tim review dan perumus untuk merekonstruksi buku Pedoman Pengkaderan. Tim tersebut terdiri dari Saman Hudi, Arifin Nur Budiono, Muhammad Mustafid Amna (IPNU), Maghfiroh, Erna (IPPNU) yang mengawali diskusi pembedahan materi pada tanggal 25-28 oktober 2003 di Wisma Haji Jl. Jaksa Jakarta, pertemuan kedua di rumah rekanita Devi (Jakarta) pada tanggal 31 Januari-03 Februari 2004, dan pertemuan ketiga yang membahas finalisasi materi pra workshop, dilaksanakan pada tanggal 15-17 Mei 2004 di Jakarta. Hasil pembedahan materi yang ketiga tersebut merupakan pembahasan final di tingkat tim.
Selanjutnya untuk menyempurnakan sekaligus sosialisasi awal materi pedoman pengkaderan tersebut diselenggarakan Workshop Pengkaderan IPNU di Pondok Pesantren Al Masthuriyah Sukabumi Jawa Barat pada tanggal 19-21 Mei 2004 dengan mengundang seluruh ketua bidang pengkaderan atau ketua tim pelatih PW. IPNU se Indonesia dimana acara tersebut sebenarnya merupakan bagian acara pra Rakernas I Pekanbaru. Hasil pembahasan materi pengkaderan pada forum workshop tersebut kemudian dibawa pada forum Rakernas I IPNU tanggal 15-18 Juni 2004 di Pekanbaru Riau dan kemudian diputuskan melalui sidang pleno sebagai “Buku Pedoman Pengkaderan IPNU”.
Sebagai upaya untuk mengawal terlaksananya pengkaderan yang konsisten dan percepatan sosialisasi dari buku pedoman pengkaderan tersebut, maka dibutuhkan dua agenda besar yakni pembentukan tim pelatih nasional dan pembuatan hand out/materi standard. Mudah-mudahan upaya tersebut dapat terwujud dalam waktu dekat dalam masa khidmat ini, tentunya dukungan rekan di seluruh Indonesia dan kekompakan tim sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.


F. TUJUAN

Tujuan diterbitkannya buku ini adalah untuk memberi petunjuk dan arahan bagi penyelenggaraan pelatihan mulai dari jenjang Makesta sampai pada tingkat Latpel, baik dari segi teknis penyelenggaraan maupun dari segi sistem latihan.
Dengan adanya buku ini mudah-mudahan pengurus (penyelenggara), pelatih dapat dengan mudah memahami dan menyelenggarakan pelatihan yang diinginkan. Suatu hal yang perlu diperhatikan, buku pedoman pengkaderan ini disusun sebagai standard nasional yang memungkinkan untuk diselenggarakan di seluruh daerah di Indonesia. Namun demikian, kita masih memberi ruang bagi tim pelatih di daerah untuk berkreasi sesuai dengan kebutuhan lokal (konteks lokal), sehingga pelatihan yang diselenggarakan dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan kader.
Untuk menjaga mutu pelatihan maka dibutuhkan konsistensi dan konsekuensi baik dari penyelenggaraan maupun dalam penerapan sistem pelatihan yang telah ditentukan (misalnya syarat peserta latihan dan follow up –kegiatan lanjutan- pasca latihan sebagai bentuk perawatan kader).


G. MENGAPA KADERISASI PENTING?

Sistem pengkaderan dan kaderisasi merupakan kunci utama untuk merespons semua tantangan kedepan baik internal maupun eksternal IPNU. Respons reaksioner atau parsial terhadap perubahan bukan hanya beresiko gagal, namun akan menambah kompleksitas persoalan organisasi. Sering kita mendengar keluhan, curhat, maupun hujatan tentang kelemahan organisasi seperti lemahnya manajemen, profesionalisme, dan lainnya dan ini terjadi berulang kali.
Pertanyaannya, mengapa tetap berulang dan menjadi lingkaran setan? Hal tersebut salah satu akibat yang paling mendasar dari kurangnya sinergitas penguatan kelembagaan IPNU dengan proses kaderisasi. Seharusnya perbaikan apapun atau rekonstruksi apapun di IPNU harus dimulai dari hal yang paling mendasar, yaitu kaderisasi. Sebab kaderisasi adalah perangkat sistemik yang menjamin lahirnya generasi penerus dan merupakan ujung tombak yang akan meneruskan estafet organisasi. Tanpa kaderisasi, sebuah organisasi hanya akan menunggu saat kematiannya, menunggu kehancurannya. Suatu generasi bukanlah tetap, namun terus berganti. Sehebat apapun hasil kerja generasi sebelumnya, tanpa menyiapkan lapis penerus, kemerosotanlah yang akan ditemui.
Sebaliknya, seminimal apapun organisasi, namun menyiapkan generasi penerus yang tangguh, maka kemungkinan besar akan mengalami era kebangkitan. Dimulai dengan akan terjadinya akumulasi gerakan sampai dengan terkonsolidirnya suatu organisasi. Arah dan gerak organisasi mulai terarah, terukur, dan terkendali. Kaderisasi akan mampu membangun mekanisme kerja baru di organisasi yang mampu keluar dari beban sejarah, lingkaran setan persoalan klasik, dan dengan tegar menyongsong zaman baru. Apa yang dipersiapkan dalam kedarisasi yang baik akan terus berdialektika, berkembang secara dinamis. Di sinilah pentingnya kaderisasi. Kaderisasi menciptakan, pelaku, kader, dan pelopor gerakan. Mereka yang akan mengembangkan dan memajukan perjuangan organisasi. Seperti apa kekuatan sebuah organisasi ke depan dapat dilihat saat ini, dengan melihat kekuatan kaderisasinya. Demikian pula saat suatu organisasi memberikan respons terhadap tantangan ke depan, hanya efektif dan kuat jika diterjemahkan dalam proses-proses kaderisasi.




H. BAGAIMANA MEMAHAMI BUKU INI

Buku ini disusun dan dirumuskan dalam sejarah yang hidup (living history) saat ini, dalam realitas yang sedang berjalan (working reality) dengan harapan dapat menjadi pedoman dalam memahami zaman dan menjawabnya. Buku ini merupakan paduan antara normatifitas dan historisitas, paduan antara idealisme dan tantangan realitas sosial yang melingkupinya, antara kekuatan relasional dan kekuatan sejarah yang lain (social forces).
Buku ini dirancang untuk membekali kader IPNU sebagai ujung tombak perjuangan, penggerak organisasi, dengan seperangkat basis nilai perjuangan atau pijakan ideologis, kemampuan melakukan analisa sosial yang tajam, kekuatan leadership dan manajerial yang memadai, militan, disiplin, dan kolektivitas yang tinggi.
Berbagai bekal kader tersebut harus dipahami dalam konteks globalitas, nasionalitas dan relijiusitas dengan pengalaman sejarah masa lampau IPNU serta tantangan dan visi misi IPNU ke depan di sisi lain. Kaderisasi adalah program untuk menghasilkan seorang kader, yang dapat diandalkan sebagai penggerak organisasi. Organisasi merupakan alat perjuangan untuk mewujudkan citra diri kader IPNU dan mendorong perubahan sosial menuju tatanan berkeadilan, demokratik, dan sejahtera.
Buku ini dirancang dalam konteks tantangan kepungan globalisasi, problema nasional kebangsaan, dan realitas internal IPNU itu sendiri. Satu hal penting yang harus dipahami adalah memahami posisi IPNU sebagai salah satu sayap dari gerakan sosial NU. IPNU harus dipahami sebagai bagian dari gerakan besar dan garda depan NU yang sinergis, bukan gerakan tersendiri dan terpisah dari lainnya. Karenanya kader yang hendak dibentuk merupakan kader yang memang dibutuhkan dalam konteks format gerakan IPNU, sebagai bagian dari keluarga besar NU.
Untuk memahami buku ini, dibutuhkan pemahaman akan 4 (empat) hal sekaligus. Pertama, memahami NU sebagai gerakan sosial yang di dalamnya IPNU merupakan salah satu dari sub-sistemnya. Kedua, realitas globalisasi, terutama tantangan-tantangan globalisasi. Ini sangat penting, sebab di era ini hampir tidak ada fenomena yang tidak terkait dengan kekuatan global. Pemahaman ini setidaknya untuk membangun sikap kritis di kalangan pelajar, terhadap globalisasi. Ketiga, melacak sejenak sejarah perjuangan IPNU untuk merebut maknanya. Dengan memahami sejarah, kita tidak akan mengalami krisis identitas, tidak mengalami keterputusan sejarah, dan dapat belajar dari berbagai kegagalan dalam sejarah. Sebab sejarah merupakan patahan-patahan peristiwa masa lampau yang menyimpan makna dan hikmah mendalam. Pentingnya memahami sejarah dalam perspektif kita dilatarbelakangi oleh penulisan sejarah nasional yang secara sistematik meminggirkan peran penting NU dalam perjalanan bangsa. Maka, IPNU dituntut memahami sejarah menurut cara pandangnya sendiri.
Keempat, memahami repositioning IPNU dalam konteks gerakan sosial. NU, dengan melaihat konfigurasi gerakannya, dapat dikelompokkan menjadi salah satu bentuk gerakan sosial baru dengan fokus dan konsentrasi yang beragam, kompleks, baik sektoral maupun non-sektoral. Kesadaran relasional akan posisi IPNU sebagai organisasi yang berbasis pelajar menjadi agar kerja-kerja IPNU menjadi fokus, konsentrasi, akumulatif, dan tidak overlapping dengan organ NU lainnya.


I. SISTEMATIKA

Dalam penyusunan buku Pedoman Pengkaderan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama memuat beberapa bagian yang terdiri dari :

Bab I : Pendahuluan
Pada bagian ini memuat latar belakang, realitas kader pelajar NU, Paradigma Pengkaderan IPNU, Kualifikasi Kader Ideal, Sejarah Perkembangan Sistem Pengkaderan IPNU, Tujuan, Mengapa Kaderisasi Penting, Bagaimana memahami buku ini, dan Sistematika Buku Pedoman Pengkaderan IPNU.

Bab II : Ketentuan Umum
Dalam bab ini dijelaskan Pengertian, Fungsi Latihan dan Unsur-Unsurnya yang berkaitan erat dengan proses latihan secara sistematis dan metodenya.

Bab III : Teknis Penyelenggaraan Latihan dan Manajemen Perawatan Kader
Dalam bab ini disampaikan penjelasan operasional material dari proses penyelenggaraan latihan pada tiap-tiap jenjang serta manajemen perawatan kader pasca latihan.

Bab IV : Penutup
Merupakan kata akhir dari penyusunan buku Pedoman Pengkaderan IPNU.
BAB II
KETENTUAN UMUM


A. PENGERTIAN

1.      Pelatihan
Adalah upaya sadar dan sistematis dalam mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan tertentu sebagai potensi manusia untuk melaksanakan tugas tertentu. Upaya ini bersifat proses berjenjang yang diawali oleh suatu aktivitas tertentu, dalam waktu tertentu dan pada tempat tertentu pula.

2.      Anggota
Anggota adalah potensi IPNU yang secara resmi diproses melalui makesta (Masa Kesetiaan Anggota). Fungsi anggota adalah komponen pendukung mobilitas organisasi yang utama dan merupakan lahan sumberdaya manusia yang perlu dikembangkan. Anggota berhak mengikuti latihan pilihan yakni latihan profesi yang diselenggarakan oleh IPNU dalam rangka membekali skill profesi bagi anggotanya.

3.      Kader
Kader adalah anggota yang telah mengikuti Latihan Kader Muda (Lakmud) dan berhak untuk masuk dalam ruang kompetisi kader di berbagai tingkat kepengurusan di IPNU.

4.      Pelatih
Pelatih adalah orang yang memberikan bantuan dalam proses pelatihan, berupa panduan secara intensif dan sistematis kepada peserta latihan untuk mencapai tujuan suatu latihan. Fungsi pelatih sebagai :
a.       Komunikator, yaitu fungsi informatif bagi peserta
b.      Fasilitator, yaitu fungsi penyedia sarana fisik dan psikis
c.       Inovator, yaitu fungsi stimulator terhadap peserta dalam mencapai target latihan sebagai bagian kebutuhan organisasi dan kebutuhan kader
d.      Emansipator, yaitu fungsi mengangkat potensi peserta pada perkembangan yang lebih baik dalam kesederajatan
e.       Motivator, yaitu fungsi pemberi dorongan terhadap perkembangan peserta
f.       Organisator, yaitu fungsi mengatur prosesi pelatihan dan unsur-unsur terkait yang menjadi bagian dari pelatihan
g.      Evaluator, yaitu fungsi mengawasi dan memberikan umpan balik bagi kebutuhan peserta.
Oleh karena itu, pelatih dituntut mempunyai sikap EMPATY (melebur diri), RESPEK (memberi perhatian), WAJAR, TIDAK MENGGURUI, TIDAK SOK AHLI, TIDAK SUKA MENDEBAT, dan lain-lain.

5.      Narasumber
Narasumber yaitu orang memppunyai pengetahuan atau spesifikasi di bidang ilmu pengetahuan tertentu, dan berfungsi memberikan pengetahuan bagi peserta.

6.      Pembina Kader
Adalah orang yang secara sadar dan sistematis berusaha terus menerus menjaga dan memberi perhatian pada anggota dan kader sehingga kemauan, semangat, dan pengetahuannya tetap berkembang. Fungsi pembina kader adalah menjaga kelestarian hasil suatu latihan untuk mencapai suatu tujuan. Pembina kader meliputi Pelatih, Pimpinan Organisasi (Bidang dan Departemen pengkaderan di masing-masing tingkat struktur kepengurusan IPNU.


B. TUJUAN

Tujuan dari buku ini merupakan penjabaran dari tujuan mulia yang tercantum dalam Peraturan Dasar IPNU, yakni “terbentuknya pelajar-pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT., berilmu pengetahuan, berakhlaq mulia dan berwawasan kebangsaan serta bertanggung jawab atas tegak dan terlaksananya syari’at Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.
Tujuan ini kemudian dijadikan pijakan ikhtiar operasional organisasi dalam menghimpun dan membina pelajar Nahdlatul Ulama demi terbentuknya kader-kader kritis, kratif, profesional, dan berakhlaqul karimahsebagai generasi penerus perjuangan bangsa dan agama.


C. JENJANG PELATIHAN

Untuk memenuhi kebutuhan kader dan kebutuhan organisasi maka pelatihan-pelatihan yang diadakan di IPNU adalah pelatihan yang sifatnya berjenjang dan pilihan. Berjenjang artinya dalam proses pelaksanaannya, peserta yang ingin mengikuti pelatihan tersebut dengan syarat-syarat tertentu yang mengikat dan bersifat kontinyu. Pelatihan tersebut terdiri dari :

1.      Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA)
Pelatihan ini dimaksudkan sebagai gerbang awal pengenalan organisasi IPNU kepada calon anggota serta mengarah pada perubahan jiwa, sikap, mental serta menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya suatu organisasi dalam kehidupan bermasyarakat serta secara resmi merupakan proses untuk menjadi anggota IPNU

2.      Latihan Kader Muda (LAKMUD)
Pelatihan ini merupakan pelatihan yang menekankan pada pembentukan watak, motivasi pengembangan diri, rasa memiliki organisasi dan keterampilan berorganisasi serta upaya pembentukan standard kader

3.      Latihan Kader Utama (LAKUT)
Pelatihan ini merupakan pelatihan yng membentuk idealisme kader sehingga mampu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan skill organisasi secara optimal.

Sedangkan latihan pilihan adalah bentuk pelatihan yang memberikan alternatif bagi anggota dan kader dalam memilih pengembangan potensi dirinya. Latihan pilihan ini dibagi dua, yakni Latihan Pelatih dan Latihan Profesi.

1.      Latihan Pelatih (LATPEL)
Pelatihan yang menitikberatkan pengmbangan skill dan wawasan tentang tata cara dan proses melatih dalam rangka mempersiapkan tenaga pelatih di lingkungan organisasi IPNU berdasarkan kebutuhan kader dan kebutuhan organisasi. Untuk Latihan Pelatih I (Latpel I) syaratnya adalah harus pernah mengikuti Lakmud. Out put Latpel I mempunyai kewenangan melatih di tingkat Makesta dan Lakmud. Sedangkan Latihan Pelatih II (latpel II) syaratnya adalah harus pernah mengikuti Lakut. Out put Latpel II mempunyai kewenangan melatih di semua tingkat jenjang pelatihan. Dari Latpel I dan Latpel II tidak ada garis jenjang yang berstruktur, artinya Latpel II tidak mensyaratkan harus mengikuti Latpel I. Dikatakan latihan pilihan karena tidak semua kader harus mengikuti latihan tersebut, tapi hanya diperuntukkan bagi kader yang berkeinginan mengembangkan potensinya dalam bidang kepelatihan.

2.      Latihan Profesi
Merupakan latihan yang disediakan dalam rangka memenuhi kebutuhan anggota dan keder untuk mengembangkan profesinya sesuai dengan kebutuhan kader dan organisasi. Esensi dari latihan ini adalah memberikan bekal dasar skill dan pengetahuan yang cukup kepada anggota dan kader, sebelum anggota dan kader tersebut terjun dalam ruang publik sesuai dengan pilihannya. Pelatihan tersebut misalnya, Pelatihan Jurnalistik, Pelatihan Kepartaian, Pelatihan Da’i Muda, Pendidikan dan Pelatihan Peneliti Muda, dan lain-lain. Pelaksana Pelatihan Profesi adalah bidan dan departemen yang bersangkutan dan diatur di tingkat struktur kepengurusan masing-masing.


Rekruitmen merupakan suatu proses yang menjadi pola dan strategi dalam meraih simpati dan empati awal dari calon anggota terhadap IPNU. Sebagai suatu pola dan strategi, maka pendekatan yang digunakan merupakan hak dan kreatifitas di masing-masing daerah sesuai dengan karakteristik calon anggota yang ada, bisa dengan pendekatan personal maupun pendekatan kelembagaan (dalam arti kegiatan-kegiatan formal).
Dalam buku pedoman ini disampaikan contoh pola rekruitmen bagi calon anggota dengan pendekatan kelembagaan yakni MOP (Masa Orientasi Pelajar). Menjadi suatu kelaziman bagi sekolah-sekolah SMP dan SMA di setiap awal tahun ajaran barunya menyelenggarakan kegiatan yang dikemas dengan bentuk orientasi atau lazim diberi label MOS (Masa Orientasi Siswa). Dalam kegiatan rutin dan konvensional ini, IPNU secara kelembagaan dapat menawarkan diri sebagai pengelola kegiatan tersebut dengan menurunkan Tim Pelatihnya pada masing-masing sekolah yang membutuhkan.
Dari hasil pendekatan tersebut dapat kita lihat, ketika sekolah yang bersangkutan menerima dengan tingkat resistensi yang tinggi, maka dalam kegiatan ini kita hanya menawarkan jasa sebagai pengelola pelatihan sambilalu melakukan pendekatan personal kepada siswa-siswi peserta MOS untuk memperkenalkan IPNU, namun bila dalam penawaran terlihat resistensi yang rendah dan menerima penuh maka alangkah baiknya kegiatan MOS tersebut diformat menjadi kegiatan MOP tentunya dengan berbagai pertimbangan kebutuhan antara kedua belah pihak.
Bagi cabang IPNU yang telah lama menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan, maka hal tersebut akan menjadi hal yng tidak perlu dirisaukan, namun akan berbeda pendekatannya bagi cabang IPNU yang selama ini belum atu kurang menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Oleh karena itu, rekruitmen sebagai suatu pola dan strategi akan menuntut kepiawaian pengurus dan lembaga dalam menjajakan (mengenalkan) kepada “pasar” masyarakat sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya. Walhasil pola-pola terebut menjadi kebijakan organisasi di tingkatannya masing-masing yang tidak ada keharusan untuk mengeneralisir pola dan strategi tersebut.


D. ATURAN PELAKSANAAN PENGKADERAN

Untuk menjaga kontinuitas pengkaderan dan produktifitas kader secara komprehensif, maka perlu adanya komitmen bersama dari jajaran kepengurusan IPNU sebagai penyelenggara pengkaderan dalam menjalankan proses pengkaderan. Oleh karena itulah setiap periode (masa khidmat) kepengurusan di setiap tingkatan wajib melaksanakan pelatihan minimal satu kali, dengan ketentuan sebagai berikut :

1.      Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA) diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting (PR) atau Pimpinan Komisariat (PK) dan atau diselenggarakan secara bersama oleh beberapa PR atau PK. Jika PR atau PK belum terbentuk atau tidak mampu, maka Makesta boleh diselenggarakan oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC).
2.      Latihan Kader Muda (LAKMUD) diselenggarakan oleh PAC atau diselenggarakan secara bersama oleh beberapa PAC. Jika PAC tidak mampu, maka Lakmud boleh diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang (PC)
3.      Latihan Kader Utama (LAKUT) diselenggrakan oleh PC atau diselenggarkan secara bersama oleh beberapa PC, berkoordinasi dengan Pimpinan Wilayah (PW). Lakut juga boleh diselenggarakan oleh PW.
4.      Latihan Pelatih (LATPEL) I diselenggarakan oleh PC. Pelatih yang dihasilkan dalam Latpel I hanya memiliki kewenangan untuk menjadi Pelatih/Fasilitator pada jenjang Makesta dan Lakmud.
5.      Latihan Pelatih (LATPEL) II diselenggarakan oleh PW. Pelatih yang dihasilkan dalam Latpel II memiliki kewenangan untuk menjadi Pelatih/Fasilitator pada jenjang Makesta, Lakmud, dan Lakut.

Sesuai dengan harapan kita, baha pengkaderan merupakan ruh dari organisasi yang melaksanakan produksi kader secara simultan dan sistemik, harapan mewujudkan kader yang kritis, kreatif, profesional, danberakhlaqul karimah, merupakan tanggungjawabsemua penyelenggara baik panitia, pelatih, maupun pimpinan IPNU struktural.
Oleh karena itu, materi-materi yang bersifat pemantapan ruhani dan sentuhan spiritual seperti shalat berjama’ah, shalat tahajjud, shalat dluha, yasinan tahlil, dan lain-lain, bukan merupakan bagian dari materi yang harus dicantumkan, namun suatu kegiatan yang harus dilaksanakan dalam seluruh prosesi pelatihan dari semua jenjang tingkatan pengkaderan. Ruang partisipasi dan kreatifitas tim pelatih di daerah dibuka lebar untuk memformat materi-materi yang bersifat pemantapan ruhani tersebut, artinya bentuk dan prosesi kegiatan diserahkan sepenuhnya kepada tim pelatih yangdisesuaikan dengn kultur dan kebutuhan di masing-masing daerah penyelenggara.


E. PENDEKATAN PELATIHAN

1.      Pendekatan Latihan partisipatif
Adalah salah satu pendekatan proses belajar mengajar yang melibatkan peserta secara aktif dan dinamis. Dalam hal ini pelatihan diarahkan pada proses membantu peserta agar terlatih dalam rangka mengembangkan potensi yang dimilikinya. Latihan merupakan laboratorium informasi, sehingga informasi dan peristiwa yang ditangkap kemudian direfleksikan oleh peserta untuk diproses menjadi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkannya.
Pendekatan ini menerapkan prinsip, konsep pendidikan yang berimbang pada ANDRAGOGI (pendidikan ala orang dewasa), PAEDAGOGI (pendidikan ala anak-anak), SOSIOLOGI (pendidikan kemasyarakatan), dan PSIKOLOGI (pendekatan kejiwaan).
Pendekatan ini mendasarkan pada prinsip :

Prinsip “pengalaman adalah guru yang terbaik
·         Saya dengar  maka saya lupa
·         Saya lihat  maka saya ingat
·         Saya lakukan  maka saya paham


Dasar pengalaman berstruktur
·         Peserta melakukan/mengalami
·         Peserta mengungkapkan penglamannya
·         Peserta menganalisa
·         Peserta menyimpulkan
·         Peserta menerapkan kembali
·         Pendekatan doktriner (kondisional/disesuaikan kebutuhan)


2.      Pendekatan Humanistik
Adalah sintesa dari pendekatan Paedagogi, dengan pengertian :
A.    Sumber belajar adalah pengalaman peserta itu sendiri. Pelatih membantu menyimpulkan dan mensistematisir pengalaman itu. Karena itu orientasinya ditekankan pada proses belajar dan isi makna proses itu.
B.     Perencanaan materi latihan dipusatkan oleh peserta. Pelatih membantu menyusun dalam sekuen (urutan penyajian dan menempatkannya dalam konfigurasi latihan sesuai dengan identifikasi kebutuhan dan tujuan latihan).
C.     Belajar dipandang sebagai pemahaman masalah (problem solving) dan membulatkan pengetahuan serta pengalaman dengan informasi dari narasumber atau pelatih. Dengan demikian, proses latihan merupakan proses penemuan dan pemecahan masalah serta sekaligus proses transformasi pengetahuan dan pengalaman.


F. METODE PELATIHAN

·         Metode Ceramah : adalah penyampaian informasi yang sifatnya searah. Penceramah memberikan keterangan dan peserta mendengarkan.
·         Metode Diskusi : adalah suatu cara penyampaian materi, dimana pelatih memberi kesempatan kepada peserta untuk mengadakan perbincangan tentang pokok bahasan, dikaitkan dengan pengalamannya, pendapatnya, juga saling mengoreksi pemahamannya agar dapat diterima lebih baik.
·         Diskusi Kelompok : adalah salah satu jenis diskusi dimana peserta diskusi terbagi dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari beberapa orang antara 3 – 6 orang peserta.
·         Curah Pendapat/Bursa Gagasan (brainstorming) : adalah suatu bentuk diskusi, dimana prosesnya adalah satu orang pelatih memberikan/melontarkan permasalahan dan orang lain (peserta) memberikan ide-ide baru tanpa diberi komentar, dan dilakukan secara bebas dan spontan. Diskusi ini melatih keberanian berpendapat, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.
·         Metode Bermain Peran (Role Playing) : adalah suatu kejadian tertentu yang dirancang dengan pelaku yang diambil dari peserta latihan. Berbagai watak dimunculkan oleh tokoh-tokoh yang telah ditetapkan untuk kemudian dibahas dan disarikan sebagai pelajaran. Hendaknya permainan peran dipersiapkan lebih matang dan tidak memaksakan peran pada peserta.
·         Metode Meta Plan : adalah suatu diskusi dengan memakai papan plano dan tidak banyak menggunakan lisan, melainkan ungkapan peserta melalui tulisan untuk kemudian diklasifikasikan dengan aspek-aspek yang bersesuaian.
·         Metode Studi Kasus (Case Study) : adalah penyajian bahan latihan dengan menggunakan kasus atau kejadian-kejadian di masyarakat baik bersifat positif maupun yang negatif. Kasus tersebut disajikan kepada peserta latihan untuk dibahas bersama. Kesimpulan dari hasil dan proses pembahasan merupakan pelajaran.
·         Metode simulasi (Game/Permainan) : adalah menciptakan suasana tertentu dari kenyataan hidup yang sesungguhnya dalam bentuk permainan melalui instrumen tertentu.
·         Diskusi Reflektif : adalah diskusi secara spontan/ bebas untuk mengutarakan pengalaman dan pendapatnya.
·         Metode Demonstrasi : adalah mempraktekkan sesuatu yang sudah direncanakan.
·         Metode Angket/Kuis : adalah pengamatan dalam bentuk pertanyaan tertulis.
·         Metode lokakarya : adalah diskusi sampai menghasilkan suatu karya nyata.
·         Metode Praktek Kerja : adalah mempraktekkan sesuatu dalam wujud kerja lapangan.
·         Metode Observasi : adalah mengamati sesuatu secara langsung ke lapangan.


G. MATERI LATIHAN

Bertitik tolak dari output kader yang hendak diharapkan, maka materi pengkaderan IPNU diklasifikasikan sebagai berikut :

1.      Materi Ideologi
A.    Ke NU an
B.     Aswaja
C.     Ke IPNU an

2.      Materi Wawasan Keilmuan
a.              Analisis Sosial
b.             Studi Problematika Pendidikan di Indonesia
c.              Pemahaman Ideologi Dunia
d.             Studi Gender

3.      Materi Keterampilan Teknik
a.        Keorganisasian
b.       Manajemen Organisasi
c.        Kepemimpinan (leadership)
d.       Manajemen Keuangan
e.        Strategic Planning (Rencana Strategis/Renstra)
f.        Manajemen Program
g.       Teknik Pembuatan Proposal
h.       Metode Pengorganisasian Pelajar
i.         Networking dan Lobbying
j.         Scientific Problem solving (SPS)
k.       Manajemen Konflik
l.         Komunikasi
m.     Kerjasama
n.       Teknik Diskusi dan Persidangan

4.      Muatan Lokal
Muatan lokal meliputi materi-materi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kompetensi daerah masing-masing.

5.      Pelatihan Profesi
Materi pelatihan profesi disesuaikan dengan kebutuhan kader dan organisasi di setiap tingkatan organisasi IPNU. Sebagai contoh : Pelatihan Jurnalistik, Pelatihan Advokasi, Pelatihan Kewirausahaan, Pelatihan Kesekretariatan/Administrasi, Pelatihan Kepartaian, Pelatihan Human Relation and Development (HRD), Pelatihan Event Organizer, dan lain-lain.


H. MEDIA LATIHAN

Untuk menjadikan pelatihan menarik dan diminati, maka pada proses latihan perlu dilengkapi dengan media latihan yang cukup memadai, antara lain :

1.            papan Tulis (white board/black board)
2.            Kapur Tulis
3.            Spidol Kecil atau Spidol Besar
4.            Kertas Plano
5.            proyektor
6.            In Focus
7.            Kaset/CD Rekaman Peristiwa, Cuplikan Peristiwa,
8.            Alat Penunjang Latihan lainnya


I. EVALUASI LATIHAN

1.      Prinsip-Prinsip Evaluasi
Sebelum melakukan evaluasi latihan perlu dipahami beberapa prinsip dasar evaluasi, antara lain :
a.       Evaluasi dalam latihan partisipatif merupakan bagian integrasi proses belajar dari semua pihak yang terlibat, terutama bagi peserta, pelatih dan penyelenggara latihan.
b.      Evaluasi merupakan bagian integral proses belajar, arahan evaluasi adalah demi perbaikan (yang bersifat formatif) dan demi pertanggungjawaban (yang bersifat sumatif). Jadi bukan untuk menghakimi atau menentukan siapa yang benar, siapa yang salah atau siapa yang pandai dan siapa yang bodoh.
c.       Arahan evaluasi demi perbaikan dan pertanggungjawaban, maka pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
·         Dengan saling mengevaluasi
·         Melakukan evaluasi diri atau mengadakan refleksi
d.      Evaluasi dilaksanakan secara berkala, maksudnya kalau ada penyimpangan yang merugikan segera dapat dikoreksi dan diperbaiki.
e.       Pada dasarnya, evaluasi dilaksanakan baik pada tahap pra latihan, tahap pelaksanaan latihan dan tahap pasca latihan. Karena tugas yang harus ditunaikan di setiap tahap berbeda satu sama lain, maka pertanyaan evaluasi serta tujuannya juga berbeda di antara tahap yang satu dengan yang lain.

2.      Manfaat Evaluasi
Tidak dapat disangkal lagi bahwa evaluasi latihan banyak membawamanfaat, antara lain :
a.              Sebagai masukan bagi proses latihan yang sedang berlangsung
b.             Untuk masukan bagi penyempurnaan pelaksanaan latihan di masa yang akan datang
c.              Untuk menyajikan fakta tentang tingkat keberhasilan latihan kepada berbagai pihak dalam rangka memberikan pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan latihan.

3.      Tujuan Evaluasi
Selama kurun waktu latihan, evaluasi dilaksanakan berulang kali untuk berbagai tujuan. Dengan demikian setiap kali melaksanakan evaluasi pada dasarnya mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Tetapi secara umum dapatlah dikatakan bahwa tujuan evaluasi latihan adalah :
a.       Untuk mengetahui tingkat perubahan kognitif (pengetahuan), sikap, dan tingkah laku peserta latihan
b.      Untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan latihan

4.      Sasaran Evaluasi
a.              Prestasi belajar peserta dengan titik berat pada perkembangan sikap/tingkah laku, pengetahuan dan keterampilan
b.             Efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan latihan


BAB III
TEKNIS PENYELENGGARAAN LATIHAN
dan MANAJEMEN PERAWATAN KADER

A. TAHAPAN PERSIAPAN PROSESI PENYELENGGARAAN LATIHAN

Teknis penyelenggaraan latihan adalah serangkaian kegiatan suatu latihan sejak perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan pelaporannya. Teknis penyelenggaraan suatu latihan ini dikelompokkan pada 3 (tiga) tahap, yaitu :

Tahap pra latihan
Tahap pelaksanaan latihan
Tahap pasca latihan (tindak lanjut)

Dan pelaksanaan suatu latihan dikatakan berhasil apabila tahapan-tahapan tersebut dapat terlaksana dengan baik.

1.      Tahapan Pra Latihan
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah :

a.       Analisa Kebutuhan Latihan
Suatu latihan diselenggarakan bukanlah hanya untuk sekedar memenuhi suatu program yang telah dijadwalkan, tetapi sifat latihan tersebut haruslah merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan. Kebutuhan ini bisa berbentuk tuntutan atau kebutuhan organisasi atau kebutuhan kader, misalnya : kebutuhan organisasi akan adanya tim pelatih, kebutuhan kader yang akan didistribusikan di ruang publik, dan lain-lain.

b.      Konsultasi Dengan Pengurus/Pimpinan Organisasi
Hal ini dimaksudkan agar suatu latihan yang akan diselenggarakan dapat direncanakan secara baik, apabila dilakukan koordinasi dengan pimpinan organisasi.

c.       Pembentukan Panitia
Panitia dibentuk oleh pimpinan organisasi yang dikuatkan dengan surat keputusan. Panitia tersebut terdiri dari Sterring Committe (SC) dan Organizing Committe (OC). Panitia SC bertugas menyusun, menyiapkan dan mengoperasikan hal-hal yang terkait dengan materi dan forum, sedangkan panitia OC bertugas menyiapkan dan melaksanakan hal-hal yang terkait dengan sarana dan prasarana latihan..

d.      Pertemuan Tim Pelatih
Hal ini dimaksudkan dalam rangka :
ü  Menyiapkan latihan, baik dari aspek proses pelaksanaan, penyamaan persepsi, dan langkah-langkahnya
ü  Proses pembinaan pelatih-pelatih muda pada pra dan pasca latihan
ü  Pembagian tugas pelatih, termasuk penentuan materinya
ü  Pembuatan kerangka acuan latihan

e.       Pendaftaran Peserta
Informasi tentang rencana penyelenggaraan latihan (seharusnya) minimal 2 (dua) bulan sebelumnya sudah disebar pada anggota disertai lengkap dengan syarat-syaratnya. Hal ini dimaksudkan agar peserta dapat dimonitor sejak dini oleh tim pelatih/pembina kader dan menjadi input untuk pelaksanaan dan pasca latihan.

2.      Tahapan Proses Latihan
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a.       Persiapan
Persiapan sebelum acara latihan dimulai, biasanya perlu dilakukan beberapa saat sebelumnya, hal ini untuk menghindari agar tidak terlalu dekat dengan acara pembukaan. Selain itu untuk memberikan kesempatan kepada peserta yang belum menyelesaikan administrasi, disamping memberi kesempatan kepada panitia dan tim pelatih untuk mempersiapkan segala sesuatunya.

b.      Acara pembukaan
Pada acara pembukaan sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Jangan sampai acara pembukaan tersebut mengalahkan substansi dari pelatihan yang akan dilaksanakan.

c.       Pengaturan ruangan
Pengaturan ruangan pelatihan tampaknya merupakan hal yang sederhana dan sepele, namun akan berakibat fatal bila tidak diperhatikan dengan seksama, karena hal tersebut akan mempengaruhi psikis peserta latihan. Dalam pengaturan tempat duduk, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
·         Peserta dapat melihat narasumber/pelatih dengan jelas
·         Peserta dapat memandang peserta lain dengan jelas
·         Peserta dapat melihat media latihan yang dipergunakan dengan jelas
·         Untuk model forum disesuaikan dengan kebutuhan materi yang akan disampaikan (sebaiknya tempat duduk mudah dipindahkan, hal ini untuk mempermudah perubahan model forum)

d.      Masalah-masalah yang biasa dan mungkin timbul menjelang/selama latihan berlangsung
Bila dalam latihan muncul suatu hal yang tidak diharapkan, maka jalan keluarnya adalah segera mencari tindakan penyelesaian, misalnya :
1.      Hal-hal yang berkaitan dengan administratif dan sarana latihan, maka panitia pelaksana sebagai panitia operasional bertanggung jawab penuh untuk memutuskan dan mencari penyelesaiannya.
2.      bila hal tersebut terkait dengan forum latihan baik peserta, narasumber, pelatih, materi latihan, dan lain-lain, maka panitia SC yang bertanggung jawab penuh untuk mengambil kebijakan.
3.      bila hal tersebut terkait dengan keputusan hukum organisasi, maka pimpinan struktural yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Hal ini perlu diidentifikasi agar tidak terjadi overlapping (tumpang tindih) tugas penyelesaian (penjabaran job discription) sehingga tidak terjadi saling melempar tanggung jawab.

e.       Penutupan
Acara penutupan juga hendaknya dilaksanakan secara sederhana (sesuaai dengan kemampuan dan kebutuhan), yang terpenting pesan ikatan moral untuk berkegiatan lebih aktif dan partisipatif dari alumni latihan bisa terbentuk dengan optimal. Dalam penutupan ini juga hendaknya bisa mengurai segala permasalahan yang mengganjal selama latihan dari semua unsur latihan yang terkait.

f.       Persiapan meninggalkan arena latihan
Setelah selesai acara pelatihan, sebelum meninggalkan arena latihan hendaknya dikembalikan seperti semula. Hal ini bukan semata-mata hanya untuk menjaga image, tapi merupakan bukti awal bahwa IPNU merupakan organisasi yang terpelajar dan terdidik.

3.      Tahapan Pasca Latihan
Dengan selesainya latihan buka berarti purna pula tugasnya, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
a.       Panitia pelaksana memberikan laporan selengkapnya kepada pimpinan organisasi sebagai pemberi wewenang. Tugas panitia pelaksana selesai setelah memberikan laporan pertanggungjawaban pada pimpinan organisasi.
b.      Laporan tim pelatih
Laporan tim pelatih pada pimpinan organisasi adalah meliputi proses dan hasil latihan. Guna penyampaian laporan ini adalah :
·   Sebagai input pada pembina kader di tingkatan struktural masing-masing organisasi dalam memonitor dan membina perkembangan anggota dan kader di masa berikutnya.
·   Sebagai input pada pimpinan organisasi dalam menentukan kebijakan tentang pembina kader.
c.   Tindak lanjut                
Kegiatan pasca latihan sebagai tindak lanjut latihan merupakan hal yang harus dilakukan dalam rangka memenuhi kabutuhan kader dan kebutuhan organisasi, kegiatan ini juga merupakan kepedulian pimpinan dalam rangka merawat kader pasca laatihan. Karenanya dibutuhkan manajemen perawatan kader yang optimal.
Dalam buku ini disampaikan manajemen perawatan kader dan contoh-contoh sederhana serta teknis pelaksanaannya. Adapun kesesuaian dari model manajemen tersebut merupakan bagian dari kreatifitas tim pelatih/pembina kader di masing-masing daerah.

B. MANAJEMEN PERAWATAN KADER

Manajemen perawatan kader merupakan suatu upaya untuk menjaga optimalisasi kaderisasi, sehingga setiap peserta pasca pengkaderan harus tetap mendapatkan treatment (intervensi). Strategi ini dilakukan untuk menghindari pembusukan kader pasca pengkaderan dan untuk menjembatani serta menghantarkan peserta memasuki jenjang pengkaderan berikutnya. Letak perawatan kader dalam skema pengkaderan adalah di antara masing-masing jenjang pengkaderan, misalnya antara makesta dan Lakmud, antara Lakmud an Lakut atau lebih mudahnya dikatakan bahwa alumni pengkaderan dalam setiap jenjang pengkaderan harus mendapatkantreatment atau keagiatan lanjuta, misalnya berupa kajian dalam bentuk bozz group, bimbingan belajar, atau pelibatan dalam kegiatan-kegiatan kepanitiaan dan kegiatan lain yang mendukung perkembangan anggota dan kader. Pada dasarnya, pemberian treatment di antara jenjang pengkaderan tersebut merupakan kegiatan lanjutan yang bersifat pengembangan, pemantapan dan pendalaman baik dari ideologi, wawasan keilmuan, keorganisasian, dan keterampilan teknik. Sehingga dalam memasuki tahap pengkaderan berikutnya peserta (anggota/kader) akan mendapat kemudahan dan memiliki loyalitas serta dedikasi yang tinggi terhadap organisasi.


C. PROGRAM LANJUTAN PASCA PENGKADERAN

Dalam rangka menjaga kontinyuitas kaserisasi, maka program perawatan kader menjadi penting untuk dilaksanakan, dengan tujuan :
·         Memantapkan materi pasca pengkaderan (ideologi, wawasan keilmuan, dan teknik skill)
·         Menjaring kader ideologis yang memiliki komitmen tinggi terhadaap organisasi
·         Menjaring kader-kader potensial baik secara ideologis, akademis, maupun sosiologis
·         Membentuk kelompok-kelompok angkatan dalam rangka dinamisasi

1.      Pasca Makesta
Makesta sebagai gerbang awal pengenalan organisasi IPNU kepada calon anggota serta mengarah pada perubahan jiwa, sikap, mental serta menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya suatu organisasi dalam kehidupan bermasyarakat, dan secara resmi merupakan satu-satunya pintu masuk untuk menjadi anggota resmi IPNU.
Pasca mengikuti Makesta dan sah menjadi anggota IPNU, pada kenyataannya mereka menunggu apa yang harus dilakukan. Di sinilah program perawatan kader menjadi penting. Ada jeda waktu yang lama antara Makesta menuju Lakmud. Untuk itu harus ada pertemuan-pertemuan guna mengisi kekosongan tersebut dengan tujuan :
a.       Membangun kesadaran kritis akan pentingnya berorganisasi
b.      Meyakini bahwa IPNU merupakan pilihan organisasi yang tepat sebagai sarana perjuangan
c.       Memahami PD/PRT
d.      Memiliki wawasan kemampuan dasar organisatoris

Target :
ü  Terbentuknya anggota IPNU yang kritis, kreatif dan profesional
ü  Terbentuknya anggota yang paham tentang hubungan IPNU, NU dan badan Otonom serta Lembaga NU
ü  Terbentuknya anggota yang mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya organisasi
ü  Terbentuknya anggota yang paham nilai keislaman yang dikembangkan oleh NU (Islam ala Ahlussunnah wal Jama’ah)
ü  Terbentuknya kader yang memahami cara berorganisasi yang baik

Teknik Pertemuan :
Seminggu pasca Makesta, Pimpinan Komisariat atau Pimpinan Ranting dan atau Pimpinan Anak Cabang sebagai pelaksana, mengundang peserta yang sudah lulus Makesta.
Acara dibuka oleh PK, PR, dan atau PAC dan selanjutnya dipandu oleh tim pelatih atau fasilitator (pembina kader).
Dalam pertemuan dapat diagendakan beberapa tahap, misalnya :
a.       Tim pelatih atau fasilitator memulai dengan pretest dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana, untuk menggugah apa yang didapatkan pada waktu Makesta, sebagai contoh : “Setelah seminggu mengikuti Makesta, apa yang rekan-rekan peroleh atau rasakan?”. Dari pertanyaan itu muncul curah pendapat dengan alokasi waktu 45 menit
b.      Setelah curah pendapat dianggap cukup, maka dilanjutkan dengan diskusi kecil dan selanjutnya fasilitator membagi peserta dalam tiga kelompok untuk diberi tugas membuat makalah yang meliputi materi ideologis, wawasan keilmuan, dan teknik skill (tema sesuai dengan isu-isu yang muncul dan berkembang pada waktu itu)
c.       Dua minggu kemudian diadakan pertemuan dengan agenda mendiskusikan hasil tugas kelompok
d.      Dua minggu berikutnya diadakan diskusi dengan mendatangkan narasumber yang berkompeten di bidang yang dibutuhkan oleh peserta
e.       Sebelum masuk pengkaderan jenjang di atasnya diadakan pertemuan rutin dan atau pelibatan pada kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh organisasi
f.       Tahap terakhir adalah persiapan pengkaderan jenjang berikutnya (Lakmud).

2.      Pasca Lakmud
Lakmud adalah pelatihan yang menekankan pada pembentukan watak, motivasi pengembangan diri dan rasa memiliki organisasi serta keterampilan berorganisasi. Di samping itu, Lakmud merupakan ukuran formal pembentukan standardisasi kader IPNU. Oleh karena itu, maka outputnya diharapkan mempunyai pemahaman dan kemampuan dasar tentang ideologi (sebagaimana tercantum dalam materi Lakmud), wawasan keilmuan, dan keterampilan teknik berorganisasi.
Untuk itulah setelah Lakmud, maka tanggunng jawab PAC atau PC sebagai pelaksana adalah melakukan perawatan kader dengan pertemuan-pertemuan rutin yang bertujuan :
a.       Memantapkan dan menumbuhkembangkan hasil materi Lakmud
b.      Memahami prinsip-prinsip dan menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap terlaksananya ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah secara utuh menurut NU yang diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa
c.       Mengerti prinsip-prinsip organisasi dan kepemimpinan
d.      Mempunyai kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalah serta menguasai teknik pengambilan keputusan yang tepat
e.       Mempunyai pengetahuan dasar dan sikap loyalitas yang tinggi terhadap cita-cita organisasi
f.       Memiliki perangkat metode analisis sosial dasar
g.      Memahami persoalan-persoalan kritis problematika pendidikan di Indonesia
h.      Memiliki sensitivitas gender
i.        Menghasilkan kader-kader yang memiliki integritas kepribadian yang berwawasan luas dan kritis serta mampu mengembangkan organisasi.

Teknik Pertemuan :
Dua minggu pasca Lakmud, PAC atau PC IPNU sebagai pelaksana mengundang peserta yang sudah lulus Lakmud
Acara dibuka oleh PAC atau PC dan seterusnya dipandu oleh tim pelatih atau fasilitator (pembina kader)
Dalam pertemuan dapat diagendakan beberapa tahap, misalnya :
a.              Tim pelatih atau fasilitator memulai dan memberikan pengantar yang mampu meyakinkan peserta bahwa acara tersebut menjadi kebutuhan bagi mereka. Selanjutnya fasilitator melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana untuk menggugah apa yang didapatkan pada waktu Lakmud, sebagai contoh : ““Setelah dua minggu mengikuti Lakmud, apa yang rekan-rekan peroleh atau rasakan?”. Dari pertanyaan itu muncul curah pendapat dengan alokasi waktu 60 menit
b.             Setelah curah pendapat dianggap cukup, maka fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok untuk diberi tugas membuat makalah yang meliputi materi ideologis, wawasan keilmuan dan teknik skill dengan tema sesuai dengan isu-isu yang muncul dan berkembang pada waktu curah pendapat atau tema disesuaikan dengan isu-isu aktual dan kontemporer
c.              Dua minggu kemudian diadakan pertemuan dengan agenda mendiskusikan hasil tugas kelompok
d.             Dua minggu selanjutnya fasilitator menawarkan model-model dan alternatif pertemuan, suatu contoh dengan studi wisata atau tadabbur alam
e.              Dua minggu kemudian diskusi dengan mendatangkan narasumber yang berkompeten di bidang yang dibutuhkan oleh peserta
f.              Sebelum masuk pengkaderan jenjang di atasnya diadakan pertemuan rutin dan atau pelibatan dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi
g.             Dilakukan persiapan pengkaderan jenjang berikutnya (Lakut), dengan mendisjusikan tema besar yang akan diangkat.
3.      Pasca Lakut
Lakut adalah pelatihan dan pengkaderan yang membentuk idealisme kader sehingga mampu mengembangkan pengetahuan, sikap, skill organisatoris secara optimal.  Alumni Lakut diharapkan menjadi kader yang paripurna dalam mengembangkan IPNU, karena materi yang diberikan adalah materi yang membentuk kemampuan manajerial yang mendalam pada peserta.
Oleh karena itu, pertemuan-pertemuan pasca Lakut diharapkan menjadi kebutuhan bagi alumninya dan diprakarsai sendiri oleh mereka. PC maupun PW IPNU sebagai pelaksana Lakut hanya memfasilitasi jika diperlukan. Namun demikian harus tetap ada komunikasi yang intens antara alumni Lakut dengan PC maupun PW. Hal ini dilakukan dalam rangka mengetahui sejauh mana aktifitas mereka dan memonitoring keberhasilan pengkaderan tersebut yang selanjutnya dilaporkan pada PP. IPNU.
Pertemuan-pertemuan tersebut bertujuan :
Aktualisasi dan penguasaan diri terhadap materi bagi alumni peserta Lakut
Menguasai Aswaja NU sebagai ideologi organisasi dan mengaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat
Mempunyai wawasan kebangsaan yang luas dan kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan organisasi dan masyarakat
Memiliki sikap kritis, kreatif, kepeloporan, berakhlaqul karimah serta komitmen yang tinggi terhadap perjuangan organisasi
Memiliki kemampuan dan keterampilan manajerial organisasi yang memadai.

Target :
Terbentuknya kader yang mampu merancang bangun dan mengelola organisasi secara optimal

Teknik Pertemuan :
Dua minggu pasca Lakut, PC atau PW IPNU sebagai pelaksana mengundang peserta yang sudah lulus Lakut
Acara dibuka oleh PC atau PW dan seterusnya diserahkan kepada peserta untuk melakukan kontrak belajar sendiri
Tim pelatih atau fasilitator (pembina kader) mendampingi mereka dan memberikan masukan seperlunya jika diminta
Jika forum pasif maka fasilitator berkewajiban memberikan stimulus pada peserta agar mereka aktif  dan dinamis, sesuai dengan tema yang dibicarakan
Setelah sharing di antara mereka dianggap cukup, fasilitator bisa memberikan masukan tentang skala prioritas materi dan pertemuan-pertemuan berikutnya yang meliputi materi ideologis, wawasan keilmuan, dan teknik skill, serta bagaimana mengelola isu-isu yang aktual
Jadwal acara hendaknya dibicarakan secara tuntas agar tidk berbenturan dengan agenda PC atau PW IPNU
PC maupun PW melibatkan mereka dalam acara-acara bahkan memberi mereka tugas untuk menggagas dan merancang bangun IPNU ke depan. Kemudian materi tersebut bisa dibawa oleh PC maupun PW pada acara-acara nasional mulai Rakernas hingga Kongres.

BAB IV
PENUTUP


A. EVALUASI BUKU PEDOMAN PENGKADERAN

Evaluasi yang dimaksud adalah proses koreksi dan pencocokan atas kelaikan buku pedoman pengkaderan dengan target group dan output yang menjadi amanat dan harapan organisasi dari setiap masa. Karena buku pedoman tersebut merupakan buku petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melaksanakan pengkaderan di semua jenjang. Oleh karena itu, evaluasi berkala yang dilakukan di setiap daerah dan masukan dari tim pelatih dari setiap daerah menjadi entry point untuk melihat kembali kesesuaian buku pedoman tersebut adalah sebuah keniscayaan yang bisa dilakukan oleh tim pelatih di setiap masa khidmat. Hal ini merupakan wujuPengkaderan dalam IPNU
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kongres XIV IPNU di Surabaya yang berhasil mengembalikan IPNU sebagai organisasi pelajar membawa berbagai konsekuensi dan implikasi. Salah satu konsekuensi besarnya adalah dalam bidang pengkaderan yang menuntut penguatan sistem pengkaderan. Karenanya, Bidang Pengkaderan Pimpinan Pusat IPNU membentuk tim evaluasi dan penyusun materi pengkaderan. Tim itu bertugas mengevaluasi sistem pengkaderan yang selama ini diterapkan oleh IPNU, mengkaji berbagai realitas kader IPNU dan selanjutnya merekonstruksi sistem pengkaderan dan dan menyusun rancangan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) pelatihan.
Rancangan yang dihasilkan dari diskusi panjang dalam tim tersebut selanjutnya dibahas dalam Workshop Nasional Pengkaderan yang diikuti oleh Bidang Pengkaderan dan/atau Tim Pelatih utusan dari semua Pimpinan Wilayah IPNU se-Indonesia. Workshop yang diselenggarakan pada 18 – 21 Mei 2004 di Pondok Pesantren Al Masthuriyah Sukabumi Jawa Barat itu diselenggarakan sebagai upaya untuk merumuskan sistem pengkaderan yang efektif, relevan, visioner, dan paradigmatik bagi para kader. Pengkaderan yang dilakukan diorientasikan pada penguatan kepelajaran dengan menitikberatkan paradigma transformatif berbasis nilai-nilai luhur.
Heterogenitas basis massa IPNU dengan latar belakang yang multikultural adalah persoalan tersendiri yang harus menjadi pertimbangan dasar dalam penyusunan program pengkaderan. Karena itulah pemberian ruang bagi muatan local menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Sistem pengkaderan ini adalah pedoman umum nasional dan setiap daerah diberi otonomi untuk melakukan penyesuaian menurut kebutuhan dan kompetensi local. Penyesuaian yang dimaksud adalah penambahan materi yang sesuai dengan konteks lokal, dan/atau mengkontekstualisasikan materi inti sesuai dengan situasi dan kondisi lokal.
Adanya prioritas bidang garap IPNU sebagaimana diatur dalam Peraturan Rumah Tangga (PRT) IPNU tentang usia keanggotaan IPNU yang mencakup usia siswa, santri, mahasiswa, dan remaja, menuntut tim pengkaderan PP. IPNU mereview kelaikan pengkaderan sebagai piranti vital organisasi. Untuk itulah selain pedoman pengkaderan yang yang berjenjang tim juga menyusun MOP (Masa Orientasi Pelajar) sebagai rujukan dasar bagi pimpinan IPNU di daerah-daerah untuk masuk pada basis pelajar di sekolah-sekolah. Hal tersebut bukan semata-mata karena keputusan Kongres XIV mempertegas IPNU sebagai organisasi pelajar, melainkan lebih pada upaya pencerahan pengkaderan untuk merefleksi dan mengoreksi efektivitas pengkaderan yang selama ini dilakukan.
Pada akhirnya rancangan materi pedoman pengkaderan yang telah lama digodok oleh tim dan dibahas dalam forum workshop dengan berbagai penambahan dan pengurangan, maka pedoman tersebut disahkan dalam forum Rapat Kerja Nasional (Rakernas I) 15 – 18 Juni di Pekanbaru Riau menjadi Buku Pedoman Pengkaderan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) sebagai buku pedoman dan petunjuk pelaksanaan resmi dalam melaksanakan proses pengkaderan IPNU mulai dari Makesta sampai pada Latihan Pelatih.



B. REALITAS KADER PELAJAR NU

Pelajar adalah komponen penting dalam Nahdlatul Ulama. Namun kita harus menyadari bahwa realitas kader NU masih sangat jauh dari ideal. Dari berbagai diskusi yang dilakukan oleh Tim Penyusun muncul berbagai pendapat tentang kader IPNU, baik yang masih aktif maupun yang sudah purna. Pembacaan atas fakta itu memunculkan kesimpulan bahwa realitas kader pelajar NU :

1.      Kurang profesional
2.      Kurang loyal
3.      Kurang tahu apa yang harus diperjuangkan
4.      Kapasitas leadership yang lemah
5.      Kurang memiliki kesadaran dokumentatif
6.      Kapasitas manajerial yang lemah.

Meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak hal itu dapat dibaca sebagai potret pengkaderan IPNU. Di sinilah reformulasi sistem pengkaderan menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Berpijak pada tantanganeksternal dan realitas internal yang ada, maka pengkaderan yang dilakukan oleh IPNU berpijak suatu paradigma tertentu.





C. PARADIGMA PENGKADERAN IPNU

Paradigma pengkaderan terkait erat dengan pilihan paradigma perjuangan yang dipilih, yang pada gilirannya menentukan metode pendekatan pengkaderan yang dilakukan. Paling tidak ada tiga paradigma perubahan sosial dalam dunia pendidikan (Pengkaderan), yaitu paradigma konservatif, paradigma liberal, dan paradigma transformatif.
Di antara tiga paradigma itu, IPNU memilih perspektif transformatif sebagai landasan pengkaderan. Dengan perspektif ini, maka paradigma pengkaderan yang dipilihpun pararel dengan gerakan transformatif IPNU. Hal itu menunjukkan bahwa paradigma pengkaderan IPNU memandang akar persoalan sosial terletak pada struktur sosial yang ada, di satu sisi, dan di sisi lain lemahnya kapasitas kepemimpinan (perubahan) masyarakat.
Dengan perspektif tersebut, maka paradigma pengkaderan IPNU diarahkan untuk membentuk sikap kritis terhadap realitas sosial eksternal di satu sisi, dan membentuk kader yang kritis, kreatif, profesional, danberakhlaqul karimah. Dalam konteks IPNU, maka kesadaran struktural yang dibangun sesuai dengan fokus dan konsentrasi perjuangannya, minimal pada wilayah kebijakan pengkaderan.
Paradigma pengkaderan seperti itulah yang diyakini dapat menbentuk kader IPNU yang mampu menjawab tantangan sosial eksternal sesuai dengan fokus gerakan perjuangan IPNU, sekaligus menjawab kebutuhan internal organisatoris IPNU.


D. KUALIFIKASI KADER IDEAL

Paradigma seperti di atas diarahkan untuk membentuk pelajar yang memiliki jatididri dan karakter yang kuat. Jatidiri yang diharapkan dimiliki kader IPNU adalah antara lain :
a.       Memiliki ideologi ke NU an yang kuat
b.      Memiliki skill organisasi yang memadai
c.       Memiliki skill profesi yang handal
d.      Memiliki wawasan keilmuan yang luas
e.       Profesional, militan, disiplin, dan memiliki kolektivitas tinggi
f.       Berakhlaqul karimah.


E. SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM PENGKADERAN IPNU

Seperti disampaikan di awal, bahwa buku pedoman pengkaderan yang diputuskan dalam Rakernas I IPNU di Pekanbaru bukan sama sekali baru, namun merupakan hasil rekonstruksi dari buku pedoman pengkaderan yang telah diputuskan dalam Konbes 1988 dengan melalui proses diskusi panjang.
Perkembangan pola pengkaderan IPNU berjalan seiring dengan berkembangnya kedewasaan IPNU itu sendiri di tengah konstelasi (percaturan) situasi berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, untuk memahami motivasi dan paradigma secara komprehensif yang terkandung dari perkembangan pola pengkaderan dari masa ke masa akan lebih baik jika kita memahami kronologi perkembangan pola pengkaderan di IPNU.
Awal konsep dari buku Pedoman Pelatihan Kader IPNU atau Pedoman Pengkaderan IPNU tersebut, adalah konsep tentang “Petunjuk Pelaksanaan PengkaderanIPNU-IPPNU Cabang Jember” yang ditulis oleh rekan Drs. H. Afton Ilman Huda, pada saat ia menjabat sebagai Ketua IPNU Cabang Jember bersama rekan aktivis IPNU Cabang Jember yang lain, di antaranya : Ma’shum Zubeir dan Drs. Diambang Fajar Ahwa pada tahun 1987. konsep ini ditulis di Jember dan dikonsumsi oleh IPNU-IPPNU Cabang Jember pada kurun waktu tahun 1987-1989. buku tersebut berisi tentang juklak (Petunjuk Pelaksanaan) tentang pembinaan kader IPNU-IPPNU untuk jenjang, yaitu : Mental Training (Mentra), Latihan Kepemimpinan, Choacing Instruktur, Pelatihan Profesi, serta Masa Kesetiaan Anggota (Makesta).

1.      Konsep Mentra (Mental Training)
Adalah pembinaan kader melalui pelatihan di tingkat basic atau dasar yang tujuannya adalah :
a. Pembentukan karakter/watak (character building) kader IPNU-IPPNU
b. Penyaringan potensi kader (memilah kader yang berkualifikasi sebagai calon pengurus/pemimpin, kader yang berkualifikasi sebagai kader pelatih/instruktur serta kader yang berkualifikasi sebagai kader profesi)

2.      Konsep Latihan Kepemimpinan
Yaitu pelatihan untuk kader alumni Mental Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai calon pengurus/pemimpin, sehingga langkah pembinaan kadernya khusus untuk pengurus/pemimpin saja.
3.      Konsep Choacing Instruktur
Yaitu pelatihan lanjutan untuk alumni Mental Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai pelatih/instruktur pengkaderan/pelatihan, sehingga langkah pembinaan kadernya khusus untuk pelatih/instruktur.

4.      Konsep Pelatihan Profesi
Yaitu pelatihan lanjutan untuk alumni Mental Training yang memiliki kualifikasi potensi sebagai kader profesi, misalnya jurnalistik, menjahit, dan lain-lain, sehingga pelatihannya khusus kebutuhan kader tersebut yaitu pelatihan jurnalistik, pelatihan menjahit, dan lain-lain.
Motivasi konsep buku Petunjuk Pelaksanaan Pelatihan tersebut menggunakan paradigma “Pengembangan Sumber Daya Manusia” dimana asumsi dasarnya adalah :

IPNU harus konsentrasi terhadap langkah kebijakan/policy pembinaan organisasi terhadap potensi kader dan potensi anggotanya yang beragam dan tidak hanya potensi aktivitas pengurus saja.
Pelaksanaan kebijakan pembinaan anggota yang mengacu pada konsep pengembangan sumber daya manusia tidak hanya diterapkan khusus pada pimpinan/pengurus saja, tapi harus konsentrasi jagu membina anggotanya yang notabene tidak menjadi pengurus dalam bentuk pelatihan-pelatihan profesi seperti jurnalistik, menjahit, dan lain-lain.

Konsep tersebut merupakan antitesa terhadap pedoman pembinaan kader yang diputuskan melalui Konperensi Besar (Konbes) IPNU-IPPNU di Banjarmasin pada tahun 1979. konsep pengkaderan yang diputuskan oleh Konbes Banjarmasin hanya beberapa halaman dan tampak sederhana sekali, yaitu memuat tentang persyaratan mengikuti training dan silabi materi yang terjadwal beberapa jam menurut jenjang trainingnya. Substansi konsep tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pelatihan Formal
Yaitu pengkaderan terhadap kader pengurus/pimpinan yang berjenjang hingga 4 (empat) jenjang yaitu :

a.      Mental Training (Mentra)
Yaitu Training/pembinaan kader yang dipola untuk mencetak calon pengurus di tingkat anak cabang atau level kecamatan. Silabi materinya dirancang selama 4 (empat) hari yang terdiri dari materi wajib semisal Aswaja, materi pokok semisal ke IPNU-IPPNU an dan materi penunjang semisal keorganisasian.

b.      Basic Training (Batra)
Yaitu training/pembinaan kader yang dipola untuk mencetak calon pengurus di tingkat cabang atau level kabupaten. Silabi materinya dirancang selama seminggu yang terdiri dari materi wajib, materi pokok, dan materi penunjang, yang jenis materinya sama dengan Mentra tetapi bobot materinya lebih berat daripada Mentra.

c.       Intermediate Training (Intra)
Yaitu training yang dipola untuk mencetak kader pengurus di tingkat wilayah atau level propinsi. Silabi materi dirancang selama 10 hari yang jenis materinya sama dengan Batra tetapi bobotnya lebih berat.

d.      Advance Training (Adtra)
Yaitu training yang dipola untuk mencetak kader pengurus di tingkat pusat atau level negara. Silabi materinya selama 2 (dua) minggu dan jenis materinya sama dengan Intra, namun bobot materinya lebih berat.
Realitas pelaksanaan dari 4 (empat) jenjang tersebut kurang terlaksana dengan baik dikarenakan kurang konsistensinya dalam pelaksanaan pengkaderan baik dari segi pemberian materi maupun syarat peserta dan peserta pelatihan itu sendiri.
Paradigma konsep Banjarmasin ini menggabungkan antara kebijakan tentang kaderisasi pengurus dengan konsep pembinaan kadernya sehingga jenjang kaderisasi menyesuaikan struktur kepengurusan organisasi. Misalnya pengurus cabang harus alumni Batra, pengurus wilayah harus alumni Intra, dan pengurus pusat harus alumni Adtra. Asumsi konsep pembinaan kader ala Banjarmasin ini adalah kader terbaik di organisasiadalah ketua, dimana proses munculnya ketua adalah dari proses kompetisi antar kader pengurus melalui konferensi. Dengan demikian, yang disebut dengan pembinaan kader adalah membina pengurusnya saja.


2. Pelatihan Non Formal
Pelatihan ini adalah Choacing Instruktur, yaitu pelatihan khusus pelatih yang pesertanya adalah kader instruktur (pelatih) dan pengurus, walhasil bahwa pimpinan/pengurus adalah kader yang serba bisa. Jadi kader pimpinan sekaligus menjadi kader instruktur pelatihan.
Lokakarya kaderisasi dan manajemen tahun 1989 yang diadakan oleh Pucuk Pimpinan IPNU-IPPNU di Jakarta memunculkan dua konsep pembinaan kader yang motivasi kedua konsep tersebut adalah sama-sama untuk memperbaharui/memperbaiki konsep pembinaan kader sebelumnya (ala konbes Banjarmasin). Kedua konsep tersebut adalah :

Konsep materi lokakarya kader dan manajemen yang telah disiapkan oleh Pucuk Pimpinan IPNU-IPPNU.
Konsep yang dibawa Tim IPNU-IPPNU Jawa Timur yaitu konsep tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengkaderan IPNU-IPPNU ala Cabang Jember.

Konsep materi lokakarya yang telah disiapkan oleh PP. IPNU-IPPNU pada intinya sama dengan Buku Pembinaan Kader PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) dan hanya berbeda nama jenjang pelatihannya saja, yaitu :

Pelatihan Formal
a.       Makesta (Masa Kesetiaan Anggota) yang secara substantif sama dengan konsep Mapaba (Masa Penerimaan Anggota Baru) ala PMII, yaitu forum untuk orientasi/pengenalan dasar tentang IPNU-IPPNU.
b.      Lakmud (Latihan Kader Muda) yang secara substantif sama dengan LKD (Latihan Kader dasar) ala PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan dasar di organisasi IPNU-IPPNU. Asumsi Lakmud ini adalah untuk memproduksi kader yang dipersiapkan sebagai calon Pengurus Anak Cabang.
c.       Lakmad (Latihan Kader Madya) yang secara substantif sama dengan LKL (Latihan Kader Lanjut) ala PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan di tingkat menengah dengan asumsi bahwa calon Pengurus Cabang haruslah alumni Latihan Kader Madya ini.
d.      Lakut (Latihan Kader Utama) yang secara substantif sama dengan LKT (Latihan Kader Utama) ala PMII, yaitu pelatihan kepemimpinan tertinggi dengan asumsi bahwa calon Pengurus Wilayah dan Calon Pengurus Pusat haruslah alumni Latihan Kader Utama..

Pelatihan Pelatih
Yaitu pelatihan khusus calon instruktur (Pelatih) Yang dirancang untuk mencetak tenaga kader pelatih yang akan menangani pelatihan-pelatihan.

Pelatihan Minat dan Bakat
Yaitu sama dengan pelatihan-pelatihan non formal ala PMII yang memuat antara lain konsep tentang pelatihan jurnalistik atau pelatihan lain yang dibutuhkan oleh anggota IPNU-IPPNU sasuai potensi, minat dan bakatnya.

Perbandingan terhadap kedua konsep tersebut akhirnya berhasil dikompromikan menjadi satu dan ditugaskan penyempurnaan konsep kompromi tersebut kepada tim yang dipimpin oleh rekan Drs. H. Afton Ilman Huda sebagai wakil dari PW. IPNU Jawa Timur dengan anggota sebagai berikut : Tubagus Syaifullah (IPNU Cabang Lamongan), M. Syaikhan SH (IPNU Cabang Surabaya), Drs. Muhit Efendi (Pucuk Pimpinan IPNU), Dra. Soraya (Pimpinan Wilayah IPPNU Yogyakarta).
Tim ini bekerja selama seminggu di kantor NU Wilayah Jawa Timur dan kemudian melanjutkan penyempurnaan konsep kompromi tersebut hingga tuntas selama 19 hari di Rungkut Surabaya. Penggarapan di Rungkut dilakukan pada tahun 1984 (tanggal dan bulannya lupa) oleh rekan Drs. H. Afton Ilman Huda, Tubagus Syaifullah, dan M. Syaikhan SH. Hasilnya adalah buku Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU sebagai konsep sistem pembinaan kader. (Naskah asli dipegang rekan Afton Ilman Huda)
Konsep buku Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU ini mengkompromikan antara substansi materi menggunakan konsep Juklak pengkaderan IPNU-IPPNU ala Jember dan nama jenjang pelatihannya menggunakan konsep PP. IPNU-IPPNU yang terjabarkan sebagai berikut :

Makesta, yaitu forum orientasi dasar tentang IPNU-IPPNU
Pelatihan dasar kader yang disebut Lakmud (Latihan Kader Muda) yang target out putnya yaitu :
a.       Pembentukan watak (character building)
b.      Penyaringan potensi kader
setelah Lakmud inilah maka pembinaan kader selanjutnya memilih salah satu di antara 3 (tiga) model pelatihan, yaitu :

Lakmad (Latihan Kader Madya), yaitu pelatihan khusus kader kepemimpinan/pengurus sehingga ada pengembangan skill dalam berorganisasinya.
Pelatihan Pelatih, yaitu pelatihan khusus kader pelatih yang nantinya untuk mengelola pelatihan di IPNU-IPPNU, sehingga semua pelatihan ditangani oleh kader yang spesifik pelatih.
Pelatihan Minat dan Bakat, yaitu pelatihan-pelatihan khusus yang memenuhi minat dan bakat kader/anggota, contoh pelatihan jurnalistik, dan lain-lain. Pelatihanini yang seharusnya banyak digarap karena hal tersebut menunjukkan komitmen kepedulian IPNU-IPPNU terhadap langkah pembinaan anggotanya secara riil dan merupakan esensi pengembangan SDM.

Khusus alumni Pelatihan Pelatih dapat melanjutkan skillnya melalui Lakut (Latihan Kader Utama) yang esensinya adalah lokakarya (Workshop), dimana di forum ini dapat mencetak kader yang dapat memanage (mengelola) setiap pelatihan dan mengaktualisasikan setiap pelatihan.

Konsep sistem pembinaan kader ini berasumsi bahwa langkah pembinaan kader diawali dari proses pelatihan dan dilanjutkan pada kegiatan-kegiatan pasca pelatihan, sehingga dapat dimengerti bahwa nama bukunya adalah “Buku Pedoman Pelatihan” dan bukan pengkaderan. Target-target yang direncanakan dalam setiap pengkaderan akan terealisir apapbila kegiatan pasca pelatihan yaitu pembinaan kader dapat dilakukan. Tidak mungkin kader dapat dicetak dengan baik melalui proses pelatihan yang waktunya sedikit tersebut, sehingga target pencetakan kader dapat terwujud apabila ada proses pembinaan kader yang waktunya panjang dan dilkukan pasca pelatihan.
Sebenarnya konsep tersebut menjawab harapan tentang pelatihan kepemimpinan/pengurus yang lebih singkat/praktis dan tidak banyak jenjang, di samping karena konsekuensinya terhadap paradigma pengmbangan SDM yang telah disepakati oleh peserta lokakarya Jakarta tersebut. Dengan demikian pelatihan kepemimpinan yang menjadi syarat bagi pengurus sebagaimana diatur PRT (Peraturan Rumah Tangga) IPNU tinggal 2 (dua), yaitu Lakmud dan Lakmad saja dan bahkan hakikatnya cukup Lakmad saja.
Problem yang selalu ada dan selalu disampaikan pada forum-forum diskusi tentang pengkaderan, misalnya :

a.       Mungkinkah konsep ini tersosialisasikan di luar Jawa
b.      Mengapa pada Lakmud alokasi waktunya ketat sehingga melelahkan fisik dan psikis peserta dan pelatih
c.       Mengapa syarat menjadi ketua cabang harus alumni Lakmad

Problem-problem semacam di atas sebenarnya adalah “Problem kebijakan organisasi”dalam konteks realisasi konsep tersebut dan bukan masalah konsepnya itu sendiri, sehingga perlu kecermatan dalam mengklarifikasi masalah. Dan ternyata hingga sekarang problem-problem yang disampaikan dalam berbagai diskusi pengkaderan adalah masih seputar faktor kebijakan organisasi, yang tidak mampu mensosialisasikan konsep secara lebih efektif.
Konsep buku Pedoman Pelatihan IPNU-IPPNU hasil kerja tim di atas disampaikan pada PP. IPNU dan kemudian dijadikan materi komisi A yang membahas tentang kaderisasi di forum Konferensi Besar (Konbes) Lampung pada tahun 1989. dan Konbes Lampung menetapkan bahwa konsep “Pedoman Pelatihan” sebagai konsep buku pembinaan kader IPNU-IPPNU.
Buku pedoman pelatihan yang telah ditetapkan dalam Konbes Lampung tersebut dikaji ulang melalui Lokakarya Pengkaderan tahun 1998 di Surabaya dan dilanjutkan pembahasan secara intensif di Jakarta selama seminggu oleh rekan Afton Ilman Huda bersama Pengurus Pusat IPNU-IPPNU. Ada revisi redaksional terhadap konsep tersebut dan ada dua hal pokok yang mewarnai lokakarya tersebut, yaitu :

Masih dominannya wacana tentang paradigma pembinaan kader yang masih mengedepankan “jenjang pelatihan seiring dengan jenjang kepengurusan” sehingga paradigma berfikirnya adalah strukturalis approach. Wacana ini sama dengan paradigma ala Banjarmasin. Contoh, Pengurus Wilayah harus alumni Lakut, Pengurus Cabang harus alumni Lakmad, sebagaimana pembinaan kader adalah visi pengembangan SDM.
Problem-problem yang disampaikan kebanyakan peserta adalah terfokus pada problem kebijakan organisasi dan bukan pada problem konsep itu sendiri, tetapi uniknya peserta lokakarya menganggap bahwa problem utamanya adalah pada problem konsep sehingga perlu merevisi konsep. Sebenarnya revisi konsep tersebut perlu dilakukan sebagai suatu proses aktualisasi, asal yang melakukannya adalah kader-kader yang kompeten dalam bidang pengkaderan.

Dari beberapa revisi redaksional tersebut lalu disajikan oleh PP. IPNU-IPPNU sebagai materi Konbes Jakarta tanggal 19-21 September 1998, dan konsep tersebut ditetapkan menjadi Pedoman Pengkaderan dan Rekomendasi IPNU-IPPNU (hasil Konbes IPNU-IPPNU di Jakarta tahun 1989).
Kongres XIV Sukolilo Surabaya yang memutuskan kembalinya akronim “Putra” menjadi “Pelajar” dari akronim IPNU, merupakan salah satu determinan faktor untuk mereview signifikansi kelaikan buku pedoman pengkaderan IPNU dari hasil Konbes Jakarta dengan target group seperti yang diamanatkan dalam kongres Surabaya tersebut. Oleh karena itu bidang pengkaderan PP. IPNU bekerjasama dengan bidang pengkaderan PP. IPPNU membentuk tim review dan perumus untuk merekonstruksi buku Pedoman Pengkaderan. Tim tersebut terdiri dari Saman Hudi, Arifin Nur Budiono, Muhammad Mustafid Amna (IPNU), Maghfiroh, Erna (IPPNU) yang mengawali diskusi pembedahan materi pada tanggal 25-28 oktober 2003 di Wisma Haji Jl. Jaksa Jakarta, pertemuan kedua di rumah rekanita Devi (Jakarta) pada tanggal 31 Januari-03 Februari 2004, dan pertemuan ketiga yang membahas finalisasi materi pra workshop, dilaksanakan pada tanggal 15-17 Mei 2004 di Jakarta. Hasil pembedahan materi yang ketiga tersebut merupakan pembahasan final di tingkat tim.
Selanjutnya untuk menyempurnakan sekaligus sosialisasi awal materi pedoman pengkaderan tersebut diselenggarakan Workshop Pengkaderan IPNU di Pondok Pesantren Al Masthuriyah Sukabumi Jawa Barat pada tanggal 19-21 Mei 2004 dengan mengundang seluruh ketua bidang pengkaderan atau ketua tim pelatih PW. IPNU se Indonesia dimana acara tersebut sebenarnya merupakan bagian acara pra Rakernas I Pekanbaru. Hasil pembahasan materi pengkaderan pada forum workshop tersebut kemudian dibawa pada forum Rakernas I IPNU tanggal 15-18 Juni 2004 di Pekanbaru Riau dan kemudian diputuskan melalui sidang pleno sebagai “Buku Pedoman Pengkaderan IPNU”.
Sebagai upaya untuk mengawal terlaksananya pengkaderan yang konsisten dan percepatan sosialisasi dari buku pedoman pengkaderan tersebut, maka dibutuhkan dua agenda besar yakni pembentukan tim pelatih nasional dan pembuatan hand out/materi standard. Mudah-mudahan upaya tersebut dapat terwujud dalam waktu dekat dalam masa khidmat ini, tentunya dukungan rekan di seluruh Indonesia dan kekompakan tim sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.


F. TUJUAN

Tujuan diterbitkannya buku ini adalah untuk memberi petunjuk dan arahan bagi penyelenggaraan pelatihan mulai dari jenjang Makesta sampai pada tingkat Latpel, baik dari segi teknis penyelenggaraan maupun dari segi sistem latihan.
Dengan adanya buku ini mudah-mudahan pengurus (penyelenggara), pelatih dapat dengan mudah memahami dan menyelenggarakan pelatihan yang diinginkan. Suatu hal yang perlu diperhatikan, buku pedoman pengkaderan ini disusun sebagai standard nasional yang memungkinkan untuk diselenggarakan di seluruh daerah di Indonesia. Namun demikian, kita masih memberi ruang bagi tim pelatih di daerah untuk berkreasi sesuai dengan kebutuhan lokal (konteks lokal), sehingga pelatihan yang diselenggarakan dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan kader.
Untuk menjaga mutu pelatihan maka dibutuhkan konsistensi dan konsekuensi baik dari penyelenggaraan maupun dalam penerapan sistem pelatihan yang telah ditentukan (misalnya syarat peserta latihan dan follow up –kegiatan lanjutan- pasca latihan sebagai bentuk perawatan kader).


G. MENGAPA KADERISASI PENTING?

Sistem pengkaderan dan kaderisasi merupakan kunci utama untuk merespons semua tantangan kedepan baik internal maupun eksternal IPNU. Respons reaksioner atau parsial terhadap perubahan bukan hanya beresiko gagal, namun akan menambah kompleksitas persoalan organisasi. Sering kita mendengar keluhan, curhat, maupun hujatan tentang kelemahan organisasi seperti lemahnya manajemen, profesionalisme, dan lainnya dan ini terjadi berulang kali.
Pertanyaannya, mengapa tetap berulang dan menjadi lingkaran setan? Hal tersebut salah satu akibat yang paling mendasar dari kurangnya sinergitas penguatan kelembagaan IPNU dengan proses kaderisasi. Seharusnya perbaikan apapun atau rekonstruksi apapun di IPNU harus dimulai dari hal yang paling mendasar, yaitu kaderisasi. Sebab kaderisasi adalah perangkat sistemik yang menjamin lahirnya generasi penerus dan merupakan ujung tombak yang akan meneruskan estafet organisasi. Tanpa kaderisasi, sebuah organisasi hanya akan menunggu saat kematiannya, menunggu kehancurannya. Suatu generasi bukanlah tetap, namun terus berganti. Sehebat apapun hasil kerja generasi sebelumnya, tanpa menyiapkan lapis penerus, kemerosotanlah yang akan ditemui.
Sebaliknya, seminimal apapun organisasi, namun menyiapkan generasi penerus yang tangguh, maka kemungkinan besar akan mengalami era kebangkitan. Dimulai dengan akan terjadinya akumulasi gerakan sampai dengan terkonsolidirnya suatu organisasi. Arah dan gerak organisasi mulai terarah, terukur, dan terkendali. Kaderisasi akan mampu membangun mekanisme kerja baru di organisasi yang mampu keluar dari beban sejarah, lingkaran setan persoalan klasik, dan dengan tegar menyongsong zaman baru. Apa yang dipersiapkan dalam kedarisasi yang baik akan terus berdialektika, berkembang secara dinamis. Di sinilah pentingnya kaderisasi. Kaderisasi menciptakan, pelaku, kader, dan pelopor gerakan. Mereka yang akan mengembangkan dan memajukan perjuangan organisasi. Seperti apa kekuatan sebuah organisasi ke depan dapat dilihat saat ini, dengan melihat kekuatan kaderisasinya. Demikian pula saat suatu organisasi memberikan respons terhadap tantangan ke depan, hanya efektif dan kuat jika diterjemahkan dalam proses-proses kaderisasi.




H. BAGAIMANA MEMAHAMI BUKU INI

Buku ini disusun dan dirumuskan dalam sejarah yang hidup (living history) saat ini, dalam realitas yang sedang berjalan (working reality) dengan harapan dapat menjadi pedoman dalam memahami zaman dan menjawabnya. Buku ini merupakan paduan antara normatifitas dan historisitas, paduan antara idealisme dan tantangan realitas sosial yang melingkupinya, antara kekuatan relasional dan kekuatan sejarah yang lain (social forces).
Buku ini dirancang untuk membekali kader IPNU sebagai ujung tombak perjuangan, penggerak organisasi, dengan seperangkat basis nilai perjuangan atau pijakan ideologis, kemampuan melakukan analisa sosial yang tajam, kekuatan leadership dan manajerial yang memadai, militan, disiplin, dan kolektivitas yang tinggi.
Berbagai bekal kader tersebut harus dipahami dalam konteks globalitas, nasionalitas dan relijiusitas dengan pengalaman sejarah masa lampau IPNU serta tantangan dan visi misi IPNU ke depan di sisi lain. Kaderisasi adalah program untuk menghasilkan seorang kader, yang dapat diandalkan sebagai penggerak organisasi. Organisasi merupakan alat perjuangan untuk mewujudkan citra diri kader IPNU dan mendorong perubahan sosial menuju tatanan berkeadilan, demokratik, dan sejahtera.
Buku ini dirancang dalam konteks tantangan kepungan globalisasi, problema nasional kebangsaan, dan realitas internal IPNU itu sendiri. Satu hal penting yang harus dipahami adalah memahami posisi IPNU sebagai salah satu sayap dari gerakan sosial NU. IPNU harus dipahami sebagai bagian dari gerakan besar dan garda depan NU yang sinergis, bukan gerakan tersendiri dan terpisah dari lainnya. Karenanya kader yang hendak dibentuk merupakan kader yang memang dibutuhkan dalam konteks format gerakan IPNU, sebagai bagian dari keluarga besar NU.
Untuk memahami buku ini, dibutuhkan pemahaman akan 4 (empat) hal sekaligus. Pertama, memahami NU sebagai gerakan sosial yang di dalamnya IPNU merupakan salah satu dari sub-sistemnya. Kedua, realitas globalisasi, terutama tantangan-tantangan globalisasi. Ini sangat penting, sebab di era ini hampir tidak ada fenomena yang tidak terkait dengan kekuatan global. Pemahaman ini setidaknya untuk membangun sikap kritis di kalangan pelajar, terhadap globalisasi. Ketiga, melacak sejenak sejarah perjuangan IPNU untuk merebut maknanya. Dengan memahami sejarah, kita tidak akan mengalami krisis identitas, tidak mengalami keterputusan sejarah, dan dapat belajar dari berbagai kegagalan dalam sejarah. Sebab sejarah merupakan patahan-patahan peristiwa masa lampau yang menyimpan makna dan hikmah mendalam. Pentingnya memahami sejarah dalam perspektif kita dilatarbelakangi oleh penulisan sejarah nasional yang secara sistematik meminggirkan peran penting NU dalam perjalanan bangsa. Maka, IPNU dituntut memahami sejarah menurut cara pandangnya sendiri.
Keempat, memahami repositioning IPNU dalam konteks gerakan sosial. NU, dengan melaihat konfigurasi gerakannya, dapat dikelompokkan menjadi salah satu bentuk gerakan sosial baru dengan fokus dan konsentrasi yang beragam, kompleks, baik sektoral maupun non-sektoral. Kesadaran relasional akan posisi IPNU sebagai organisasi yang berbasis pelajar menjadi agar kerja-kerja IPNU menjadi fokus, konsentrasi, akumulatif, dan tidak overlapping dengan organ NU lainnya.


I. SISTEMATIKA

Dalam penyusunan buku Pedoman Pengkaderan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama memuat beberapa bagian yang terdiri dari :

Bab I : Pendahuluan
Pada bagian ini memuat latar belakang, realitas kader pelajar NU, Paradigma Pengkaderan IPNU, Kualifikasi Kader Ideal, Sejarah Perkembangan Sistem Pengkaderan IPNU, Tujuan, Mengapa Kaderisasi Penting, Bagaimana memahami buku ini, dan Sistematika Buku Pedoman Pengkaderan IPNU.

Bab II : Ketentuan Umum
Dalam bab ini dijelaskan Pengertian, Fungsi Latihan dan Unsur-Unsurnya yang berkaitan erat dengan proses latihan secara sistematis dan metodenya.

Bab III : Teknis Penyelenggaraan Latihan dan Manajemen Perawatan Kader
Dalam bab ini disampaikan penjelasan operasional material dari proses penyelenggaraan latihan pada tiap-tiap jenjang serta manajemen perawatan kader pasca latihan.

Bab IV : Penutup
Merupakan kata akhir dari penyusunan buku Pedoman Pengkaderan IPNU.
BAB II
KETENTUAN UMUM


A. PENGERTIAN

1.      Pelatihan
Adalah upaya sadar dan sistematis dalam mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan tertentu sebagai potensi manusia untuk melaksanakan tugas tertentu. Upaya ini bersifat proses berjenjang yang diawali oleh suatu aktivitas tertentu, dalam waktu tertentu dan pada tempat tertentu pula.

2.      Anggota
Anggota adalah potensi IPNU yang secara resmi diproses melalui makesta (Masa Kesetiaan Anggota). Fungsi anggota adalah komponen pendukung mobilitas organisasi yang utama dan merupakan lahan sumberdaya manusia yang perlu dikembangkan. Anggota berhak mengikuti latihan pilihan yakni latihan profesi yang diselenggarakan oleh IPNU dalam rangka membekali skill profesi bagi anggotanya.

3.      Kader
Kader adalah anggota yang telah mengikuti Latihan Kader Muda (Lakmud) dan berhak untuk masuk dalam ruang kompetisi kader di berbagai tingkat kepengurusan di IPNU.

4.      Pelatih
Pelatih adalah orang yang memberikan bantuan dalam proses pelatihan, berupa panduan secara intensif dan sistematis kepada peserta latihan untuk mencapai tujuan suatu latihan. Fungsi pelatih sebagai :
a.       Komunikator, yaitu fungsi informatif bagi peserta
b.      Fasilitator, yaitu fungsi penyedia sarana fisik dan psikis
c.       Inovator, yaitu fungsi stimulator terhadap peserta dalam mencapai target latihan sebagai bagian kebutuhan organisasi dan kebutuhan kader
d.      Emansipator, yaitu fungsi mengangkat potensi peserta pada perkembangan yang lebih baik dalam kesederajatan
e.       Motivator, yaitu fungsi pemberi dorongan terhadap perkembangan peserta
f.       Organisator, yaitu fungsi mengatur prosesi pelatihan dan unsur-unsur terkait yang menjadi bagian dari pelatihan
g.      Evaluator, yaitu fungsi mengawasi dan memberikan umpan balik bagi kebutuhan peserta.
Oleh karena itu, pelatih dituntut mempunyai sikap EMPATY (melebur diri), RESPEK (memberi perhatian), WAJAR, TIDAK MENGGURUI, TIDAK SOK AHLI, TIDAK SUKA MENDEBAT, dan lain-lain.

5.      Narasumber
Narasumber yaitu orang memppunyai pengetahuan atau spesifikasi di bidang ilmu pengetahuan tertentu, dan berfungsi memberikan pengetahuan bagi peserta.

6.      Pembina Kader
Adalah orang yang secara sadar dan sistematis berusaha terus menerus menjaga dan memberi perhatian pada anggota dan kader sehingga kemauan, semangat, dan pengetahuannya tetap berkembang. Fungsi pembina kader adalah menjaga kelestarian hasil suatu latihan untuk mencapai suatu tujuan. Pembina kader meliputi Pelatih, Pimpinan Organisasi (Bidang dan Departemen pengkaderan di masing-masing tingkat struktur kepengurusan IPNU.


B. TUJUAN

Tujuan dari buku ini merupakan penjabaran dari tujuan mulia yang tercantum dalam Peraturan Dasar IPNU, yakni “terbentuknya pelajar-pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT., berilmu pengetahuan, berakhlaq mulia dan berwawasan kebangsaan serta bertanggung jawab atas tegak dan terlaksananya syari’at Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.
Tujuan ini kemudian dijadikan pijakan ikhtiar operasional organisasi dalam menghimpun dan membina pelajar Nahdlatul Ulama demi terbentuknya kader-kader kritis, kratif, profesional, dan berakhlaqul karimahsebagai generasi penerus perjuangan bangsa dan agama.


C. JENJANG PELATIHAN

Untuk memenuhi kebutuhan kader dan kebutuhan organisasi maka pelatihan-pelatihan yang diadakan di IPNU adalah pelatihan yang sifatnya berjenjang dan pilihan. Berjenjang artinya dalam proses pelaksanaannya, peserta yang ingin mengikuti pelatihan tersebut dengan syarat-syarat tertentu yang mengikat dan bersifat kontinyu. Pelatihan tersebut terdiri dari :

1.      Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA)
Pelatihan ini dimaksudkan sebagai gerbang awal pengenalan organisasi IPNU kepada calon anggota serta mengarah pada perubahan jiwa, sikap, mental serta menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya suatu organisasi dalam kehidupan bermasyarakat serta secara resmi merupakan proses untuk menjadi anggota IPNU

2.      Latihan Kader Muda (LAKMUD)
Pelatihan ini merupakan pelatihan yang menekankan pada pembentukan watak, motivasi pengembangan diri, rasa memiliki organisasi dan keterampilan berorganisasi serta upaya pembentukan standard kader

3.      Latihan Kader Utama (LAKUT)
Pelatihan ini merupakan pelatihan yng membentuk idealisme kader sehingga mampu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan skill organisasi secara optimal.

Sedangkan latihan pilihan adalah bentuk pelatihan yang memberikan alternatif bagi anggota dan kader dalam memilih pengembangan potensi dirinya. Latihan pilihan ini dibagi dua, yakni Latihan Pelatih dan Latihan Profesi.

1.      Latihan Pelatih (LATPEL)
Pelatihan yang menitikberatkan pengmbangan skill dan wawasan tentang tata cara dan proses melatih dalam rangka mempersiapkan tenaga pelatih di lingkungan organisasi IPNU berdasarkan kebutuhan kader dan kebutuhan organisasi. Untuk Latihan Pelatih I (Latpel I) syaratnya adalah harus pernah mengikuti Lakmud. Out put Latpel I mempunyai kewenangan melatih di tingkat Makesta dan Lakmud. Sedangkan Latihan Pelatih II (latpel II) syaratnya adalah harus pernah mengikuti Lakut. Out put Latpel II mempunyai kewenangan melatih di semua tingkat jenjang pelatihan. Dari Latpel I dan Latpel II tidak ada garis jenjang yang berstruktur, artinya Latpel II tidak mensyaratkan harus mengikuti Latpel I. Dikatakan latihan pilihan karena tidak semua kader harus mengikuti latihan tersebut, tapi hanya diperuntukkan bagi kader yang berkeinginan mengembangkan potensinya dalam bidang kepelatihan.

2.      Latihan Profesi
Merupakan latihan yang disediakan dalam rangka memenuhi kebutuhan anggota dan keder untuk mengembangkan profesinya sesuai dengan kebutuhan kader dan organisasi. Esensi dari latihan ini adalah memberikan bekal dasar skill dan pengetahuan yang cukup kepada anggota dan kader, sebelum anggota dan kader tersebut terjun dalam ruang publik sesuai dengan pilihannya. Pelatihan tersebut misalnya, Pelatihan Jurnalistik, Pelatihan Kepartaian, Pelatihan Da’i Muda, Pendidikan dan Pelatihan Peneliti Muda, dan lain-lain. Pelaksana Pelatihan Profesi adalah bidan dan departemen yang bersangkutan dan diatur di tingkat struktur kepengurusan masing-masing.


Rekruitmen merupakan suatu proses yang menjadi pola dan strategi dalam meraih simpati dan empati awal dari calon anggota terhadap IPNU. Sebagai suatu pola dan strategi, maka pendekatan yang digunakan merupakan hak dan kreatifitas di masing-masing daerah sesuai dengan karakteristik calon anggota yang ada, bisa dengan pendekatan personal maupun pendekatan kelembagaan (dalam arti kegiatan-kegiatan formal).
Dalam buku pedoman ini disampaikan contoh pola rekruitmen bagi calon anggota dengan pendekatan kelembagaan yakni MOP (Masa Orientasi Pelajar). Menjadi suatu kelaziman bagi sekolah-sekolah SMP dan SMA di setiap awal tahun ajaran barunya menyelenggarakan kegiatan yang dikemas dengan bentuk orientasi atau lazim diberi label MOS (Masa Orientasi Siswa). Dalam kegiatan rutin dan konvensional ini, IPNU secara kelembagaan dapat menawarkan diri sebagai pengelola kegiatan tersebut dengan menurunkan Tim Pelatihnya pada masing-masing sekolah yang membutuhkan.
Dari hasil pendekatan tersebut dapat kita lihat, ketika sekolah yang bersangkutan menerima dengan tingkat resistensi yang tinggi, maka dalam kegiatan ini kita hanya menawarkan jasa sebagai pengelola pelatihan sambilalu melakukan pendekatan personal kepada siswa-siswi peserta MOS untuk memperkenalkan IPNU, namun bila dalam penawaran terlihat resistensi yang rendah dan menerima penuh maka alangkah baiknya kegiatan MOS tersebut diformat menjadi kegiatan MOP tentunya dengan berbagai pertimbangan kebutuhan antara kedua belah pihak.
Bagi cabang IPNU yang telah lama menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan, maka hal tersebut akan menjadi hal yng tidak perlu dirisaukan, namun akan berbeda pendekatannya bagi cabang IPNU yang selama ini belum atu kurang menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Oleh karena itu, rekruitmen sebagai suatu pola dan strategi akan menuntut kepiawaian pengurus dan lembaga dalam menjajakan (mengenalkan) kepada “pasar” masyarakat sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya. Walhasil pola-pola terebut menjadi kebijakan organisasi di tingkatannya masing-masing yang tidak ada keharusan untuk mengeneralisir pola dan strategi tersebut.


D. ATURAN PELAKSANAAN PENGKADERAN

Untuk menjaga kontinuitas pengkaderan dan produktifitas kader secara komprehensif, maka perlu adanya komitmen bersama dari jajaran kepengurusan IPNU sebagai penyelenggara pengkaderan dalam menjalankan proses pengkaderan. Oleh karena itulah setiap periode (masa khidmat) kepengurusan di setiap tingkatan wajib melaksanakan pelatihan minimal satu kali, dengan ketentuan sebagai berikut :

1.      Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA) diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting (PR) atau Pimpinan Komisariat (PK) dan atau diselenggarakan secara bersama oleh beberapa PR atau PK. Jika PR atau PK belum terbentuk atau tidak mampu, maka Makesta boleh diselenggarakan oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC).
2.      Latihan Kader Muda (LAKMUD) diselenggarakan oleh PAC atau diselenggarakan secara bersama oleh beberapa PAC. Jika PAC tidak mampu, maka Lakmud boleh diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang (PC)
3.      Latihan Kader Utama (LAKUT) diselenggrakan oleh PC atau diselenggarkan secara bersama oleh beberapa PC, berkoordinasi dengan Pimpinan Wilayah (PW). Lakut juga boleh diselenggarakan oleh PW.
4.      Latihan Pelatih (LATPEL) I diselenggarakan oleh PC. Pelatih yang dihasilkan dalam Latpel I hanya memiliki kewenangan untuk menjadi Pelatih/Fasilitator pada jenjang Makesta dan Lakmud.
5.      Latihan Pelatih (LATPEL) II diselenggarakan oleh PW. Pelatih yang dihasilkan dalam Latpel II memiliki kewenangan untuk menjadi Pelatih/Fasilitator pada jenjang Makesta, Lakmud, dan Lakut.

Sesuai dengan harapan kita, baha pengkaderan merupakan ruh dari organisasi yang melaksanakan produksi kader secara simultan dan sistemik, harapan mewujudkan kader yang kritis, kreatif, profesional, danberakhlaqul karimah, merupakan tanggungjawabsemua penyelenggara baik panitia, pelatih, maupun pimpinan IPNU struktural.
Oleh karena itu, materi-materi yang bersifat pemantapan ruhani dan sentuhan spiritual seperti shalat berjama’ah, shalat tahajjud, shalat dluha, yasinan tahlil, dan lain-lain, bukan merupakan bagian dari materi yang harus dicantumkan, namun suatu kegiatan yang harus dilaksanakan dalam seluruh prosesi pelatihan dari semua jenjang tingkatan pengkaderan. Ruang partisipasi dan kreatifitas tim pelatih di daerah dibuka lebar untuk memformat materi-materi yang bersifat pemantapan ruhani tersebut, artinya bentuk dan prosesi kegiatan diserahkan sepenuhnya kepada tim pelatih yangdisesuaikan dengn kultur dan kebutuhan di masing-masing daerah penyelenggara.


E. PENDEKATAN PELATIHAN

1.      Pendekatan Latihan partisipatif
Adalah salah satu pendekatan proses belajar mengajar yang melibatkan peserta secara aktif dan dinamis. Dalam hal ini pelatihan diarahkan pada proses membantu peserta agar terlatih dalam rangka mengembangkan potensi yang dimilikinya. Latihan merupakan laboratorium informasi, sehingga informasi dan peristiwa yang ditangkap kemudian direfleksikan oleh peserta untuk diproses menjadi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkannya.
Pendekatan ini menerapkan prinsip, konsep pendidikan yang berimbang pada ANDRAGOGI (pendidikan ala orang dewasa), PAEDAGOGI (pendidikan ala anak-anak), SOSIOLOGI (pendidikan kemasyarakatan), dan PSIKOLOGI (pendekatan kejiwaan).
Pendekatan ini mendasarkan pada prinsip :

Prinsip “pengalaman adalah guru yang terbaik
·         Saya dengar  maka saya lupa
·         Saya lihat  maka saya ingat
·         Saya lakukan  maka saya paham


Dasar pengalaman berstruktur
·         Peserta melakukan/mengalami
·         Peserta mengungkapkan penglamannya
·         Peserta menganalisa
·         Peserta menyimpulkan
·         Peserta menerapkan kembali
·         Pendekatan doktriner (kondisional/disesuaikan kebutuhan)


2.      Pendekatan Humanistik
Adalah sintesa dari pendekatan Paedagogi, dengan pengertian :
A.    Sumber belajar adalah pengalaman peserta itu sendiri. Pelatih membantu menyimpulkan dan mensistematisir pengalaman itu. Karena itu orientasinya ditekankan pada proses belajar dan isi makna proses itu.
B.     Perencanaan materi latihan dipusatkan oleh peserta. Pelatih membantu menyusun dalam sekuen (urutan penyajian dan menempatkannya dalam konfigurasi latihan sesuai dengan identifikasi kebutuhan dan tujuan latihan).
C.     Belajar dipandang sebagai pemahaman masalah (problem solving) dan membulatkan pengetahuan serta pengalaman dengan informasi dari narasumber atau pelatih. Dengan demikian, proses latihan merupakan proses penemuan dan pemecahan masalah serta sekaligus proses transformasi pengetahuan dan pengalaman.


F. METODE PELATIHAN

·         Metode Ceramah : adalah penyampaian informasi yang sifatnya searah. Penceramah memberikan keterangan dan peserta mendengarkan.
·         Metode Diskusi : adalah suatu cara penyampaian materi, dimana pelatih memberi kesempatan kepada peserta untuk mengadakan perbincangan tentang pokok bahasan, dikaitkan dengan pengalamannya, pendapatnya, juga saling mengoreksi pemahamannya agar dapat diterima lebih baik.
·         Diskusi Kelompok : adalah salah satu jenis diskusi dimana peserta diskusi terbagi dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari beberapa orang antara 3 – 6 orang peserta.
·         Curah Pendapat/Bursa Gagasan (brainstorming) : adalah suatu bentuk diskusi, dimana prosesnya adalah satu orang pelatih memberikan/melontarkan permasalahan dan orang lain (peserta) memberikan ide-ide baru tanpa diberi komentar, dan dilakukan secara bebas dan spontan. Diskusi ini melatih keberanian berpendapat, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.
·         Metode Bermain Peran (Role Playing) : adalah suatu kejadian tertentu yang dirancang dengan pelaku yang diambil dari peserta latihan. Berbagai watak dimunculkan oleh tokoh-tokoh yang telah ditetapkan untuk kemudian dibahas dan disarikan sebagai pelajaran. Hendaknya permainan peran dipersiapkan lebih matang dan tidak memaksakan peran pada peserta.
·         Metode Meta Plan : adalah suatu diskusi dengan memakai papan plano dan tidak banyak menggunakan lisan, melainkan ungkapan peserta melalui tulisan untuk kemudian diklasifikasikan dengan aspek-aspek yang bersesuaian.
·         Metode Studi Kasus (Case Study) : adalah penyajian bahan latihan dengan menggunakan kasus atau kejadian-kejadian di masyarakat baik bersifat positif maupun yang negatif. Kasus tersebut disajikan kepada peserta latihan untuk dibahas bersama. Kesimpulan dari hasil dan proses pembahasan merupakan pelajaran.
·         Metode simulasi (Game/Permainan) : adalah menciptakan suasana tertentu dari kenyataan hidup yang sesungguhnya dalam bentuk permainan melalui instrumen tertentu.
·         Diskusi Reflektif : adalah diskusi secara spontan/ bebas untuk mengutarakan pengalaman dan pendapatnya.
·         Metode Demonstrasi : adalah mempraktekkan sesuatu yang sudah direncanakan.
·         Metode Angket/Kuis : adalah pengamatan dalam bentuk pertanyaan tertulis.
·         Metode lokakarya : adalah diskusi sampai menghasilkan suatu karya nyata.
·         Metode Praktek Kerja : adalah mempraktekkan sesuatu dalam wujud kerja lapangan.
·         Metode Observasi : adalah mengamati sesuatu secara langsung ke lapangan.


G. MATERI LATIHAN

Bertitik tolak dari output kader yang hendak diharapkan, maka materi pengkaderan IPNU diklasifikasikan sebagai berikut :

1.      Materi Ideologi
A.    Ke NU an
B.     Aswaja
C.     Ke IPNU an

2.      Materi Wawasan Keilmuan
a.              Analisis Sosial
b.             Studi Problematika Pendidikan di Indonesia
c.              Pemahaman Ideologi Dunia
d.             Studi Gender

3.      Materi Keterampilan Teknik
a.        Keorganisasian
b.       Manajemen Organisasi
c.        Kepemimpinan (leadership)
d.       Manajemen Keuangan
e.        Strategic Planning (Rencana Strategis/Renstra)
f.        Manajemen Program
g.       Teknik Pembuatan Proposal
h.       Metode Pengorganisasian Pelajar
i.         Networking dan Lobbying
j.         Scientific Problem solving (SPS)
k.       Manajemen Konflik
l.         Komunikasi
m.     Kerjasama
n.       Teknik Diskusi dan Persidangan

4.      Muatan Lokal
Muatan lokal meliputi materi-materi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kompetensi daerah masing-masing.

5.      Pelatihan Profesi
Materi pelatihan profesi disesuaikan dengan kebutuhan kader dan organisasi di setiap tingkatan organisasi IPNU. Sebagai contoh : Pelatihan Jurnalistik, Pelatihan Advokasi, Pelatihan Kewirausahaan, Pelatihan Kesekretariatan/Administrasi, Pelatihan Kepartaian, Pelatihan Human Relation and Development (HRD), Pelatihan Event Organizer, dan lain-lain.


H. MEDIA LATIHAN

Untuk menjadikan pelatihan menarik dan diminati, maka pada proses latihan perlu dilengkapi dengan media latihan yang cukup memadai, antara lain :

1.            papan Tulis (white board/black board)
2.            Kapur Tulis
3.            Spidol Kecil atau Spidol Besar
4.            Kertas Plano
5.            proyektor
6.            In Focus
7.            Kaset/CD Rekaman Peristiwa, Cuplikan Peristiwa,
8.            Alat Penunjang Latihan lainnya


I. EVALUASI LATIHAN

1.      Prinsip-Prinsip Evaluasi
Sebelum melakukan evaluasi latihan perlu dipahami beberapa prinsip dasar evaluasi, antara lain :
a.       Evaluasi dalam latihan partisipatif merupakan bagian integrasi proses belajar dari semua pihak yang terlibat, terutama bagi peserta, pelatih dan penyelenggara latihan.
b.      Evaluasi merupakan bagian integral proses belajar, arahan evaluasi adalah demi perbaikan (yang bersifat formatif) dan demi pertanggungjawaban (yang bersifat sumatif). Jadi bukan untuk menghakimi atau menentukan siapa yang benar, siapa yang salah atau siapa yang pandai dan siapa yang bodoh.
c.       Arahan evaluasi demi perbaikan dan pertanggungjawaban, maka pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
·         Dengan saling mengevaluasi
·         Melakukan evaluasi diri atau mengadakan refleksi
d.      Evaluasi dilaksanakan secara berkala, maksudnya kalau ada penyimpangan yang merugikan segera dapat dikoreksi dan diperbaiki.
e.       Pada dasarnya, evaluasi dilaksanakan baik pada tahap pra latihan, tahap pelaksanaan latihan dan tahap pasca latihan. Karena tugas yang harus ditunaikan di setiap tahap berbeda satu sama lain, maka pertanyaan evaluasi serta tujuannya juga berbeda di antara tahap yang satu dengan yang lain.

2.      Manfaat Evaluasi
Tidak dapat disangkal lagi bahwa evaluasi latihan banyak membawamanfaat, antara lain :
a.              Sebagai masukan bagi proses latihan yang sedang berlangsung
b.             Untuk masukan bagi penyempurnaan pelaksanaan latihan di masa yang akan datang
c.              Untuk menyajikan fakta tentang tingkat keberhasilan latihan kepada berbagai pihak dalam rangka memberikan pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan latihan.

3.      Tujuan Evaluasi
Selama kurun waktu latihan, evaluasi dilaksanakan berulang kali untuk berbagai tujuan. Dengan demikian setiap kali melaksanakan evaluasi pada dasarnya mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Tetapi secara umum dapatlah dikatakan bahwa tujuan evaluasi latihan adalah :
a.       Untuk mengetahui tingkat perubahan kognitif (pengetahuan), sikap, dan tingkah laku peserta latihan
b.      Untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan latihan

4.      Sasaran Evaluasi
a.              Prestasi belajar peserta dengan titik berat pada perkembangan sikap/tingkah laku, pengetahuan dan keterampilan
b.             Efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan latihan


BAB III
TEKNIS PENYELENGGARAAN LATIHAN
dan MANAJEMEN PERAWATAN KADER

A. TAHAPAN PERSIAPAN PROSESI PENYELENGGARAAN LATIHAN

Teknis penyelenggaraan latihan adalah serangkaian kegiatan suatu latihan sejak perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan pelaporannya. Teknis penyelenggaraan suatu latihan ini dikelompokkan pada 3 (tiga) tahap, yaitu :

Tahap pra latihan
Tahap pelaksanaan latihan
Tahap pasca latihan (tindak lanjut)

Dan pelaksanaan suatu latihan dikatakan berhasil apabila tahapan-tahapan tersebut dapat terlaksana dengan baik.

1.      Tahapan Pra Latihan
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah :

a.       Analisa Kebutuhan Latihan
Suatu latihan diselenggarakan bukanlah hanya untuk sekedar memenuhi suatu program yang telah dijadwalkan, tetapi sifat latihan tersebut haruslah merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan. Kebutuhan ini bisa berbentuk tuntutan atau kebutuhan organisasi atau kebutuhan kader, misalnya : kebutuhan organisasi akan adanya tim pelatih, kebutuhan kader yang akan didistribusikan di ruang publik, dan lain-lain.

b.      Konsultasi Dengan Pengurus/Pimpinan Organisasi
Hal ini dimaksudkan agar suatu latihan yang akan diselenggarakan dapat direncanakan secara baik, apabila dilakukan koordinasi dengan pimpinan organisasi.

c.       Pembentukan Panitia
Panitia dibentuk oleh pimpinan organisasi yang dikuatkan dengan surat keputusan. Panitia tersebut terdiri dari Sterring Committe (SC) dan Organizing Committe (OC). Panitia SC bertugas menyusun, menyiapkan dan mengoperasikan hal-hal yang terkait dengan materi dan forum, sedangkan panitia OC bertugas menyiapkan dan melaksanakan hal-hal yang terkait dengan sarana dan prasarana latihan..

d.      Pertemuan Tim Pelatih
Hal ini dimaksudkan dalam rangka :
ü  Menyiapkan latihan, baik dari aspek proses pelaksanaan, penyamaan persepsi, dan langkah-langkahnya
ü  Proses pembinaan pelatih-pelatih muda pada pra dan pasca latihan
ü  Pembagian tugas pelatih, termasuk penentuan materinya
ü  Pembuatan kerangka acuan latihan

e.       Pendaftaran Peserta
Informasi tentang rencana penyelenggaraan latihan (seharusnya) minimal 2 (dua) bulan sebelumnya sudah disebar pada anggota disertai lengkap dengan syarat-syaratnya. Hal ini dimaksudkan agar peserta dapat dimonitor sejak dini oleh tim pelatih/pembina kader dan menjadi input untuk pelaksanaan dan pasca latihan.

2.      Tahapan Proses Latihan
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a.       Persiapan
Persiapan sebelum acara latihan dimulai, biasanya perlu dilakukan beberapa saat sebelumnya, hal ini untuk menghindari agar tidak terlalu dekat dengan acara pembukaan. Selain itu untuk memberikan kesempatan kepada peserta yang belum menyelesaikan administrasi, disamping memberi kesempatan kepada panitia dan tim pelatih untuk mempersiapkan segala sesuatunya.

b.      Acara pembukaan
Pada acara pembukaan sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Jangan sampai acara pembukaan tersebut mengalahkan substansi dari pelatihan yang akan dilaksanakan.

c.       Pengaturan ruangan
Pengaturan ruangan pelatihan tampaknya merupakan hal yang sederhana dan sepele, namun akan berakibat fatal bila tidak diperhatikan dengan seksama, karena hal tersebut akan mempengaruhi psikis peserta latihan. Dalam pengaturan tempat duduk, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
·         Peserta dapat melihat narasumber/pelatih dengan jelas
·         Peserta dapat memandang peserta lain dengan jelas
·         Peserta dapat melihat media latihan yang dipergunakan dengan jelas
·         Untuk model forum disesuaikan dengan kebutuhan materi yang akan disampaikan (sebaiknya tempat duduk mudah dipindahkan, hal ini untuk mempermudah perubahan model forum)

d.      Masalah-masalah yang biasa dan mungkin timbul menjelang/selama latihan berlangsung
Bila dalam latihan muncul suatu hal yang tidak diharapkan, maka jalan keluarnya adalah segera mencari tindakan penyelesaian, misalnya :
1.      Hal-hal yang berkaitan dengan administratif dan sarana latihan, maka panitia pelaksana sebagai panitia operasional bertanggung jawab penuh untuk memutuskan dan mencari penyelesaiannya.
2.      bila hal tersebut terkait dengan forum latihan baik peserta, narasumber, pelatih, materi latihan, dan lain-lain, maka panitia SC yang bertanggung jawab penuh untuk mengambil kebijakan.
3.      bila hal tersebut terkait dengan keputusan hukum organisasi, maka pimpinan struktural yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Hal ini perlu diidentifikasi agar tidak terjadi overlapping (tumpang tindih) tugas penyelesaian (penjabaran job discription) sehingga tidak terjadi saling melempar tanggung jawab.

e.       Penutupan
Acara penutupan juga hendaknya dilaksanakan secara sederhana (sesuaai dengan kemampuan dan kebutuhan), yang terpenting pesan ikatan moral untuk berkegiatan lebih aktif dan partisipatif dari alumni latihan bisa terbentuk dengan optimal. Dalam penutupan ini juga hendaknya bisa mengurai segala permasalahan yang mengganjal selama latihan dari semua unsur latihan yang terkait.

f.       Persiapan meninggalkan arena latihan
Setelah selesai acara pelatihan, sebelum meninggalkan arena latihan hendaknya dikembalikan seperti semula. Hal ini bukan semata-mata hanya untuk menjaga image, tapi merupakan bukti awal bahwa IPNU merupakan organisasi yang terpelajar dan terdidik.

3.      Tahapan Pasca Latihan
Dengan selesainya latihan buka berarti purna pula tugasnya, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
a.       Panitia pelaksana memberikan laporan selengkapnya kepada pimpinan organisasi sebagai pemberi wewenang. Tugas panitia pelaksana selesai setelah memberikan laporan pertanggungjawaban pada pimpinan organisasi.
b.      Laporan tim pelatih
Laporan tim pelatih pada pimpinan organisasi adalah meliputi proses dan hasil latihan. Guna penyampaian laporan ini adalah :
·   Sebagai input pada pembina kader di tingkatan struktural masing-masing organisasi dalam memonitor dan membina perkembangan anggota dan kader di masa berikutnya.
·   Sebagai input pada pimpinan organisasi dalam menentukan kebijakan tentang pembina kader.
c.   Tindak lanjut                
Kegiatan pasca latihan sebagai tindak lanjut latihan merupakan hal yang harus dilakukan dalam rangka memenuhi kabutuhan kader dan kebutuhan organisasi, kegiatan ini juga merupakan kepedulian pimpinan dalam rangka merawat kader pasca laatihan. Karenanya dibutuhkan manajemen perawatan kader yang optimal.
Dalam buku ini disampaikan manajemen perawatan kader dan contoh-contoh sederhana serta teknis pelaksanaannya. Adapun kesesuaian dari model manajemen tersebut merupakan bagian dari kreatifitas tim pelatih/pembina kader di masing-masing daerah.

B. MANAJEMEN PERAWATAN KADER

Manajemen perawatan kader merupakan suatu upaya untuk menjaga optimalisasi kaderisasi, sehingga setiap peserta pasca pengkaderan harus tetap mendapatkan treatment (intervensi). Strategi ini dilakukan untuk menghindari pembusukan kader pasca pengkaderan dan untuk menjembatani serta menghantarkan peserta memasuki jenjang pengkaderan berikutnya. Letak perawatan kader dalam skema pengkaderan adalah di antara masing-masing jenjang pengkaderan, misalnya antara makesta dan Lakmud, antara Lakmud an Lakut atau lebih mudahnya dikatakan bahwa alumni pengkaderan dalam setiap jenjang pengkaderan harus mendapatkantreatment atau keagiatan lanjuta, misalnya berupa kajian dalam bentuk bozz group, bimbingan belajar, atau pelibatan dalam kegiatan-kegiatan kepanitiaan dan kegiatan lain yang mendukung perkembangan anggota dan kader. Pada dasarnya, pemberian treatment di antara jenjang pengkaderan tersebut merupakan kegiatan lanjutan yang bersifat pengembangan, pemantapan dan pendalaman baik dari ideologi, wawasan keilmuan, keorganisasian, dan keterampilan teknik. Sehingga dalam memasuki tahap pengkaderan berikutnya peserta (anggota/kader) akan mendapat kemudahan dan memiliki loyalitas serta dedikasi yang tinggi terhadap organisasi.


C. PROGRAM LANJUTAN PASCA PENGKADERAN

Dalam rangka menjaga kontinyuitas kaserisasi, maka program perawatan kader menjadi penting untuk dilaksanakan, dengan tujuan :
·         Memantapkan materi pasca pengkaderan (ideologi, wawasan keilmuan, dan teknik skill)
·         Menjaring kader ideologis yang memiliki komitmen tinggi terhadaap organisasi
·         Menjaring kader-kader potensial baik secara ideologis, akademis, maupun sosiologis
·         Membentuk kelompok-kelompok angkatan dalam rangka dinamisasi

1.      Pasca Makesta
Makesta sebagai gerbang awal pengenalan organisasi IPNU kepada calon anggota serta mengarah pada perubahan jiwa, sikap, mental serta menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya suatu organisasi dalam kehidupan bermasyarakat, dan secara resmi merupakan satu-satunya pintu masuk untuk menjadi anggota resmi IPNU.
Pasca mengikuti Makesta dan sah menjadi anggota IPNU, pada kenyataannya mereka menunggu apa yang harus dilakukan. Di sinilah program perawatan kader menjadi penting. Ada jeda waktu yang lama antara Makesta menuju Lakmud. Untuk itu harus ada pertemuan-pertemuan guna mengisi kekosongan tersebut dengan tujuan :
a.       Membangun kesadaran kritis akan pentingnya berorganisasi
b.      Meyakini bahwa IPNU merupakan pilihan organisasi yang tepat sebagai sarana perjuangan
c.       Memahami PD/PRT
d.      Memiliki wawasan kemampuan dasar organisatoris

Target :
ü  Terbentuknya anggota IPNU yang kritis, kreatif dan profesional
ü  Terbentuknya anggota yang paham tentang hubungan IPNU, NU dan badan Otonom serta Lembaga NU
ü  Terbentuknya anggota yang mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya organisasi
ü  Terbentuknya anggota yang paham nilai keislaman yang dikembangkan oleh NU (Islam ala Ahlussunnah wal Jama’ah)
ü  Terbentuknya kader yang memahami cara berorganisasi yang baik

Teknik Pertemuan :
Seminggu pasca Makesta, Pimpinan Komisariat atau Pimpinan Ranting dan atau Pimpinan Anak Cabang sebagai pelaksana, mengundang peserta yang sudah lulus Makesta.
Acara dibuka oleh PK, PR, dan atau PAC dan selanjutnya dipandu oleh tim pelatih atau fasilitator (pembina kader).
Dalam pertemuan dapat diagendakan beberapa tahap, misalnya :
a.       Tim pelatih atau fasilitator memulai dengan pretest dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana, untuk menggugah apa yang didapatkan pada waktu Makesta, sebagai contoh : “Setelah seminggu mengikuti Makesta, apa yang rekan-rekan peroleh atau rasakan?”. Dari pertanyaan itu muncul curah pendapat dengan alokasi waktu 45 menit
b.      Setelah curah pendapat dianggap cukup, maka dilanjutkan dengan diskusi kecil dan selanjutnya fasilitator membagi peserta dalam tiga kelompok untuk diberi tugas membuat makalah yang meliputi materi ideologis, wawasan keilmuan, dan teknik skill (tema sesuai dengan isu-isu yang muncul dan berkembang pada waktu itu)
c.       Dua minggu kemudian diadakan pertemuan dengan agenda mendiskusikan hasil tugas kelompok
d.      Dua minggu berikutnya diadakan diskusi dengan mendatangkan narasumber yang berkompeten di bidang yang dibutuhkan oleh peserta
e.       Sebelum masuk pengkaderan jenjang di atasnya diadakan pertemuan rutin dan atau pelibatan pada kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh organisasi
f.       Tahap terakhir adalah persiapan pengkaderan jenjang berikutnya (Lakmud).

2.      Pasca Lakmud
Lakmud adalah pelatihan yang menekankan pada pembentukan watak, motivasi pengembangan diri dan rasa memiliki organisasi serta keterampilan berorganisasi. Di samping itu, Lakmud merupakan ukuran formal pembentukan standardisasi kader IPNU. Oleh karena itu, maka outputnya diharapkan mempunyai pemahaman dan kemampuan dasar tentang ideologi (sebagaimana tercantum dalam materi Lakmud), wawasan keilmuan, dan keterampilan teknik berorganisasi.
Untuk itulah setelah Lakmud, maka tanggunng jawab PAC atau PC sebagai pelaksana adalah melakukan perawatan kader dengan pertemuan-pertemuan rutin yang bertujuan :
a.       Memantapkan dan menumbuhkembangkan hasil materi Lakmud
b.      Memahami prinsip-prinsip dan menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap terlaksananya ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah secara utuh menurut NU yang diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa
c.       Mengerti prinsip-prinsip organisasi dan kepemimpinan
d.      Mempunyai kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalah serta menguasai teknik pengambilan keputusan yang tepat
e.       Mempunyai pengetahuan dasar dan sikap loyalitas yang tinggi terhadap cita-cita organisasi
f.       Memiliki perangkat metode analisis sosial dasar
g.      Memahami persoalan-persoalan kritis problematika pendidikan di Indonesia
h.      Memiliki sensitivitas gender
i.        Menghasilkan kader-kader yang memiliki integritas kepribadian yang berwawasan luas dan kritis serta mampu mengembangkan organisasi.

Teknik Pertemuan :
Dua minggu pasca Lakmud, PAC atau PC IPNU sebagai pelaksana mengundang peserta yang sudah lulus Lakmud
Acara dibuka oleh PAC atau PC dan seterusnya dipandu oleh tim pelatih atau fasilitator (pembina kader)
Dalam pertemuan dapat diagendakan beberapa tahap, misalnya :
a.              Tim pelatih atau fasilitator memulai dan memberikan pengantar yang mampu meyakinkan peserta bahwa acara tersebut menjadi kebutuhan bagi mereka. Selanjutnya fasilitator melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana untuk menggugah apa yang didapatkan pada waktu Lakmud, sebagai contoh : ““Setelah dua minggu mengikuti Lakmud, apa yang rekan-rekan peroleh atau rasakan?”. Dari pertanyaan itu muncul curah pendapat dengan alokasi waktu 60 menit
b.             Setelah curah pendapat dianggap cukup, maka fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok untuk diberi tugas membuat makalah yang meliputi materi ideologis, wawasan keilmuan dan teknik skill dengan tema sesuai dengan isu-isu yang muncul dan berkembang pada waktu curah pendapat atau tema disesuaikan dengan isu-isu aktual dan kontemporer
c.              Dua minggu kemudian diadakan pertemuan dengan agenda mendiskusikan hasil tugas kelompok
d.             Dua minggu selanjutnya fasilitator menawarkan model-model dan alternatif pertemuan, suatu contoh dengan studi wisata atau tadabbur alam
e.              Dua minggu kemudian diskusi dengan mendatangkan narasumber yang berkompeten di bidang yang dibutuhkan oleh peserta
f.              Sebelum masuk pengkaderan jenjang di atasnya diadakan pertemuan rutin dan atau pelibatan dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi
g.             Dilakukan persiapan pengkaderan jenjang berikutnya (Lakut), dengan mendisjusikan tema besar yang akan diangkat.
3.      Pasca Lakut
Lakut adalah pelatihan dan pengkaderan yang membentuk idealisme kader sehingga mampu mengembangkan pengetahuan, sikap, skill organisatoris secara optimal.  Alumni Lakut diharapkan menjadi kader yang paripurna dalam mengembangkan IPNU, karena materi yang diberikan adalah materi yang membentuk kemampuan manajerial yang mendalam pada peserta.
Oleh karena itu, pertemuan-pertemuan pasca Lakut diharapkan menjadi kebutuhan bagi alumninya dan diprakarsai sendiri oleh mereka. PC maupun PW IPNU sebagai pelaksana Lakut hanya memfasilitasi jika diperlukan. Namun demikian harus tetap ada komunikasi yang intens antara alumni Lakut dengan PC maupun PW. Hal ini dilakukan dalam rangka mengetahui sejauh mana aktifitas mereka dan memonitoring keberhasilan pengkaderan tersebut yang selanjutnya dilaporkan pada PP. IPNU.
Pertemuan-pertemuan tersebut bertujuan :
Aktualisasi dan penguasaan diri terhadap materi bagi alumni peserta Lakut
Menguasai Aswaja NU sebagai ideologi organisasi dan mengaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat
Mempunyai wawasan kebangsaan yang luas dan kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan organisasi dan masyarakat
Memiliki sikap kritis, kreatif, kepeloporan, berakhlaqul karimah serta komitmen yang tinggi terhadap perjuangan organisasi
Memiliki kemampuan dan keterampilan manajerial organisasi yang memadai.

Target :
Terbentuknya kader yang mampu merancang bangun dan mengelola organisasi secara optimal

Teknik Pertemuan :
Dua minggu pasca Lakut, PC atau PW IPNU sebagai pelaksana mengundang peserta yang sudah lulus Lakut
Acara dibuka oleh PC atau PW dan seterusnya diserahkan kepada peserta untuk melakukan kontrak belajar sendiri
Tim pelatih atau fasilitator (pembina kader) mendampingi mereka dan memberikan masukan seperlunya jika diminta
Jika forum pasif maka fasilitator berkewajiban memberikan stimulus pada peserta agar mereka aktif  dan dinamis, sesuai dengan tema yang dibicarakan
Setelah sharing di antara mereka dianggap cukup, fasilitator bisa memberikan masukan tentang skala prioritas materi dan pertemuan-pertemuan berikutnya yang meliputi materi ideologis, wawasan keilmuan, dan teknik skill, serta bagaimana mengelola isu-isu yang aktual
Jadwal acara hendaknya dibicarakan secara tuntas agar tidk berbenturan dengan agenda PC atau PW IPNU
PC maupun PW melibatkan mereka dalam acara-acara bahkan memberi mereka tugas untuk menggagas dan merancang bangun IPNU ke depan. Kemudian materi tersebut bisa dibawa oleh PC maupun PW pada acara-acara nasional mulai Rakernas hingga Kongres.

BAB IV
PENUTUP


A. EVALUASI BUKU PEDOMAN PENGKADERAN

Evaluasi yang dimaksud adalah proses koreksi dan pencocokan atas kelaikan buku pedoman pengkaderan dengan target group dan output yang menjadi amanat dan harapan organisasi dari setiap masa. Karena buku pedoman tersebut merupakan buku petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melaksanakan pengkaderan di semua jenjang. Oleh karena itu, evaluasi berkala yang dilakukan di setiap daerah dan masukan dari tim pelatih dari setiap daerah menjadi entry point untuk melihat kembali kesesuaian buku pedoman tersebut adalah sebuah keniscayaan yang bisa dilakukan oleh tim pelatih di setiap masa khidmat. Hal ini merupakan wujud penerimaan diri atas kelemahan kita sebagai manusia dalam mengejar ketinggalan serta sebagai upaya untuk menyelaraskan dengan kebutuhan perkembangan zaman.
Adapun bentuk evaluasi yang harus dikembangkan terhadap buku pedoman adalah :

1.      Formatif
Yaitu evaluasi yang dikembangkan pada setiap tahap atau jenjang latihan terhadap aspek-aspek latihan dengan tujuan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, sehingga dapat diperbaiki sesuai dengan tujuan setiap tahap atau jenjang latihan tersebut.

2.      Sumatif
Yaitu evaluasi yang boleh dilakukan setiap periode kepengurusan dengan mempertimbangkan tingkat relevansi dari buku pedoman pengkaderan yang ada dengan kebutuhan organisasi dan kader. Adapun unsur-unsur yang harus dipertimbangkan adalah konsistensi proses pelaksanaan pelatihan di masing-masing jenjang baik dari sisi materi dan persyaratan peserta serta kualifikasi narasumber dan pelatih.

B. TINDAK LANJUT



Untuk mengawal konsistensi pelaksanaan pengkaderan dan mewujudkan output kader yang kritis, kreatif, profesional, dan berakhlaqul karimah perlu diterbitkan buku standard materi/hand out untuk menjaga semangat dan motivasi yang terkandung dalam buku pedoman tersebut. Tidak kalah pentingnyaa membentuk tim pelatih nasional dalam rangka mempercepat sosialisasi dan memonitoring serta menjembatani terwujudnya pengkaderan yang konsisten dan terencana.
 d penerimaan diri atas kelemahan kita sebagai manusia dalam mengejar ketinggalan serta sebagai upaya untuk menyelaraskan dengan kebutuhan perkembangan zaman.
Adapun bentuk evaluasi yang harus dikembangkan terhadap buku pedoman adalah :

1.      Formatif
Yaitu evaluasi yang dikembangkan pada setiap tahap atau jenjang latihan terhadap aspek-aspek latihan dengan tujuan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, sehingga dapat diperbaiki sesuai dengan tujuan setiap tahap atau jenjang latihan tersebut.

2.      Sumatif
Yaitu evaluasi yang boleh dilakukan setiap periode kepengurusan dengan mempertimbangkan tingkat relevansi dari buku pedoman pengkaderan yang ada dengan kebutuhan organisasi dan kader. Adapun unsur-unsur yang harus dipertimbangkan adalah konsistensi proses pelaksanaan pelatihan di masing-masing jenjang baik dari sisi materi dan persyaratan peserta serta kualifikasi narasumber dan pelatih.

B. TINDAK LANJUT

Untuk mengawal konsistensi pelaksanaan pengkaderan dan mewujudkan output kader yang kritis, kreatif, profesional, dan berakhlaqul karimah perlu diterbitkan buku standard materi/hand out untuk menjaga semangat dan motivasi yang terkandung dalam buku pedoman tersebut. Tidak kalah pentingnyaa membentuk tim pelatih nasional dalam rangka mempercepat sosialisasi dan memonitoring serta menjembatani terwujudnya pengkaderan yang konsisten dan terencana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar